Kisah Sedih Guru Honorer, Kapankah Berakhir?


sumber: google


Memprihatinkan. Seorang guru honorer yang mengajar di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan diberhentikan denga tidak hormat. Pasalnya sang guru tersebut dipecat oleh kepala sekolah setempat karena mengunggah foto slip gaji yang diterima sebesar Rp. 700,000, selama 4 bulan ke media sosial, padahal sang guru telah mengabdi selama 16 tahun lamanya. (PikiranRakyat.com, 12-02-2021)

Terlepas apapun alasannya mengunggah, terlihat jelas nasib guru di negeri zamrud khatulistiwa ini jauh dari kata sejahtera. Mereka sudah bertahun-tahun mengabdi sebagai pendidik generasi bangsa. Namun, pengabdian dan posisi strategis mereka selama ini nyaris tak mendapat apresiasi yang layak dari negara.

Karut marut soal nasib guru honorer ini memang sudah terjadi sejak lama. Namun negara nampak telah gagal memberi solusi tuntas atas persoalan minimnya kesejahteraan yang sejatinya memang menjadi hak setiap rakyat sekaligus menjadi tugas negara untuk memenuhinya.

Ini semakin menambah bukti mengharapkan kesejateraan tercapai dengan penerapan sistem kapitalisme sekuler adalah sebuah mimpi. Tetap hidup dalam kapitalisme hanya akan membuat para guru menderita dan terhina. Padahal guru adalah tulang punggung pendidikan nasional yang akan menentukan nasib bangsa ini di masa depan. Generasi yang akan datang sangat ditentukan peran guru dalam mendidik mereka.

Seandainya pemerintah baik di pusat dan daeraha memperhatikan peran strategis ini, tentu pemerintah tidak akan abai dalam menyejahterakan para pencetak generasi ini. Seharusnya pemerintah lebih peduli dan bersungguh-sungguh memecahkan masalah nasib para guru honorer yang tidak mendapatkan hasil sepadan dengan jasa yang sudah dicurahkan.

Guru Sejahtera dengan Islam

Berbeda dengan sistem kapitalisme sekuler, dalam sistem Islam, syariat menugaskan negara memberikan penghargaan tinggi termasuk memberikan gaji yang melampaui kebutuhan guru.

Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dari al-Wadl-iah bin Atha; bahwasanya ada tiga orang guru di madinah yang mengajar anak-anak, dan Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji lima belas dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas; bila saat ini harga 1 gram emas Rp800rb saja, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp51.000.000).

Subhanallah, dalam sistem pemerintahan warisan Rasulullah saw. yaitu khilafah, para guru akan terjamin kesejahteraannya. Ini tentu menjadikan guru bisa memberi perhatian penuh dalam mendidik anak muridnya tanpa dipusingkan lagi untuk mencari tambahan pendapatan, seperti banyak dialami guru honorer hari ini.

Ibnu Hazm dalam kitab Al Ahkaam menjelaskan, seorang khalifah berkewajiban memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat.

Jika kita melihat sejarah kejayaan Islam, maka kita akan melihat perhatian para Khalifah terhadap pendidikan rakyatnya sangat besar, demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya.

Banyak hadis Rasul yang menjelaskan perkara ini, di antaranya: “Barang siapa yang kami beri tugas melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami berikan rezeki (gaji/upah/imbalan), maka apa yang diambil selain dari itu adalah kecurangan.” (HR Abu Daud)

Barang siapa yang diserahi tugas pekerjaan dalam keadaan tidak memiliki rumah, maka hendaklah ia mendapatkan rumah. Jika ia tidak memiliki istri, maka hendaklah ia menikah. Jika ia tidak memiliki pembantu, maka hendaklah ia mendapatkannya. Bila ia tidak memiliki hewan tunggangan, hendaklah ia memilikinya. Dan barang siapa yang mendapatkan selain itu, maka ia telah melakukan kecurangan.”

Dengan demikian jelaslah, kesejahteraan guru dalam naungan Islam yang diterapkan secara kaffah sangat dijamin. Selain mereka mendapatkan gaji yang sangat besar, mereka juga mendapatkan kemudahan mengakses sarana-prasarana untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya.

Hal ini akan menjadikan guru bisa fokus menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban agung dan mulia.

Hanya dengan mengikuti jejak para khalifah dalam kekhilafahan Islam problematik pendidikan, termasuk mewujudkan kesejahteraan guru, dapat terwujud dengan baik dan sempurna. Derita para guru pun niscaya akan berakhir.  


Ruli Ibadanah NF, SP. (Pemerhati Pendidikan dan Anggota menulis Kreatif)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak