oleh Sumiati
(Pendidik Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif)
Peribahasa mengatakan, guru digugu dan ditiru. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Di sini, membutuhkan pengurusan terhadap guru, baik moral, spiritual dan modal.
Dilansir oleh PojokBandung.com, (29/01/2020), Hingga tahun 2021, Pemerintah Kabupaten Bandung kekurangan ribuan tenaga pendidik baik untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP). Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bandung, Yayat Sumirat mengaku terkejut dengan jumlah kekurangan guru di Kabupaten Bandung, yang mencapai angka 7.221 untuk guru SD dan 1.139 untuk guru pendidikan agama. Jumlah tersebut belum mencangkup kekurangan guru ditingkat SMP.
Yayat mengungkapkan bahwa dari Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Badan Kepegawaian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) sudah mengusulkan perekrutan tenaga kerja kesehatan dan guru sebanyak 1.780 orang. Hal tersebut berdasarkan program satu juta guru yang dicanangkan oleh pemerintah pusat.
“Kami akan mengawal dan melakukan koordinasi ke komisi X DPR RI termasuk juga ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (RB), untuk mengatasi masalah kekurangan daripada guru ini. Minimal dari usulan 1.780 ini, ya jangan banyak di kurangi,” ujar Yayat di Soreang, Jumat, (29/01/2020).
Fakta kekurangan guru di kota Bandung, sebenarnya tidak heran. Karena peminat menjadi guru itu menurun. Akibat tidak adanya apresiasi dari penguasa perihal perjuangan mereka. Sulitnya menjadi guru tetap, terlalu banyak guru yang hanya menjadi guru honorer, padahal kemampuan mendidik tak diragukan lagi. Namun, kondisi mereka diabaikan begitu saja. Bahkan ketika menerima gaji pun jauh dari layak. Baik dari nominal maupun cara pembayarannya, yang sering ditunda hingga berbulan-bulan. Hal ini makin mengikis niat masyarakat untuk menjadi guru. Sebagai guru, jika dahulu diidamkan. Tetapi kini tak lagi menggiurkan.
Ditambah lagi dengan jumlah populasi manusia yang terus meningkat. Banyak berdiri sekolah-sekolah. Hal ini makin memicu membutuhkan banyak guru. Sementara makin banyak pula guru yang beralih profesi mencari pekerjaan lain, yang bisa mendatangkan pundi-pundi rupiah yang lebih. Tidak dapat dipungkiri, walaupun para guru ikhlas mendidik generasi, tetapi kebutuhan hidup mereka pun harus dipenuhi. Waktu dan tenaga sudah tercurah di sekolah. Seharusnya negara memperhatikan kondisi ekonomi mereka. Sehingga para guru tenang dalam mendidik generasi. Bukan hanya dituntut loyalitasnya sebagai guru, tetapi wajib dipenuhi kebutuhan hidupnya.
Bagaimana sistem Islam menghargai seorang guru? Sebagai perbandingan, Imam Ad Damsyiqi menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa, di Kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak.
Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan, itu artinya gaji guru sekitar Rp 30.000.000. Tentunya ini tidak memandang status guru tersebut PNS atau pun honorer. Apalagi bersertifikasi atau tidak, yang pasti profesinya guru.
"Tidak heran di masa Khilafah dijumpai banyak generasi cerdas dan salih. Selain itu, berbagai fasilitas pendukung pendidikan dapat dinikmati tanpa beban biaya yang besar."
Kenapa bisa seorang guru memiliki gaji sebesar itu? Mungkin orang awam akan berpikir bahwa hal tersebut mustahil. Dalam pemahaman pragmatis, setiap yang bermutu pasti mahal. Tapi, tidak bagi sistem khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kafah (total). Hal tersebut terbukti selama 13 abad mampu menjamin kesejahteraan guru dan murid.
"Inilah Islam, ketika diterapkan secara kafah maka rahmatnya akan dirasakan oleh seluruh makhluk." Selama masih diterapkannya sistem bobrok kapitalisme-demokrasi, maka tidak akan pernah merasakan pendidikan yang bermutu dan murah. "Apalagi ingin mencapai kesejahteran guru, itu adalah hal yang mustahil bagi guru honorer." Saatnya kembali pada sistem yang diturunkan Allah Swt. yaitu Khilafah 'ala minhaj an-nubuwah.
"Sistem yang dipimpin oleh seorang khalifah yang bertakwa pada Allah dan berani, menerapkan syariat Islam secara total.
Wallahu a’lam bishshawab
Tags
Opini