Guru Non Muslim Boleh di Madrasah, Belenggu Moderasi Mendangkalkan Aqidah



Oleh : Fani Ratu Rahmani (Aktivis dakwah dan Penulis)

 

Kebijakan penempatan guru non muslim di sekolah madrasah menuai kontroversi. Ya, isu ini dimulai dari penempatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh salah satu guru beragama Kristen di sebuah Madrasah Aliyah Negeri di Tana Toraja. Sempat membuat heboh, karna pasalnya madrasah memang sekolah Islam yang selama ini tenaga pendidiknya juga beragama islam.

Namun, ternyata kebijakan ini tidak dipandang keliru oleh kementerian agama. Analis Kepegawaian Kementerian Agama (Kemenag) Sulsel Andi Syaifullah mengatakan, kebijakan penempatan guru beragama kristen di sekolah islam atau madrasah sejalan dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia. Tentang pengangkatan guru madrasah khususnya pada Bab VI pasal 30.

Dikatakan standar kualifikasi umum calon guru madrasah (khususnya pada poin a), yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan tidak disebutkan spesifikasi agama khusus. Sehingga Menurut Andi, tidak ada yang perlu dipermasalahkan dari penempatan ini.

Begitupula menurut Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Kementerian Agama, Muhammad Zain menegaskan guru non muslim tak melanggar aturan untuk mengajar di madrasah. Bahkan, ini memang sesuai dengan program kementerian agama untuk menciptakan moderasi agama. Yang mana menurut kamus moderasi, Islam tidak boleh eksklusif, harus inklusif.

Agenda moderasi memang terus diaruskan di tengah masyarakat. Dan moderasi tentu menyasar Islam sebagai agama yang mayoritas dianut masyarakat, hanya saja dianggap berbahaya jika dipeluk erat oleh umatnya. Oleh sebab itu, memposisikan Islam sama seperti agama lainnya  akan terus diupayakan oleh rezim, dan upaya menjauhkan umat dari Islam juga terus dilakukan.

Moderasi Islam hakikatnya adalah agenda pesanan Barat untuk menjauhkan umat dari Islam ideologi. Mengiringi agenda perang melawan terorisme dan deradikalisasi yang dideraskan di seluruh dunia di bawah komando negara-negara adidaya yang eksistensinya terancam apabila terwujud kebangkitan Islam.

Dalam isu penempatan guru non muslim ini, tentu akan membahayakan generasi. Keberadaan guru di sebuah Madrasah bukan hanya sekedar simbol tenaga pendidik. Meskipun pemerintah berdalih bahwa guru non muslim hanya sebagai pendidik umum, tapi tetap saja memberikan pengaruh bagi pembentukan kepribadian generasi. Dan juga menjadi dalih bagi masyarakat untuk memaklumi moderasi hingga pluralisme.

Dan tentu kita seharusnya semakin sadar bahwa sistem pendidikan saat ini bukan hadir untuk membentuk kepribadian generasi yang beriman dan bertaqwa. Sistem yang berasaskan Sekulerisme ini jelas memarjinalkan Islam untuk turut mengatur dalam urusan pendidikan. Agama dipisahkan dari kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Lantas, generasi yang terbentuk tentu tidak jauh dari asas yang ada yaitu generasi yang sekuler-liberal.

Memang patut dipahami pula, bahwa Sekulerisme memandang guru hanya sekedar transfer ilmu saja. Sehingga, orientasi dari kehadiran guru yakni untuk mendidik pribadi generasi tidak diindahkan. Oleh sebab itu, comot sana-sini tanpa memperhatikan agama juga dibiarkan dalam sistem pendidikan ini. Padahal ini akan membuahkan pendangkalan akidah generasi muslim, semakin jauh dari Islam.

Harus dipahami bahwa peran guru dalam Islam bukan sekadar memberikan ilmu. Guru bukan cuma mengajar, guru itu digugu dan ditiru. Guru memberi teladan bagi muridnya. Guru juga menanamkan aqidah yang shahih, membentuk sikap generasi layaknya muslim. Inilah yang disebut guru menanamkan kepribadian.

Dan islam tidak membedakan antara ilmu agama dengan ilmu umum, meskipun Islam memang mengakui adanya ilmu yang sifatnya teknis dan bebas nilai. Seperti ilmu terkait cara meningkatkan produksi, ilmu teknik kedokteran, astronomi (bukan astrologi), ilmu tentang kerajinan tangan, dan lain-lain.

Hanya saja, keberadaan ilmu tersebut dan diajarkan tentu tanpa tidak dipisahkan dari aqidah Islam. Sehingga ilmu umum pun secara integral juga menanamkan kepribadian bagi generasi. Ilmu ini diberikan untuk kemaslahatan umat dan dalam bingkai Islam. Lantas, bagaimana mungkin guru non muslim mampu menggambarkan pola pemikiran demikian?

Sehingga dalam sistem pendidikan Islam, Islam memperhatikan dengan benar mulai dari asas, kurikulum pendidikan, metode pembelajaran, materi ajar, hingga tenaga pendidik yang menjadi input bagi kualitas pendidikan. Untuk menghasilkan output generasi khoiru ummah tentu banyak elemen yang perlu dikembalikan pada Islam, termasuk tenaga pendidik yang kualifikasinya sesuai perspektif Islam, bukan ide yang lain.

Dan perubahan elemen secara sistematis ini hanya bisa terwujud jika sistem pendidikan diganti secara menyeluruh. Tentu tidak mampu, jika guru yang faqih terhadap Islam saja yang turut mencetak output generasi berkualitas. Butuh elemen lain yang secara integral saling mempengaruhi. Disinilah kebutuhan umat untuk kembali pada Islam Kaffah, kembali pada daulah khilafah Islamiyyah. Hanya khilafah yang menjaga generasi dari pendangkalan akidah dan juga menghapuskan agenda moderasi di dunia.

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak