Oleh: Ummu Firda
Covid 19, nama dari salah satu
virus yang sudah tidak asing terdengar di telinga. Bagaimana tidak, dalam waktu
singkat, virus ini telah berhasil memporak porandakan tatanan yang telah ada di
berbagai negara. Baik dari segi kesehatan, ekonomi, sosial dan lainnya. Begitu
pula dengan Indonesia. Negara kepulauan di Asia ini juga tak luput dari virus
covid 19. Virus yang digadang-gadang tak berbahaya di awal kemunculannya bahkan
sempat menjadi guyonan para petinggi negeri ini seakan menjadi senjata yang tak
nampak. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh para punggawa negeri pun seakan
tak mampu untuk mengekang penyebaran covid 19. Semakin hari kurva pasien
positif semakin melonjak. Hal ini berimbas di berbagai sektor. Meski new normal
telah diberlakukan akan tetapi klaster-klaster baru tetap bermunculan.
Dunia pendidikan pun tak luput
dari imbasnya. Kebijakan belajar di rumah menjadi salah satu solusi yang
diambil Indonesia. Meski banyak tantangan yang harus dihadapi semisal kurang
siapnya tenaga pendidik, keterbatasan sarana dan prasarana menjadi kendala yang
belum terselesaikan. Hal ini menjadikan para siswa kurang bisa memahami materi
yang diberikan oleh para guru. Belum juga satu masalah terselesaikan, solusi
yang diambil pun malah menambah masalah baru. Selain itu, kurangnya pengawasan
orang tua menimbulkan masalah yang lebih serius. Para orang tua tidak bisa
selalu mengawasi anak-anaknya dikarenakan harus bekerja atau pun aktivitas
keseharian lainnya, begitu pula sang anak terkadang mengerjakan tugas di rumah
tetangganya, warnet, warung wifi dan lain-lain. Dengan berbagai kecanggihan
smartphone dan di dukung dengan adanya internet membuka peluang bagi sang anak -tanpa
pengawasan orang tua- menjelajahi dunia maya menjadi semakin bebas.
Game online. Sebenarnya dua kata
ini menjadi sesuatu yang wajar-wajar saja. Di tengah kebosanan para siswa dalam
mengerjakan tugas sekolah, game online menjadi penangkalnya. Tidak jarang tugas
si anak malah terbengkalai karena keasyikan memainkan game. Lebih parah lagi,
game online sudah menjadi candu bagi para siswa. Tak jarang anak-anak
menghabiskan waktu dengan gawai di tangannya hingga berjam-jam. Akibatnya,
tugas-tugas sekolah terlalaikan, tidak jarang dari mereka yang lupa makan,
waktu tidur berkurang, aktivitas tubuh seperti olah raga, membantu orang tua
dan lainnya juga berkurang. Belum lagi apapun akan mereka lakukan agar tetap
dapat mengakses game favorit nya. Keterbatasan dana pun tak menjadi penghalang.
Bukan suatu rahasia lagi kasus
pencurian yang didasari karena membutuhkan uang agar tetap dapat bermain game
online. Tidak sedikit pula anak-anak yang berani menentang orang tuanya mulai
dari marah-marah karena dibatasi dalam penggunaan gadget, hingga yang paling
ekstrim dapat membunuh orang (seperti anak 15 tahun di China yang tega membunuh
ibunya sendiri) hingga kasus bunuh diri. Meski tidak seekstrim itu, banyak juga
dari mereka yang meniru adegan karakter kesukaannya dalam game. Selain itu,
tanpa pengawasan orang tua dengan gawai di genggaman, status siswanya pun
terlupakan. Pengaruh teman membuat mereka mulai membuka situs-situs yang tidak
seharusnya. Gambar porno, baik itu berupa iklan yang mampir lewat saat belajar
maupun situs yang dengan sengaja di datangi.
Padahal menurut Penelitian para
psikolog yang tergabung dalam American Medical Associations (AMA), ketika
bermain game online, terjadi pelepasan zat yang menimbulkan perasaan senang dan
nyaman, seperti ketika melakukan hobi yang disuka dan makan enak. Hal yang sama
juga terjadi ketika seseorang mengonsumsi narkotika dan menonton film porno.
Seharusnya negara ikut
bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak bangsa dan menjamin masa depannya.
Bukan hanya menyiapkan kurikulum yang terus berganti, bahkan guru pun ikut
kelabakan mengikuti pergantiannya. Begitu pula dengan sarana dan prasarana
dalam proses belajar mengajar. Saat ini pun banyak sekolah masih kebingungan
untuk memajukan dan menjamin kualitasnya yang tentu saja hal ini berkaitan erat
dengan pendanaan. Akibatnya, sekolah pun mencari sumber pendanaan dari para
wali murid.
Islam Dan Pendidikan
Di dalam Islam, hal seperti ini
tentu harus di tangani sedini dan secepat mungkin karena pendidikan generasi
merupakan hal utama serta urgen untuk menentukan kualitas generasi selanjutnya.
Dengan rusaknya generasi, otomatis negara pun akan semakin mudah dikuasai oleh
negara lain. Negara memiliki peran aktif dalam melindungi generasi dari
kecanduan hal semisal game online dan situs porno. Memblokir situs-situs game
dan konten pornografi bukanlah hal yang sulit. Menciptakan aplikasi, mengatasi
kendala teknis hingga memberikan sarana dan prasarana yang dapat mendukung
proses belajar mengajar. Dengan sumber daya Indonesia yang melimpah dan pengelolahan
yang tepat tentu hal ini bukanlah sesuatu yang sulit. Negara akan memfasilitasi
pendidikan para siswa dengan sungguh-sungguh sehingga akan terlahir generasi
cemerlang.
Dalam Islam, negaralah yang
berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem
pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan
kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya,
tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah.
Rasulullah saw. bersabda,
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ
عَنْ رَعِيَّتِهِ»
“Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara
dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan
rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Pendidikan dalam Islam adalah
upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk
manusia yang memiliki: (1) Kepribadian Islam; (2) Menguasai pemikiran Islam
dengan handal; (3) Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK);
(4) Memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna.
Pembentukan kepribadian Islam akan
dilakukan pada semua jenjang pendidikan yang sesuai dengan proporsinya melalui
berbagai pendekatan. Salah satu di antaranya adalah dengan menyampaikan
pemikiran Islam kepada para siswa. Berikutnya tsaqofah (pemikiran) Islam
beserta ilmu terapan dan ketrampilan akan diberikan sesuai jenjang pendidikan.
Dengan demikian, terwujud output pendidikan yang bertaqwa dan berkepribadian
Islam serta berdaya saing tinggi.
Wallahu a’lam bish-showab