Oleh : Tita Rahayu Sulaeman
(Pengemban Dakwah)
Jurang Ketimpangan Sosial
Orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin miskin. Demikianlah istilah yang sering kita dengar, mengingat realita yang terjadi di masyarakat. Sebagian orang merasakan berbagai kesulitan hidup, bahkan untuk mengisi perut kosong dengan makanan pun mereka tak mampu. Sementara sebagian lain, berlomba-lomba memenuhi nafsu dunianya. Sebagian orang hidup dalam rumah yang tak layak, bahkan tak memiliki tempat untuk tinggal. Sementara di sekitar mereka gedung-gedung pencakar langit semakin menjulang tinggi. Bangunan mewah diperjualbelikan atas nama investasi meski bukan untuk mereka tinggali. Inilah jurang ketimpangan sosial yang bisa kita lihat terutama di kota-kota besar.
Pandemi menghantam kehidupan manusia. Ekonomi beberapa negara porak poranda. Tidak terkecuali Indonesia. Hingga awal oktober 2020, KADIN Indonesia mencatat sudah lebih dari 6,4 pekerja di PHK. Sementara menurut data Kementrian Keuangan , kondisi pandemi telah menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran sebanyak 2,67 juta orang. Jumlah total pengangguran per bulan November 2020 mencapai 9,77 juta orang (detik.com 2/12/2020). Mereka kebingungan bagaimana mencari nafkah, sementara pemerintah dalam rangka menangani pandemi, menyeru rakyatnya untuk tetap berada di rumah. Jurang ketimpangan sosial semakin melebar.
Dana Wakaf Dikejar
Demi mengurangi kemiskinan dan ketimpangan sosial dalam masyarakat, Senin 25 Januari 2021, Presiden Joko Widodo meresmikan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GWNU) Di Istana Negara. Presiden mengharapkan, gerakan wakaf uang ini mampu diperluas cakupannya. Staff ahli keuangan Suminto menegaskan, seluruh dana wakaf yang terkumpul nantinya tidak masuk ke dalam kas negara. Seluruh dana yang terkumpul akan disalurkan ke badan-badan pengelola wakaf atau nadzir (kompas.com 30/01/2021).
Pada kesempatan yang sama, Presiden Jokowi mengungkapkan besarnya potensi wakaf di Indonesia. Potensi wakaf aset pertahun mencapai Rp 2000 trilyun. Sementara wakaf uang bisa mencapai Rp 199 triyun. Pemerintah meluncurkan Gerakan Wakaf Nasional Uang (GWNU) bertujuan tak hanya meningkatkan kesadaran mengenai keuangan dan ekonomi syariah, namun juga upaya memperkuat kepedulian dalam mengatasi kemiskinan dan ketimpangan sosial.
Kapitalisme Penyebab Kesenjangan Sosial
Akar masalah terjadinya kesenjangan sosial adalah karena sistem kapitalisme yang dianut negeri ini. Selama sistem kapitalisme masih berlaku di negeri ini, maka kesenjangan sosial akan terus ada. Dalam sistem kapitalisme, setiap individu atau perusahaan diperbolehkan memiliki kekayaan sumber kekayaan alam yang sejatinya adalah milik negara. Kapitalisme menghalalkan apapun untuk diperjualbelikan dengan memperoleh keuntungan setinggi-tingginya. Distribusi kekayaan tidak merata, hanya berputar diantara golongan konglomerat saja. Orang yang berpaham kapitalisme, akan merasa keberatan untuk membagi kekayaannya. Karena mereka hidup hanya untuk mengumpulkan materi.
Di lain pihak, golongan kurang mampu terus berkubang dalam kemiskinan. Negara gagal memenuhi kebutuhan asasi rakyatnya secara merata. Masih ada fakir miskin yang tidak mampu untuk makan, tidak memiliki rumah untuk tinggal, tidak memiliki pekerjaan, anak-anak terputus sekolah, juga memilih tidak berobat karena biaya. Kemiskinan ini bukanlah akibat kemalasan individu, namun akibat kerusakan sistemik dari kapitalisme.
Islam Mengatasi Kesenjangan Sosial
Bagi umat muslim, menunjukan kepedulian kepada sesama adalah perintah dari Allah SWT. Baik dalam bentuk zakat, sedekah, maupun wakaf. Seseorang yang sudah tertanam aqidah yang kuat pada dirinya tidak akan merasa keberatan untuk berbagi saat lapang maupun sempit. Tidak ada kerugian sedikit pun bagi dirinya, ketika mengeluarkan harta di jalan yang Allah perintahkan. Dengan sukarela, ia akan berbagi dan hanya akan mengharapkan ridho Allah SWT atas balasannya.
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)
Wakaf merupakan bagian dari syariat Islam dalam sistem perekonomian Islam. Melalui Zakat, infak, sedekah maupun wakaf kekayaan terdistribusi dengan baik dari golongan mampu kepada golongan kurang mampu. Negara yang berlandaskan aqidah Islam dapat menggunakan otoritasnya untuk menegakan syariat Islam ini. Tidak boleh ada yang menimbun harta, lahan, maupun bangunan yang tidak digunakan. Bila ada harta yang telah mencapai nasabnya, maka zakat harta wajib dikeluarkan. Dari himpunan dana umat ini, negara salurkan pada orang-orang yang kurang mampu. Bila ia tidak mampu namun memilki skill, maka negara memberikan bantuan untuk memaksimalkan skill yang dimiliki orang kurang mampu tersebut. Secara merata, orang per orang.
Namun, menghimpun dana umat bukanlah satu-satunya sumber kas negara. Negara yang berlandaskan aqidah Islam mengedepankan tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan asasi rakyatnya dengan mengeksplorasi kekayaan alam milik negara. Sangat berbeda dengan sistem kapitalisme yang menjadikan pajak dan utang sebagai sumber utama pendapatan negara. Sementara kekayaan alam milik negara boleh dimiliki oleh individu/perusahaan swasta, maupun asing. Padahal dari sana lah pontensi pendapatan terbesar bagi kas negara.
Maka bila sungguh ingin mengentaskan kemiskinan serta menghilangkan kesenjangan sosial, terapkan syariat Islam secara kaffah. Tak hanya dana wakaf yang diambil, tapi seluruh aspek kehidupan manusia diatur oleh syariat Islam. Termasuk dalam perekonomian dan pengelolaan negara. Karena syariat Islam telah terbukti mampu mengurus rakyatnya dengan baik dan mengatasi kesenjangan sosial selama 13 Abad masa Kekhilafahan Islam.
Wallahu’alam bishawab