Oleh: Siti Maisaroh, S. Pd. (Aktifis Muslimah)
Dari hasil sensus penduduk yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui jumlah penduduk Indonesia hingga 2020 didominasi generasi Z dan generasi milenial.
Hal ini diharapkan akan membawa manfaat yakni meningkatkan perekonomian negara, membentuk generasi emas, meringankan beban hidup. Namun, sudahkah harapan tersebut diiringi dengan satu rangkaian proses yang sejalan?
Sebelumnya, tahukah Anda apa itu generasi Z?
Generasi Z adalah orang-orang yang lahir di generasi internet atau dengan kata lain generasi yang sudah menikmati keajaiban teknologi usai kelahiran internet. Bagaimana dengan generasi Z di Indonesia? Internet hadir di Indonesia pada 1990. Baru pada 1994, Indonet hadir sebagai Penyelenggara Jasa Internet komersial perdana di negeri ini. Jadi, mari kita anggap generasi Z Indonesia adalah mereka yang lahir pada pertengahan 1990-an sampai 2000-an.
Kedekatan generasi ini dengan teknologi sekaligus membuktikan masa depan sektor tersebut akan semakin cerah di tangan mereka. Dari segi ekonomi, menurut survei Nielsen, Generasi Z sudah memengaruhi perputaran ekonomi dunia sebagai 62 persen konsumen pembeli produk elektronik. Ini dipengaruhi oleh kehidupan mereka yang sudah serba terkoneksi dengan internet. Tirto.id, 28/4/2017
Generasi Z ini memang sangat piawai dengan gawai (gadget). Berbagai macam aplikasi mampu dioperasikannya. Cara penggunaannya pun banyak berseliweran di internet seperti you tube sehingga memudahkan bagi mereka untuk mempelajarinya secara otodidak. Apalagi di era digital ini, banyak tugas sekolah yang menuntut siswa untuk bisa mengoperasikan gawai.
Terlebih di masa pandemi, sekolah berbasis daring mengharuskan proses belajar mengajar dengan menggunakan gawai, baik laptop maupun smartphone. Walhasil, siswa terus bersentuhan dengan gawai selama proses belajar mengajar ini.
Tentu hal ini menimbulkan kekhawatiran. Pasalnya, gawai dengan berbagai macam aplikasi di dalamnya bisa bermuatan positif jika digunakan dengan bijak. Namun tak sedikit muatan negatif yang dapat menjerumuskan anak-anak ke dalam berbagai macam kerusakan. Apalagi jika ditunjang dengan minimnya pengawasan orangtua.
Kapitalisme tak Ramah pada Generasi
Gen Z atau generasi yang lahir antara 1995-2010 dinilai sebagai salah satu kelompok yang mendapat pukulan paling telak akibat pandemi covid-19. Ditengah tingginya angka PHK hingga mandeknya roda ekonomi dalam keluarga mereka, muncul masalah baru yakni disrupsi pembelajaran atau pelatihan terhadap keahlian Gen Z, khususnya di Indonesia. Bagaimana tidak, untuk masalah pendidikan saja, sudah berapa kali pergantian kurikulum dirasakan oleh beberapa angkatan dari generasi Z ini.
Sejak pandemi covid-19, wajah pendidikan dunia dan Indonesia mengalami perubahan. Pembelajaran jarak jauh (daring) menjadi opsi satu-satunya agar proses belajar mengajar tetap bisa berjalan di masa pandemi. Wacana sekolah tatap muka muncul di akhir tahun. Namun karena kasus penyebaran virus ini semakin meningkat, maka wacana ini tinggal retorika belaka sistem pembelajaran daring tetap dilanjutkan.
Banyak masalah yang timbul dengan sistem pembelajaran ini. Mulai dari tidak tercapainya hingga masalah kuota dan jaringan. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia tidak siap dengan sistem pembelajaran yang mengandalkan gawai dan jaringan ini.
