Oleh: Sulistiana, S.Sn
Seseorang yang beragam Islam sudah selayaknya mengetahui, mempelajari dan mengamalkan syariah Islam dalam kehidupannya sehari-hari. Permasalahannya ternyata masih banyak diantara kaum Muslimin yang tidak mengetahui apa dan bagaimana Islam itu. Banyak dikalangan kaum Muslimin yang menganggap Islam adalah agama ritual yang mengatur hubungan pribadi dengan Allah SWT saja, cuma sebatas masalah ibadah ruhiyah saja. Ternyata Islam tidaklah sesederhana itu, karena Islam mempunyai makna yang sangat luas yang mencangkup segala hal.
Islam adalah Agama yang Sempurna
Islam menurut hukum Syara’ adalah agama yang diturunkan Allah kepada Muhammad SAW dengan Al-Qur’an sebagai wahyunya, yang di dalamnya mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan mengatur hubungan mausia dengan manusia lainnya.
Islam satu-satunya agama yang benar karena sesuai dengan akal dan fitah manusia. Sesuai dengan akal karena bisa dijelaskan dengan mudah dan gamblang bahwa Al-Khaliq itu adalah Allah. Manusia bersifat terbatas, lemah, serba kekurangan, membutuhkan yang lain, disebut sebagai makhluk. Segala sesuatu yang terbatas pasti diciptakan oleh sesuatu yang lain (azali/kekal dan wajibul wujud), yaitu Al Khaliq (Sang Pencipta). Siapa saja yang memiliki akal akan mampu membuktikan adanya Al-Khaliq hanya dengan memperhatikan benda-benda yang ada disekitarnya melalui panca indranya. Dan Allah telah memerintahkan kita agar menggunakan akal kita untuk membuktikan adanya Allah sebagai sang Pencipta. Mengakui adanya Al-Khaliq, Allah menurunkan aturan berupa perintah dan larangan kepada umat manusia sesuai fitrahnya. Allah menciptakan manusia seperangkat dengan naluri-nalurinya (gharizah); naluri untuk melestarikan keurunan (gharizah nau), naluri untuk mempertahankan diri (gharizah baqo’), dan naluri untuk mensucikan sesuatu (naluri tadayyun) yang butuh pemenuhan dengan cara yang ahsan/baik yaitu sesuai dengan hukum Syara’.
Manusia hidup di muka bumi diarahkan untuk menjadi hamba-Nya yang taat, ini dibuktikan dengan firman Allah dalam al-Qur’an, juga dalam penciptaan manusia pertama yang diturunkan oleh Allah ke muka bumi adalah seorang nabi. Hal ini tentu disengaja oleh Allah untuk membimbing umat dengan bekal penting dari Tuhan, yaitu syariat dan agama. Syariat semua nabi mempunyai inti yang sama, yakni bertauhid menyembah kepada Tuhan Yang Satu, yaitu Allah. Sejalan dengan perkembangan waktu, maka permasalahan manusia datang silih berganti dan bahkan semakin meningkat. Untuk itu, Allah SWT selalu mengutus nabi-nabi-Nya yang datang silih berganti, dengan bekal dan kemampuan sesuai dengan kondisi dan keperluan dalam menghadapi umatnya. Rangkaian nabi-nabi ini ditutup oleh Nabi Muhammad. Rasul-Rasul yang Allah turunkan juga berkembang dari waktu ke waktu, hingga akhirnya mencapai tahap kesempurnaan. Bahwa agama-agama yang dibawa oleh para nabi, dari Adam AS adalah juga agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Artinya, agama-agama yang dibawa oleh para nabi pada dasarnya adalah satu, yaitu agama tauhid (Islam).
Semua ulama bersepakat, bahwa rangkaian nabi-nabi berakhir pada Nabi Muhammad. Beliau adalah nabi dan rasul penutup sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah di dalam kitab suci al-Qur’an. Keyakinan ini berimplikasi kepada keyakinan lainnya bahwa rentetan wahyu yang Allah turunkan sejak Nabi Adam juga berakhir pada Nabi Muhammad. Dan ini masih mempunyai implikasi selanjutnya, yaitu bahwa agama yang berevolusi berakhir dengan mengambil bentuk agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad, yaitu agama Islam. Agama yang paling memadai dan sempurna.
Islam sempurna karena aqidahnya yang semakin kokoh pada konsep tauhid dan juga didukung dengan syari’ah yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Syari’at Islam berbeda dengan syari’at yang Nabi dan Rasul sebelumnya, sehingga Islam hadir sebagai pelengkap sebelumnya. Inilah nikmat dari Allah SWT sebagaimana firman Allah dalam QS. Al- Maidah : 3, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu...”
Islam sebagai Agama Politik
Islam adalah agama universal, meliputi semua unsur kehidupan. Tidak ada yang namanya pemisahan antara agama dan politik, karena politik bagian dari risalah Islam yang sempurna. Seperti ungkapan bahwa tidak ada kebaikan pada agama yang tidak ada politiknya dan tidak ada kebaikan dalam politik yang tidak ada agamanya.
