Oleh: Ummu Fatimah
Beberapa waktu lalu dunia medsos
ramai memperbincangkan dinar-dirham yang tentu topik ini tidak tetiba saja muncul
di permukaan. Semua berawal ketika Bareskrim Mabes Polri menahan Zaim Saidi,
pendiri Pasar Muamalah di Depok, Jawa Barat. Zaim Saidi menjadi tersangka
setelah pemberitaan terkait koin dinar dan dirham menjadi alat transaksi
pembayaran di pasar tersebut (Jakarta, CNN Indonesia).
Terkait hal tersebut PP
Muhammadiyah mempertanyakan proses hukum terhadap aktivitas Pasar Muamalah yang
menggunakan dinar dan dirham dalam bertransaksi. Ketua PP Muhammadiyah Bidang
Ekonomi, KH Anwar Abbas, membandingkan dengan banyaknya penggunaan uang asing
termasuk dolar, dalam trasaksi wisatawan asing di Bali. “Di Bali kita lihat masih banyak
orang melakukan transaksi dengan dolar AS, tentu saja ini untuk memudahkan
transaksi terutama dengan wisatawan
asing. Tapi tentu ini tidak bisa kita terima, karena akan membawa dampak
negatif bagi perekonomian nasional," kata KH Anwar Abbas( Kumparan,
Jum'at(5/2). Menurut beliau jika transaksi menggunakan uang asing berlangsung
masif di Indonesia, maka kebutuhan rupiah tentu akan menurun. Sehingga tentu
membawa dampak yang tidak baik bagi perekonomian nasional. Karenanya beliau
memahami, mengapa UU Mata Uang mengharuskan penggunaan rupiah sebagai alat
pembayaran resmi di wilayah Indonesia. Dan karena salah satu tugas Bank
Indonesia (BI) adalah menjaga nilai tukar,
maka BI harus mengawal pelaksanaan aturan tersebut.
Namun demikian KH Anwar Abbas
menilai, bahwa transaksi yang terjadi di Pasar Muamalah Depok, tidaklah
menggunakan mata uang asing. Melainkan menggunakan dinar dan dirham yang bukan
merupakan mata uang asing, tapi berupa koin emas dan perak yang dibeli dari PT
Aneka Tambang (Persero)
Tbk (Antam) atau dari pihak lain.
Tindakan pemerintah yang telah mengkriminalisasi
transaksi dinar dan dirham sungguh telah menegaskan fobia terhadap Islam. Bukan karena ingin menertibkan
pelanggaran administrasi terkait alat transaksi dan pemerintah tidak dirugikan
sedikitpun dari aktifitas pasar muamalah tersebut.
Sungguh beralihnya umat kepada
transaksi dinar-dirham tentu
tidak lepas dari sejarah Islam yang pernah berjaya di masanya. Umat merindukan
kembali adanya tatanan kehidupan yang stabil dibidang ekonomi. Dinar dan dirham
adalah mata uang riil dan masih banyak keunggulan dari penggunaan mata uang
tersebut. Sedangkan uang kartal yang saat ini di praktekkan di berbagai negara
di dunia adalah mata uang bayangan karena nilainya ditentukan oleh kekuatan
politik dan keinginan politik. Uang kartal tentu akan dipertahankan oleh sistem
yang berkuasa saat ini yakni sistem kapitalis. Metode kapitalis hanyalah imperialisme, intervensi ekonomi bisa berjalan
dengan baik bila konsep ribawi masih eksis, dan mata uang kartal sebagai mata
uang yang diperdagangkan. Dengan dua hal ini negara kapitalis mudah melakukan
investasi kepada negara lain. Dengan demikian maka jelaslah bila dinar dan
dirham adalah ancaman serius bagi sistem kapitalis. Meskipun dinar dan dirham
baru dipergunakan dalam pasar komunitas yakni “Pasar Muamalah".
Wallahu a’lam
bish-showab