Oleh : Ulli Annisa S.Pd
Jagat sosial media digemparkan dengan promosi WO Aisha Wedding. Aisha wedding dalam promosinya menawarkan jasa untuk melayani pernikahan siri dan juga poligami serta menganjurkan menikah pada usia 12 sampai 21 tahun.
Dalam halaman facebooknya aisha wedding menuliskan “Aisha Wedding percaya akan pentingnya Nikah Siri untuk pasangan yang ingin datang Bersama untuk memulai keluarga dengan berkah Allah SWT. Diatas segalanya kami dengan ketat mengikuti dan mematuhi ajaran Al-Quran sebagai kata suci Allah SWT”(Banjarmasin Post, 11 Februari 2021)
Akan tetapi terdapat beberapa kejanggalan atas publikasi WO tersebut. Pakar medsos menyatakan bahwa situs Aisha Wedding baru berusia satu hari. Serta dalam selebaran publikasinya juga tidak dicantumkan alamat serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Dapat disimpulkan bahwa keberadaan Aisha Wedding tidak jelas keberadaannya baik secara offline maupun online. (Detik.com, 11 Februari 2021)
Nasi sudah menjadi bubur. Sekalipun situs tersebut tidak dapat diakses isu ini sudah memancing berbagai macam respon. Sebagai contoh komnas perempuan dan LSM perlindungan anak melaporkan penyelenggara Aisha Wedding. Bahkan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyatakan bahwa promosi tersebut menimbulkan keresahan dan amat sangat mempengaruhi setting pemikiran kaum muda untuk melakukan nikah secara siri dan menikah di usia dini.
Pernyataan tersebut diikuti dengan massifnya upaya pemerintah serta Lembaga terkait untuk melakukan sosialisasi pencegahan perkawinan anak serta menolak nikah siri yang dianggap sebagai pelanggaran dalam kesetaraan gender. Aisha Wedding juga dinyatakan telah melanggar UU Perlindungan Anak dan diminta oleh kementrian PPPA untuk diusut secara tuntas oleh kepolisian (Banjarmasin Post, 11 Februari 2021)
Menuduh Syariat Islam
Ibarat binatang buas menemukan mangsa. Isu Aisha Wedding segera “dicaplok” oleh para aktivis yang selama ini senantiasa mengkaitkan antara permasalahan yang menimpa perempuan dan anak dengan syariat islam. Syariat Islam dituduh melakukan diskriminasi kepada perempuan dan anak dengan adanya aturan mengenai pernikahan, poligami, aturan menutup aurat , warisan dll. Polemik Aisha Wedding seakan akan menjadi momentum untuk kembali menyerang Syariat Islam dan kembali mengkampanyekan sekulerisme ditengah-tengah masyarakat. Inilah bahaya yang mesti dicounter oleh kaum muslim.
Tuduhan Salah Alamat
Tuduhan membabi buta terhadap Syariat Islam hakikatnya menunjukan bahwa permusuhan atas Islam nyata adanya. Buruk dimuka cermin dibelah, peribahasa yang tepat menggambarkan para oknum anti syariat getol menuduh Islam. Jika objektif dalam menganalisis akar masalah yang menimpa perempuan dan anak akan ditemukan bahwa sekulerisme dan kebebasan yang mereka kampanyekan adalah biang keladi atas permasalahan yang bertubi-tubi menimpa perempuan dan anak. Tengok saja, satu sisi menolak nikah muda akan tetapi tidak menyoal seks bebas. Poligami ditentang kumpul kebo tak mengapa.
Dalam sejarah penjang perjalanan aturan Islam diterapkan, maka akan ditemukan bahwa tuduhan para oknum anti syariat tersebut tidak terbukti. Islam dengan aturannya bahkan amat sangat menghormati serta melindungi perempuan dan anak secara khusus.
Aturan berkenaan menutup aurat, aktivitas luar rumah, bahkan aturan berkaitan dengan kehidupan pernikahan pun diatur sedemikian rupa. Mengenai nikah muda maka Islam pun memiliki pandangan bahwa tidak ada batasan usia, asalkan mampu bertanggung jawab atas segala kewajiban yang terkandung dalam ikatan pernikahan. "Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menenteramkan mata dan kemaluan. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya.” (HR Bukhari No. 4479)
Pun poligami yang merupakan bagian dari Syariat Islam hukumnya adalah boleh. Islam memandang bahwa poligami adalah alternatif dalam upaya mencegah laki-laki tidak terjerumus dalam perzinahan. Maka dapat disimpulkan bahwa aturan Islam merupakan upaya preventif mencegah manusia terjerumus dalam kerusakan pun Islam juga memiliki upaya kuratif jika terjadi pelanggaran.
Kaum muslim mesti waspada atas upaya mendiskreditkan Syariat Islam. Berbagai cara dilakukan agar kaum muslim anti kepada syariat Islam dan menjadikan sekulerisme sebagai the way of life. Na’udzubillah
Tags
Opini