Oleh : Nia Amalia, Sp
Berdasarkan data Global Footprint Network tahun 2020, Indonesia mengalami defisit ekologi sebanyak 42%. Angka ini menunjukkan, konsumsi terhadap sumberdaya lebih tinggi daripada yang saat ini tersedia dan akan menyebabkan daya dukung alam terus berkurang. Beberapa kerusakan masif yang dialami Indonesia adalah karena alih fungsi lahan dan pencemaran lingkungan. Pengabaian modal alam, akan mengakibatkan ketimpangan ekonomi yang tinggi.¹
Menurut guru besar IPB University dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Prof Dr Akhmad Fauzi, dilansir dari laman IPB University, dalam merespons kebijakan saat ini, pemerintah Indonesia perlu melakukan reorientasi pengelolaan modal dalam pembangunan wilayahnya. Ditambah dengan mengembangkan faktor untuk meningkatkan kompleksitas produktivitas sumberdaya untuk meningkatkan nilai tambah sebuah produk.
Kebijakan tambang yang lebih mementingkan perusahaan tambang, seyogyanya dievaluasi kembali. Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum)/Mining Industry Indonesia (MIND ID) Orias Petrus Moedak mengusulkan izin usaha pertambangan (IUP) berlaku seumur tambang. Menurutnya, hal ini bakal memberikan kepastian usaha bagi para penambang.
Ketika SDA dikelola oleh negara secara amanah, dengan pengaturan berdasarkan syariat Islam. Maka tidak akan ada defisit ekologi seperti yang terjadi saat ini. Bencana ekologi lebih disebabkan karena pengelolaan SDA yang eksploitatif.
Pengaturan Sumber Daya Alam dalam Islam
Sumber daya alam (SDA) adalah potensi sumber daya yang terkandung di dalam bumi, air, maupun di udara. Di dalam al-Qur’an disebutkan bumi sebagai tempat tinggal manusia, langit sebagai atap dan air hujan yang turun serta buah-buahan sebagai rezki untuk manusia.
SDA berfungsi sebagai sarana untuk menunjang kehidupan manusia di dunia sekaligus menjadi sumber penghidupan mereka. Untuk barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas maka individu tidak boleh menguasainya sebab barang tambang tersebut termasuk harta milik umum dan hasilnya masuk dalam kas Baitul Mal. Rasulullah bersabda, “Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal; air, padang dan api” (HR Abu Dawud). Hadis ini juga menegaskan yang termasuk harta milik umum adalah SDA yang sifat pembentukannya menghalangi individu untuk memilikinya.
Rasulullah SAW pernah mengambil kebijakan untuk memberikan tambang kepada Abyadh bin Hammal al-Mazini. Namun kebijakan tersebut kemudian ditarik kembali oleh Rasulullah setelah mengetahui tambang yang diberikan Abyadh bin Hammal laksana air yang mengalir.²
Penyerahan SDA kepada asing akan memicu permasalah besar untuk negara dan masyarakat. Selain kerusakan lingkungan, disisi lain, kas negara juga terus menerus defisit. Kebangkitan ekonomi harus segera ditempuh. Indonesia harus berbenah diri. Berbenah dari seluruh penguasaan SDA dari negara luar. Itu hanya bisa dilakukan dengan mengambil syariat Islam secara kaffah. Syariat Islam dalam bingkai daulah khilafah Islam. Wallahu a'lam bisshowab.
1.https://m.mediaindonesia.com/humaniora/383985/waduh-defisit-ekologi-indonesia-mencapai-42
2. https://muttaq.in/sumber-daya-alam-di-era-khilafah/