Dalam bahasa Arab, Politik dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah. Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi rakyatnya, mengaturnya, dan menjaganya. Dengan demikian, politik merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib) terhadap semua urusan umat. Jadi politik adalah Ri’ayatus syu’unil ummah yaitu memelihara dan mengurusi semua urusan umat.
Dalam Islam, politik mendapat kedudukan dan tempat yang hukumnya bisa menjadi wajib. Para ulama kita terdahulu telah memaparkan nilai dan keutamaan politik. Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa Dunia merupakan ladang akhirat. Agama tidak akan menjadi sempurna kecuali dengan dunia. Memperjuangkan nilai kebaikan agama itu takkan efektif kalau tak punya kekuasaan politik. Memperjuangkan agama adalah saudara kembar dari memperjuangkan kekuasaan politik (al-din wa al-sulthon tawamaan). Dari pandangan Al-Ghazali itu bisa disimpulkan bahwa berpolitik itu wajib karena berpolitik merupakan prasyarat dari beragama dengan baik dan nyaman. Jadi benar, Islam adalah agama politik.
Islam adalah satu-satunya agama yang sangat peduli pada politik. Namun, bukan politik sebagai tujuan, melainkan politik sebagai sarana mencapai tujuan yang lebih tinggi, lebih agung, dan lebih mulia, yaitu kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
Dalam kaitan inilah ada kaidah ushul fiqh yang menyebutkan “Ma la yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajib” (Jika ada satu kewajiban yang tidak bisa dilaksanakan kalau tidak ada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain wajib juga diadakan/ dipenuhi). Dengan kata lain, “jika kewajiban mensyiarkan nilai kebaikan Islam tak bisa efektif kalau tidak berpolitik, maka berpolitik itu menjadi wajib pula hukumnya.” Inilah yang menjadi dasar, mengapa sejak awal turunnya Islam, muslimin itu sudah berpolitik, ikut dalam kegiatan bernegara, bahkan mendirikan Negara, dan Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin serta para pemimpin Islam terdahulu telah membuktikannya.
Realitas Kehidupan Saat Ini
Sistem pemerintahan yang dianut oleh negara saat ini adalah Sistem kapitalisme-sekuler. Sistem yang menampikkan peran agama dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Aturan yang dipakai dibuat berdasarkan akal pikiran manusia yang membebaskan semua hal dan tentu saja aturan ini juga dibuat berdasarkan kepentingan dari kelompok atau golongan tertentu, bukan demi kepentingan umat.
Jika melihat realitas kehidupan hari ini yang bernafaskan Selulerisme, adalah suatu hal yang wajar jika syariat Islam yang diambil hanya yang bersifat pribadi dan keluarga, juga yang memiliki nilai finansial tertentu seperti zakat, haji dan wakaf karena dalam kapitalisme asas yang dipakai adalah asas manfaat yang berorientasi pada materi.
Ketika syariat Islam membahas tentang kewajiban menutup aurat bagi para perempuan muslimah, hal ini dianggap bentuk intoleran seperti kasus “Jilbab Padang” beberapa waktu yang lalu yang terjadi di salah satu sekolah negeri di kota Padang, Sumatera Barat. Bahkan isu ini menjadi isu nasional yang mengalahkan isu-isu besar seperti kasus korupsi Dana Bansos, korupsi Dana BPJS Ketenagakerjaan, isu banjir yang melanda beberapa wilayah negeri yang dianggap sebagai rutinitas yang melanda negeri ini ketika musim penghujan tiba. Ketika ada masyarakat berhijrah dengan menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, seperti pemuda yang hapal Al-Qur’an, jenggotan dan bercelana cingkrang serta rajin ke masjid dianggap radikal dan calon teroris. Stigma negatif dan terkesan mengkriminalisasikan ajaran Islam langsung keluar menyeruak di tengah-tengah masyarakat dan menjadi sebuah opini yang terus menerus digulirkan sehingga membuat masyarakat terutama kaum Muslimin akhirnya menjadi takut dengan syariat Islam.
Kemudian sikap tidak mau menerima dan cendrung memusuhi mereka yang berkomitmen dalam dakwah Islam dan menyerukan syariah Islam secara kaffah juga dianggap intoleran dan radikal, sering memojokkan ajaran Islam dan mengkriminalisasikan para ulama dan aktivis Islam yang tidak sepaham.
Sedangkan syariah Islam yang dianggap bisa menguntungkan negara maka boleh diambil seperti masalah wakaf yang baru-baru ini diluncurkan pemerintah melalui Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU).
Syariah Islam dianggap sebagai prasmanan siap saji yang bisa dipilih sesuai selera, yang tidak suka tinggalkan saja. Dalam pandangan Islam, hal semacam ini tentu saja keliru. Islam adalah agama yang sempurna, pilah pilih penerapan hukum Islam yang hanya berorientasi pada asas manfaat saja tidak dibenarkan. Penerapan Islam secara total adalah sebuah kewajiban dan akan membawa pada kemaslahatan, karena Islam adalah solusi atas setiap persoalan yang ada.
