Shinta Putri (Muslimah Aktivis Dakwah)
Tragedi kembali menghampiri dunia penerbangan negeri. Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak jatuh di kawasan perairan Kepulauan Seribu, Sabtu (9/1/2021). Kecelakaan tragis ini menyebabkan seluruh penumpang dan awak pesawat meninggal. Ada empat dari 62 jenazah yang belum teridentifikasi hingga Kamis (4/2/2021). Sementara itu, 58 jenazah lainnya telah diserahkan kepada keluarga untuk dimakamkan.
Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 sudah berumur 26 tahun. Pesawat tersebut diproduksi tahun 1994. Merujuk Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) RI No. 115/2020 tentang Batas Usia Pesawat Udara yang Digunakan untuk Kegiatan Angkutan Udara Niaga, batas usia Sriwijaya SJ-182 lebih tua enam tahun dari batasan Kemenhub. Usia pesawat yang tak muda lagi diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya kecelakaan.
Sebuah peristiwa kecelakaan terjadi disamping sudah kehendak Allah SWT, tetapi ada kaidah kausalitas yakni wilayah yang dikuasai oleh manusia dengan ikhtiar pengecekan rutin kondisi pesawat layakkah untuk terbang. Kondisi alam di Indonesia yang kurang mendukung bagi jasa transportasi penerbangan, hal ini bisa menjadi ukuran yang perlu untuk diperhatikan kondisi permesinan pesawat harus betul-betul dalam kondisi baik. Menjadi salah satu bentuk kelalaian negara dalam bidang transportasi dan perhubungan, jika hal mendasar seperti di atas sedikit mendapat perhatian. Bahkan pemerintah terkesan baru bertindak jika sudah jatuh korban, sebelumnya pemerintah kurang memperhatikan kinerja setiap maskapai dan pesawat yang akan beroperasi.
Transportasi udara juga menjadi sasaran bisnis para pemilik modal karena berpotensi mendapat untung yang sebesar-besarnya. Saat pemerintah sudah membuka jalur penerbangan lagi, maka kesempatan ini digunakan untuk mengangkut penumpang demi menambal keuntungan yang hilang selama pandemi tanpa melihat kondisi kelayakan pesawat. Terlebih lagi dengan alasan meningkatkan investasi di bidang penerbangan, PM 155/2016 dicabut melalui PM 27 Tahun 2020 yang ditandatangani pada 13 Mei 2020. Dengan kata lain tidak ada lagi pembatasan batas usia pesawat untuk jenis transportasi penumpang atau niaga (aksara.co, 10/1/2021).
Negara bukan melayani rakyat tetapi malah memberi peluang besar kepada para kapitalis, tanpa memedulikan nyawa rakyat. Padahal di sisi Allah, hilangnya nyawa seorang muslim lebih lebih besar perkaranya dari pada hilangnya dunia. Sungguh miris, korban jiwa dari kecelakaan ini mencapai puluhan orang. Bagaimana kelak penguasa sekarang ini akan mempertanggung jawabkan kepada Allah SWT?
Berbeda dengan Islam
Sangat berbeda dengan sistem Islam, yaitu Khilafah. Institusi pelindung dan perisai umat. Arti sebuah nyawa sangat diperhatikan apalagi puluhan dan ratusan nyawa.
Negara dalam naungan sistem Islam akan memperhatikan betul kondisi alam dan sistem transportasi. Karena peran negara bukan hanya sebagai regulator semata, tapi negara mengambil peran sepenuhnya dalam urusan yang berhubungan dengan kepentingan umat. Sehingga sarana dan prasarana transportasi tidak mudah diprivatisasi dan dikuasai para investor.
Transportasi udara di zaman modern sangat dibutuhkan oleh rakyat, karena kondisi alam yang tidak memungkinkan jika perjalanan ditempuh dengan transportasi darat. Maka, pengecekan berkala kondisi pesawat, pembaruan pesawat yang sudah tua usianya, dan menyediakan peralatan canggih untuk mendeteksi kondisi alam wilayah yang dituju. Semua betul- betul terpantau dalam pengawasan Negara (Khilafah).
Rakyat harus segera sadar bahwa sistem kapitalisme sekarang telah membentuk penguasa yang abai kepada rakyatnya, sehingga masalah terus berulang tanpa solusi yang menenteramkan hati. Keamanan dan kenyamanan sudah tidak ada di sistem kapitalisme. Kita tidak bisa berharap banyak ada perlindungan atas keselamatan dan nyawa oleh negara.
Hanya Allah SWT sebaik-baik penolong dan pelindung. Maka jangan kita campakkan hukum aturan dari Allah SWT. Segera sadar wahai umat bahwa sistem kapitalisme batil dan tidak akan membawa kebaikan bagi kita semua, baik di dunia maupun akhirat. Wallahu a'lam bi showwab.