Miris, kompleksnya masalah pembelajaran daring menimbulkan masalah-masalah baru terkait generasi Z ini. Mulai dari kecanduan gadget, masuk ke rumah sakit jiwa hingga bunuh diri.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listiyartidan dalam Talkshow ‘Nasib Siswa di Masa Pandemi’ yang disiarkan secara virtual di kanal YouTube MNC Trijaya Network, Sabtu (23/1/2021) mengungkapkan beberapa anak terpaksa di rawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ), karena mengalami gangguan kesehatan secara psikologis. Gangguan terhadap kesehatan jiwa adalah menyangkut penggunaan gadget yang berlebihan. Gadget selain digunakan untuk PJJ, oleh anak banyak diimanfaatkan bermain game online dan pornografi, akibatnya menimbulkan kecanduan.
Lebih lanjut Retno mengatakan bahwa anak-anak ini tidak hanya, membahayakan orang lain, tetapi membahayakan dirinya sendiri, untuk beberapa kasus, anak itu kalau tidak diberi Handphone, bahkan dia membentur-benturkan dengan keras kepala dianya sendiri itu ke tembok. Edukasi.sindonews.com, 24/1/2021
Banyak pihak yang menyayangkan hal ini karena menganggap abainya orangtua dalam mengawasi penggunaan gadget pada anak. Padahal anak bukan tanggung jawab orangtua semata. Tapi juga lingkungan tempat tinggal dan sekolah terutama negara yang berperan sebagai perisai generasi dari paparan konten-konten yang berbahaya.
Masalah-masalah yang timbul selama PJJ juga tak lepas dari sistem yang diadopsi negara ini. Dalam sistem kapitalisme, selama hal itu membawa keuntungan maka sah-sah saja untuk dilakukan termasuk berkembangnya industri pornografi dan game online yang sudah terbukti berdampak sangat buruk terhadap generasi. Namun kapitalisme yang berdiri di atas asas manfaat, menempatkan keuntungan materi di atas kepentingan rakyat, meski nyawa menjadi taruhannya.
Bekal Terbaik untuk Generasi Z
Ilmu sains dan teknologi tanpa dibarengi ilmu agama, ibarat sebuah pesawat yang memiliki dua sayap yang tak seimbang karena salah satunya telah rusak. Oleng kesana-kemari tak tentu arah kemudian jatuh dan hancur berkeping-keping.
Seperti itulah gambaran kondisi generasi saat ini. Banyak yang ahli di bidang sains dan teknologi tapi sangat lemah dari ilmu agama. Sehingga ilmu sains dan teknologi yang dikuasainya hanya bernilai dunia semata. Bahkan tak jarang, teknologilah yang menjerumuskan seseorang ke dalam kerusakan-kerusakan.
Generasi Z bukanlah ancaman. Namun jika mereka diarahkan dengan pendidikan yang benar, maka generasi ini bisa menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban yang gemilang. Sebagaimana generasi di masa kejayaan Islam. Generasi terbaik yang lahir dari sistem terbaik yang pernah ada. Dididik dengan kalam Ilahi. Pola pikir dan sikap yang Islami telah membentuk generasi dengan kepribadian Islam yang baik.
Sebagaimana ungkapan Imam Syafi'i, "Sesungguhnya, pemuda dapat dinilai dari ilmu dan takwanya."
Menyandingkan ilmu dan takwa adalah bekal terbaik untuk para generasi saat ini. Karena bermodalkan ilmu pengetahuan saja, tentu belum cukup untuk menghadapi tantangan zaman yang ada.
Bekal ini hanya ada pada
sistem pendidikan Islam yng ditopang oleh tiga pilar yaitu keluarga, masyarakat dan negara. Masing-masing pilar menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan amanah, ikhlas dan yakin bahwa hal ini akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah kelak.
Keluarga adalah institusi terkecil yang menjaga anak dari berbagai macam bentuk kerusakan. Dari keluargalah akan terbentuk generasi yang tidak hanya unggul dalam hal sains dan teknologi tapi juga paham terhadap agamanya. Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Institusi kedua adalah masyarakat, dengan perannya sebagai kontrol sosial. Masyarakat harus memastikan lingkungan tempat anak berada adalah lingkungan yang aman bagi mereka.
Institusi yang terakhir dan memegang peranan yang cukup vital adalah negara. Di mana negara adalah pemegang kekuasaan yang mampu melahirkan aturan yang dapat mencegah penayangan konten-konten yang berbahya bagi anak. Negara juga yang bertanggung jawab terhadap sistem pendidikan. Sistem pendidikan yang baik akan melahirkan generasi yang baik pula. Wallahu a’lam bisshawab.
Tags
Opini