Dengan demikian penerapan Islam kaffah tidak cukup hanya menerapkan syariah Islam dalam sebagian aspek kehidupan tertentu dan meninggalkan sebagian yang lainnya. Maka wajib menerapkan Islam secara keseluruhan tanpa terkecuali. Baik syariah Islam yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, mengatur hubungan manausia dengan dirinya sendiri dan juga mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lainnya.
Indahnya Kehidupan dalam Bingkai Islam Politik
Kehidupan masyarakat yang dulu pernah ada dalam naungan daulah khilafah Islam telah banyak ditemukan dalam cacatan sejarah bahwa kehidupan seluruh warga negaranya sejahtera, aman, rukun dan damai baik kaum Muslim maupun non Muslim. Saat itu yang tinggal dalam daulah Islam bukan cuma kaum Muslim saja, tetapi ada kaum Yahudi, Nasrani, dan juga Majusi. Mereka semua mendapat perlakuan yang sama oleh daulah Khilafah. Yang non Muslim tetap diperbolehkan dan diberi kebebasan untuk menjalankan aqidah dan beribadah sesuai dengan keyakinan mereka.
Dalam catatan sejarah pada masa kehidupan dalam daulah Khilafah di berbagai lini kehidupan seperti dalam bidang ekonomi, para suami dan laki-laki dijamin oleh negara untuk mendapatkan pekerjaan dalam rangka memenuhi kewajiban mereka mencari nafkah untuk keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggunan mereka. Negara akan memberikan bantuan berupa tanah secara gratis untuk mereka kelola dan akan memberikan modal secara gratis pula untuk memulai usaha mereka. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, semua rakyat daulah sudah tidak ada lagi yang mau menerima zakat karena kehidupan mereka sudah sejahtera. Kas negara berlimpah ruah, sampai-sampai siapa saja yang punya hutang pada saat itu dilunasi oleh negara. Bahkan ditawarkan kepada para pemuda yang sudah siap untuk menikah agar segera menikah dan biaya pernikahannya ditanggung oleh negara.
Di bidang pendidikan, para pelajar menuntut ilmu dengan gratis, semua sarana dan prasarana pendidikan disediakan oleh negara mulai dari gedung, perpustakaan, laboratorium dan sebagainya. Bahkan pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Umar Bin Khaththab gaji seorang guru sangat tinggi yaitu dibayar dengan 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas) atau setara dengan 30-an juta rupiah dengan kurs sekarang. Banyak ilmuan yang lahir pada masa daulah khilafah ini seperti Al-khawarizmi orang pertama yang menyusun al Jabar, Jabir bin Hayan ahli kimia yang terkenal, Al-Biruni orang yang meletakkan sebuah teori sederhana guna mengetahui volume dari lingkungan geologis, Ibnu Sina seorang filsuf, ilmuan dan dokter, serta banyak lagi yang lainnya.
Di bidang kesehatan pun sama, semua biaya dan fasilitas yang menunjang untuk keperluan kesehatan masyarakat disediakan gratis oleh negara.
Bahkan daulah Khilafah menjamin keselamatan jiwa setiap warga negaranya baik kaum muslim maupun non muslim, karena nyawa setiap warga negara begitu berharga. Dalam Islam, hilangnya nyawa seorang kaum muslim itu lebih berharga dari pada hancurnya dunia dengan segala isinya. Akan berlaku qishos bagi siapa saja yang berani menghilangkan nyawa manusia yang lainnya. Termasuk juga akan ada diyat (denda) yang berlaku terhadap seseorang yang membuat cacat orang lain. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i dikatakan bahwa dalam jiwa itu ada diyat sebesar 100 ekor unta, 40 ekor dalam keadaan hamil dan 60 ekornya lagi tidak.
Bisa dibayangkan betapa indahnya hidup berada dalam naungan daulah Khilafah, semua lini kehidupan dijamin oleh negara yang di dalamnya menggunakan Islam sebagai ideologinya dan syar’iat Islam diterapkan secara sempurna atas seluruh negerinya. Kemaslahatan yang didapatkan ketika syariat ini diterapkan, tidak cuma untuk kaum Muslimin saja tetapi juga membawa kemaslahatan bagi seluruh umat manusia.
Beberapa orang tokoh Barat non muslim pun mengakui akan keunggulan dan keagungan dari kehidupan sistem Islam dalam naungan daulah Khilafah yang pernah menguasai dunia selama 13 adab. Salah satunya adalah yang bernama Napoleon Bonaparte yang merupakan seorang kaisar Prancis (1804-1814) mengatakan, “Saya percaya apabila Muhammad SAW memegang pucuk pimpinan dunia modern ini, Muhammad SAW akan membawa kedamaian dan kebahagiaan yang dihajatkan oleh segenap manusia. Saya telah meramalkan bahwa agama yang dibawa Muhammad SAW patut diterima oleh Eropa Sekarang.”
Wallahu a’lam bishawwab
Tags
Opini