Oleh : Miliani Ahmad
Dalam harlahnya yang ke-95 pada 31 Januari 2021, Nahdlatul Ulama (NU) mendapatkan apresiasi positif dari Presiden Jokowi. Dalam sambutannya secara virtual, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa NU telah banyak berperan dan berkontribusi dalam memperkuat kehidupan bangsa dan memajukan peradaban dunia. Jokowi pun menilai bahwa NU juga telah berperan melawan segala bentuk radikalisme dan terorisme (cirebon.com, 31/01/2021).
Dapat dipahami apa yang dikatakan Presiden Jokowi diatas tidak berlepas dari sepak terjang Nahdatul Ulama Selama ini. Dalam kapasitas untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa, NU telah mendirikan banyak sekolah. Mulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMU bahkan perguruan tinggi. Pondok-pondok pesantrennya pun banyak berdiri hampir di seluruh pelosok negeri. Telah banyak lulusan terbaik yang dihasilkan dan meduduki posisi penting dalam masyarakat maupun pemerintahan.
Dalam sisi pembangunan, NU pun dianggap telah banyak berkontribusi. Salah satu buktinya tatkala Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar alias Gus Menteri mempercayai Fatayat Nahdatul Ulama Provinsi Maluku, untuk membantu proses pembangunan desa di provinsi tersebut.
Namun, perlu digaris bawahi pernyataan yang menyatakan NU sebagai organisasi terdepan dalam melawan segala bentuk radikalisme dan terorisme. Pernyataan yang demikian jika diperhatikan dengan seksama bisa dimaknai bahwa NU telah menjadi mitra pemerintah dan dianggap sukses dalam melaksanakan kebijakan deradikalisasi.
Sebagai organisasi Islam terbesar dan tertua di Indonesia serta basis pendukung sekitar 40 juta jiwa, NU memang memiliki posisi penting dalam dinamika keberagaman di Indonesia. Dalam membendung radikalisme, NU banyak melakukan kritik melalui forum-forum diskusi, ceramah, menulis buku, menjalankan proyek moderasi Islam nusantara dan juga bekerjasama dengan banyak pihak baik kerjasama antar lembaga, pemerintah maupun lembaga internasional. Seperti kerjasama untuk mendakwahkan Islam yang moderat melalui pertukaran pelajar dengan kerajaan Uni Emirat Arab (UEA) di awal tahun 2015 silam.
Dari berbagai respon dan aktivitas inilah semakin mempertegas peran penting NU dalam memerangi pemikiran dan gerakan yang dianggap radikal serta berpotensi menumbuhkan gerakan dan jaringan terorisme di Indonesia.
Kelompok Moderat dalam Proyek WoT
Pelibatan banyak jaringan dan organisasi di dunia sebagai mitra dalam menangani "kejahatan radikalisme" mutlak diperlukan oleh AS untuk menjalankan kebijakan War On Terorisme (WoT). Hal ini sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Rand Corporation.
Rand Corporation selaku lembaga Pusat Penelitian dan Kajian Strategis tentang Islam di Timur Tengah yang dibiayai oleh Smith Richardson Foundation dan merupakan lembaga tink tank AS, telah merekomendasikan beberapa kebijakan yang harus dijalankan untuk membendung gerakan-gerakan yang dianggap radikal (Islam politik) yaitu:
(1) Dukung kaum modernis terlebih dulu; (2) Dukung kaum tradisionalis melawan kaum fundamentalis;
(3) Hadapi dan pertentangkan kaum fundamentalis;
(4) Selektif dalam mendukung sekularis.
Dengan melibatkan kekuatan kelompok Islam moderat, AS berhasil memecah konsentrasi kekuatan umat Islam. Dalam klasifikasi dan keinginan AS, kelompok-kelompok radikalis dan fundamentalis akan selalu dihadap-hadapkan dengan kelompok tradisionalis dan modernis.
Dalam pelaksanaannya, usaha ini akan terus dilakukan baik melalui kritik-kritik atas kekerasan, radikalisme dan ekstremisme. Lalu memperlebar perbedaan antara kaum tradisionalis dan fundamentalis, cegah aliansi kaum tradisionalis dan fundamentalis serta semakin peruncing masalah khilafiyah.
Sungguh upaya ini sangat berbahaya jika dilakukan oleh kelompok ataupun organisasi Islam. Permasalahan yang dihadapi umat akan semakin melebar. Umat akan semakin terkotak-kotak dan terpecah. Umat akan saling menuduh dengan tuduhan yang sebetulnya tidak perlu dilakukan. Kesemuanya ini akan semakin membuat kesatuan umat tak pernah tercapai. Lebih menyakitkan lagi, barat melakukan hal yang demikian dengan menggunakan tangan-tangan umat Islam itu sendiri.
Sudah selayaknya umat bersatu tanpa perlu menjadi sekutu musuh. Karena narasi radikalisme tak lebih dari senjata lawan yang digunakan untuk merobek kesatuan umat. Berdirilah dengan semangat mencintai sesama saudara karena sesama muslim wajib menjaga ukhuwah.
Wallahu a'lam bishawab