Jilbab, Muliakan Generasi



Oleh: Endah Husna

 

          Isu "Jilbab Padang" menjadi viral saat ramai ada video di sosial media orang tua salah satu siswi non-Muslim yang keberatan putrinya "dipaksa" memakai jilbab di sekolahnya. Dialah Jeni Cahyani Hia. Ia adalah salah satu siswi non-Muslim di sekolah tersebut yang menolak mengenakan jilbab (Detik.com, 23/1/2021)

          Isu ini sampai viral hingga tingkat Nasional mengalahkan berita-berita lain yang menyesakkan dada rakyat Indonesia.  Mulai dari banjir KalSel akibat penggundulan hutan yang semena-mena, kasus korban Covid-19 yang semakin meningkat hingga tembus satu juta kasus. Isu korupsi yang semakin menjijikkan, salah satunya korupsi triliunan Dana Bansos, yang paling terbaru adalah korupsi dana BPJS Ketenagakerjaan senilai Rp 43 Triliun.

          Terkait isu jilbab Padang ini, Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang, Habibul Fuadi, sekolah di Kota Padang memang ada aturan berpakaian muslim. Namun, aturan ini dikhususkan bagi murid yang beragama Islam. Habibul menambahkan, aturan wajib jilbab tetap dipertahankan karena memiliki nilai positif. Aturan bagi siswi yang muslim itu sudah diberitahu sejak pertama masuk sekolah. Orang tua juga menandatangani persetujuan saat baru pertama kali mendaftar (Kompas.com,25/1/2021)

          Pun yang disampaikan Kepala SMK Negeri 2 Padang Rusmadi, secara keseluruhan, di SMK Negeri 2 Padang, ada 46 siswi non-Muslim, termasuk ananda Jeni. Semuanya (kecuali Jeni) mengenakan kerudung seperti teman-temannya yang Muslim. Rusmadi menegaskan pihak sekolah tak pernah melakukan paksaan apapun terkait pakain seragam bagi non-Muslim (Detik.com, 23/1/2021).

          Ini dibuktikan dengan adanya pengakuan beberapa siswi non-muslim yang mengaku tidak keberatan dengan aturan jilbab ini. Salah satunya adalah Eka Maria Putfi Waruhu, menyampaikan pakaian seperti ini ( jilbab) hanya atribut saja kok. Identitas saya sebagai pelajar SMK 2, tidak ada kaitannya dengan Iman. Eka sudah terbiasa ke sekolah dengan seragam berjilbab. Ia sudah menjalani hal itu sejak duduk di bangku kelas IV SD (Republika.com, 25/1/2021).

          Jelaslah, bahwa isu ini diangkat hanya untuk membuat Islam itu intolerasi diimata publik. Memojokkan Islam dan mempolitisi saja. Rame-rame beberapa Menteri ikut ambil suara, Mulai dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim hingga Menko Polhukam Mahfud MD juga turut bersuara.

          Padahal, pada saat yang sama, banyak kasus di dunia pendidikan yang darurat segera direspon dan ditangani secara cepat. Mulai dari berbagai masalah terkait sekolah daring ditengah pandemi ini. Hingga kasus pergaulan bebas di kalangan pelajar yang menampar dunia pendidikan, yakni dalam riset tahun lalu, sebanyak 33% remaja (termasuk pelajar), telah melakukan hubungan seks pranikah (Liputan6.com, 19/7/2019).

          Dalam kacamata Islam, jilbab sendiri adalah pakaian longgar seperti terowongan yang wajib dipakai bagi Muslimah jika keluar rumah. Sebagaimana dalam Firman Allah SWT yang artinya: “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan para wanita Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka…'” (QS al-Ahzab [33]: 59).

          Dalam ayat ini terdapat kata jalabib yang merupakan bentuk jamak (plural) dari kata jilbab. Secara bahasa, di dalam kamus Al-Muhith dinyatakan bahwa jilbab itu seperti sirdab (terowongan) atau sinmar (lorong), yakni baju atau pakaian longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutup pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung. Dalam kamus Ash-Shahhah, al-Jauhari juga mengatakan, “Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah) yang sering disebut dengan mula’ah (baju kurung/gamis/jubah).”

          Sedangkan dalil wajibnya memakai kerudung, sebagaimana dalam Firman Allah SWT yang berbunyi: " Katakanlah kepada para wanita mukmin, ‘Hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluan mereka. Janganlah mereka menampakkan perhiasan (aurat) mereka, kecuali yang (biasa) tampak pada dirinya. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada-dada mereka…’” (QS an-Nur [24]: 31.

          Dalam ayat ini, terdapat kata khumur yang merupakan bentuk jamak (plural) dari kata khimar. Khimar adalah apa saja yang dapat menutupi kepala (ma yughaththa bihi ar-ra`su) (Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, XIX/159). Dengan kata lain, khimar adalah kerudung.

          Dalam Islam, juga telah mengatur bagaimana non-muslim berpakaian. Dalam kehidupan umum, non-muslim wajib menutup aurat sebagaimana pakaian muslim. Sedang dalam masalah akidah dan pelaksanaan ibadah-ibadah mereka dibiarkan bebas menjalankannya sesuai keyakinannya.

          Fakta sejarah menyatakan bahwa sepanjang masa Khilafah, para wanita, baik muslimah maupun nonmuslimah mengenakan jilbab. Sebagian kampung yang di situ ada muslimah dan nonmuslimah, pakaian mereka tidak bisa dibedakan. Inilah hal yang bisa menunjukkan bahwa pakaian perempuan muslim maupun nonmuslim dalam kehidupan umum diatur sesuai syariat.

          Maka kenapa sekolah di Padang masih mempertahankan kebijakan ini, karena kebijakan seragam memakai jilbab dan kerudung bagi Muslimah dipandang membawa kebaikan. Disinilah hakikat kasih sayang Allah, Allah ingin muliakan perempuan Muslim dengan seperangkat aturan ini. Untuk memuliakan bukan mengekang, bukan mendiskriminasi. Bagaimana menurut Anda Wahai jiwa-jiwa yang beriman?

WalLahu a’lam bi ash-shawwab.

         

         

          

           

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak