Oleh: Sri Yana
Video siaran langsung pada akun media sosial Elianu Hua yang berisi percakapan antara wali murid dengan perwakilan SMK Negeri 2 Padang mendadak viral. Pihak sekolah memanggil Elianu ke sekolah karena Jeni Cahyani Hia, anaknya, menolak mengenakan jilbab karena nonmuslim. Jeni yang duduk di kelas IX jurusan otomatisasi dan tata kelola perkantoran tersebut merasa tidak memiliki kewajiban mengenakan jilbab karena menganut agama yang berbeda. Dalam video tersebut, Eliana mengatakan anaknya cukup terganggu dengan kewajiban menggunakan jilbab.(m.antaranews.com, 26/1/2021)
Dari kasus jilbab SMKN Padang yang lahir dari keputusan Walikota setempat, akhirnya ditarik kembali menjadi desakan untuk membatalkan berbagai peraturan yang bersandar pada aturan agama.
Selain itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menambahkan bahwa hal tersebut merupakan bentuk intoleransi agama. Sehingga bukan saja melanggar peraturan UU, melainkan juga nilai Pancasila dan kebhinnekaan.
Memang apa-apa yang berbau islam selalu dipinggirkan dan dijadikan kambing hitam. Ini membuktikan bahwa sistem demokrasi kapitalisme tidak memberi ruang bagi pemberlakuan syariat sebagai aturan publik. Islam dikondisikan menjadi ajaran ritual sebagaimana agama lain.
Karena memang tanpa disadari pemikiran sekuler meracuni kaum muslim. Sehingga penguasa muslim pun mengikuti dan mendukung pemikiran Barat. Begitulah mirisnya, yang umat muslimnya mayoritas tapi disetir oleh kaum minoritas.
Padahal Islam telah mengatur kehidupan antara muslim dan nonmuslim dengan begitu indah tanpa adanya perdebatan. Saat ini, seperti mempermasalahkan seragam sekolah yang sudah menjadi aturan sekolah. Yang mengatasnamakan hak asasi manusia. Namun dipermasalahkan oleh segelintir orang, yang benci terhadap Islam. Seolah-olah Islam memaksa non muslim untuk mengenakan seragam dan berkerudung. Padahal, pihak sekolah menyatakan tidak ada paksaan bagi siswa non muslim untuk mengenakan kerudung ke sekolah.
Begitulah Islam dipermasalahkan, bagaikan nila setitik rusak sebelanga. Demikianlah perilaku para pembenci Islam, hanya karena sebuah kejadian viral di dunia maya mereka kembali menemukan realitas betapa intoleransinya Islam. Peristiwa di SMK 2 Padang melengkapi deretan tuduhan-tuduhan terhadap Islam. Karena para pembenci Islam sangat senang dan bersemangat untuk menggencarkan gerakan Islamofobia dengan memenuhi media mainstream hingga sosial media mereka seperti biasa tidak lagi mampu berpikir jernih, tidak mampu melihat realitas yang terjadi dengan baik, padahal penggunaan busana muslim dibeberapa sekolah Negeri Jiran banyak juga dicontohkan. Namun kenapa sekarang dipermasalahkan?
Sejatinya pakaian telah dicontohkan pada masa Islam, yang mana non muslim telah menaati aturan yang telah ditetapkan negara. Baik muslim dan nonmuslim mengenakan pakaian yang telah ditetapkan khalifah dengan kebijakan tertentu, yang tentu pastinya masyarakatnya patuh dengan ketentuan pakaian, misalkan meskipun non muslim tidak berjilbab dengan sempurna, namun non muslim harus menutup aurat. Oleh karenanya Islam adalah aturan yang melindungi dan menjaga baik muslim dan non muslim tanpa membedakan mayoritas dan minoritas. Sebagaimana contoh baju besi milik khalifah Ali bin Abi Thalib yang tidak dapat dibuktikan milik Ali, ketika diketemukan non muslim. Yang akhirnya menjadi milik non muslim tersebut.
Wa a'lam bish shawab
Tags
Opini