Oleh Ayustiani
Kasus yang terjadi pada SMKN 2 Padang bulan Januari lalu terkait isu pemaksaan pemakaian jilbab kepada siswi non muslim kini menjadi desakan untuk membatalkan berbagai peraturan yang bersandar pada aturan agama(Perda Syariat). Namun Disamping itu pihak sekolah Kepala SMK 2 Padang mengatakan bahwa tidak ada paksaan untuk memakai jilbab "Tidak ada memaksa anak-anak. (Di luar aturan sekolah), memakai pakaian seperti itu juga adalah keinginan anak-anak itu sendiri. Kami pernah menanyakan, nyaman nggak memakainya. Anak-anak menjawab nyaman, karena semuanya memakai pakaian yang sama di sekolah ini, tidak ada yang berbeda." Jelas Rusmadi (kepala SMKN 2 Padang. Tribunnews.com). Meskipun begitu pihak sekolah tetap meminta maaf atas segala kesalahan dalam penerapan aturan dan tata cara berpakaian bagi siswi.
Sejumlah pengamat dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (24/11/2018) siang, menilai kehadiran perda berdasarkan sebuah agama memunculkan beberapa masalah, antara lain menjadi komoditas politik, berpotensi diskriminatif, dan menghilangkan kepercayaan publik.(antaranews.com)
Menurut KPAI kejadian tersebut dinilai melanggar hak asasi manusia "Aturan sekolah seharusnya berprinsip pada penghormatan terhadap HAM dan menjunjung nilai-nilai kebangsaan, apalagi di sekolah negeri. Melarang peserta didik berjilbab jelas melanggar HAM. Namun, memaksa peserta didik berjilbab juga melanggar HAM," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dikutip dari siaran persnya, Minggu (24/1/2021).(liputan6.com)
Tak hanya itu, Menteri pendidikan dan kebudayaan(Mendikbud) Nadiem Makarim juga ikut angkat bicara dan mengatakan bahwa setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, pemerintah tidak akan menolerir guru atau kepala sekolah yang melakukan tindakan intoleran serta kemendikbud akan membuka hotline pengaduan agar pelanggaran serupa tidak terjadi lagi.
Hal tersebut membuktikan bahwa demokrasi tidak memberi ruang bagi pemberlakuan syariat sebagai aturan public. Islam dikerdilkan dan hanya menjadi ajaran ritual saja (hubungan pribadi dengan Sang Pencipta) tidak ada sangkut paut nya dengan aturan bernegara.
Namun pada faktanya Islam tidak hanya mengatur urusan pribadi dengan sang penciptanya saja. Islam mengatur berbagai problematika kehidupan, mulai dari ekonomi, pendidikan hingga bernegara. Islam juga memberikan perlindungan serta keadilan kepada non muslim. Tidak ada diskriminatif dalam ajaran islam.
Dalam buku syakhsiyah umar waaruhu dalam edisi Indonesia berjudul The Great Leader of Umar bin All Khatab (kisah kehidupan dan kepemimpinan khalifah ke dua), Dr.Ali Muhammad Ash-Shalabi menulis bahwa khalifah umar pernah memiliki seorang budak laki-laki yang bernama asyiq yang beragama nasrani, ia ditawarkan untuk masuk islam dan mengurusi urusan umat muslim tetapi ia menolak tetapi Khalifah Umar bin Khatab tidak memaksa nya dan membebaskan ia (Asyiq) menjelang wafat Khalifah Umar. Tidak ada larangan non muslim untuk menyebarkan agama mereka di wiliyah mereka serta Umar bin Khatab memberikan jaminan keamanan atas diri, harta, salib dan gereja mereka.
Kebijakan yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab mencerminkan keadilan islam. Tetapi hal itu tidak bisa terwujud di dalam system hari ini. Hal tersebut hanya bisa terwujud dalam satu naungan Khilafah Islamiyah.
Wallahu’alam bishawab…