Oleh : Yuliana
Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri soal larangan atribut sekolah keagamaan yang dikeluarkan beberapa waktu lalu, ternyata terus menuai polemik dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Ketua MUI Pusat Dr Cholil Nafis yang memberikan pandangannya. Ia melihat SKB tiga menteri itu wajib ditinjau ulang atau dicabut karena tak mencerminkan lagi adanya proses pendidikan (Hidayatullah.com 14/02/21).
Faktanya, problem akut yang mendera bangsa ini bukanlah perkara seragam. Saat ini, negeri kita masih dilanda pandemi. Sehingga, pembelajaran pun dilakukan secara daring. Lalu tiba-tiba malah ramai dipermasalahkan mengenai "Jilbab Padang". Ibarat pepatah jauh panggang dari api, antara masalah yang _urgent_ dihadapi dengan solusi yang diberikan pemerintah sama sekali tidak sinkron! Seharusnya yang perlu diperhatikan oleh para menteri terutama menteri pendidikan adalah masalah dalam proses pembelajaran di masa pandemi. Yakni, kendala jaringan, kurangnya fasilitas gadget di pelosok daerah, dan permasalahan IPTEK lainnya yang menunjang pembelajaran jarak jauh, bukan malah mempermasalahkan seragam.
Selain itu, pembelajaran jarak jauh yang dilaksanakan selama ini ternyata menimbulkan permasalahan lain seperti minimnya pendidikan karakter dan adab, pembelajaran yang tidak efekif karena hanya dilakukan melalui gadget, beban orang tua yang semakin menumpuk, hingga berimbas kepada pendapatan guru dan sekolah karena kendala ekonomi dari setiap orang tua murid. Inilah masalah utama yang dihadapi sektor pendidikan saat ini.
Dalam kasus ini, Kepala SMK Negeri 2 Padang Rusmadi mengungkapkan, secara keseluruhan, di SMK Negeri 2 Padang, ada 46 anak (siswi) non-Muslim, termasuk Ananda Jeni. Semuanya (kecuali Jeni) mengenakan kerudung seperti teman-temannya yang Muslim, dan pihak sekolah tak pernah melakukan paksaan apapun terkait pakaian seragam bagi non-Muslim (detik.com, 23/1/2021).
Dari fakta di atas, jelas tidak ada pelanggaran yang dilakukan pihak sekolah. Lantas mengapa sampai 3 Menteri turun tangan hanya untuk mengatasi kasus ini? Lagi-lagi tujuannya terindikasi hanyalah politisasi untuk memojokkan Islam dan Kaum Muslim. Hal ini semakin menegaskan bahwa Indonesia sedang mengidap Islamphobia. Karena ,di beberapa sekolah lain di Indonesia, semisal Bali, ada larangan siswi muslim memakai jilbab, tetapi mengapa hal serupa tidak diberlakukan?
Bagi seorang Muslimah kewajiban memakai jilbab itu dari semenjak menginjak usia baligh. Hal itu jelas diperintahkan oleh Allah Ta'ala dalam QS.Al-Ahzab : 59
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
Artinya :
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Jadi, jelas perintah berjilbab itu langsung dari Allah Ta'ala Sang Pencipta, bukan perintah manusia. Manusia sebagai hamba wajib mentaati perintah tersebut. Maka, salahnya di mana?
Perbuatan seorang muslim itu terikat oleh hukum syariat, di mana jaminannya surga bagi kaum muslim yang ta'at pada syariat. Maka, tetaplah ta'at pada aturan Alloh Ta'ala Al Khaliq Al Mudabbir sekalipun aturan manusia mempermasalahkan syariat. Pun, jangan pernah lelah untuk mengajarkan anak-anak muslim dalam rangka menutup aurat, baik laki-laki maupun perempuan. Sebab, tidak mungkin Allah Swt. membuat peraturan yang akan mencelakakan hambaNya.
Wallahu'alam bish shawab
Tags
Opini