Oleh : Ana, Ibu Rumah Tangga - Pemerhati Sosial, Cipeujeuh - Kab. Bandung
Beberapa minggu terakhir publik dihebohkan dengan beredarnya isu penangkapan salah satu pegiat pasar muamalah. Menurut pemberitaan, penangkapan itu disebabkan dalam transaksinya di pasar tersebut tidak digunakan mata uang rupiah, melainkan jenis logam mulia berupa Dinar (emas) dan Dirham (perak).
Bareskrim Polri menahan pegiat gerakan Dinar-Dirham tersebut pada Selasa (2/2/2021) malam. Tersangka dijerat berdasarkan dua pasal yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu: Pasal 9 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP dan Pasal 33 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dia terancam hukuman penjara paling lama 15 tahun (Sindonews.com).
Apakah betul dasar penangkapan ini karena transaksi tersebut bertentangan dengan regulasi yang ada? Ataukah ada muatan politik tertentu? Jika yang menjadi dasar penangkapan adalah karena penggunaan mata uang selain rupiah, mengapa di beberapa tempat perlakuan yang sama tidak terjadi? Seperti kita ketahui, penggunaan mata uang asing terjadi di beberapa wilayah perbatasan, juga di daerah yang menjadi pusat wisata. Hal itu sudah berlangsung lama dan tidak ada penindakan.
Banyak anggapan negatif terkait tindakan aparat tersebut yang cenderung diskriminatif. Apalagi terdapat informasi bahwa penggunaan Dinar-Dirham tersebut dikaitkan dengan ide khilafah. Padahal wakaf, yang akhir-akhir ini dijadikan gerakan nasional oleh Pemerintah, juga terkait erat kaitannya dengan syariah dan khilafah. Demikian pula zakat. Lalu mengapa Dinar-Dirham dipermasalahkan?
Sejak Rasulullah saw. sukses mendirikan Daulah Islam di Madinah pasca hijrah, beliau menyetujui penggunaan mata uang Dinar-Dirham sebagai mata uang resmi negara. Dinar-Dirham memang telah lama digunakan oleh masyarakat saat itu.
Dinar dan Dirham memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan uang kertas fiat money.
Pertama: Dinar dan Dirham memenuhi unsur keadilan dibandingkan fiat money. Pasalnya, Dinar dan Dirham memiliki basis yang riil berupa emas dan perak. Sebaliknya, fiat money sama sekali tidak dijamin dengan emas dan perak. Nilai yang tercetak pada uang kertas fiat money tidak akan sama dengan nilai intrinsiknya. Hal ini memunculkan ketidakadilan. Pasalnya, otoritas moneter yang menerbitkan mata uang sudah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari selisih nilai nominal yang tertera dengan nilai intrinsiknya. Sebaliknya, Dinar dan Dirham jelas adil karena antara angka yang tertera dan nilai intrinsiknya sama.
Kedua: Dinar dan Dirham lebih stabil dan tahan terhadap Inflasi. Berdasarkan fakta sejarah, emas dan perak merupakan jenis mata uang yang relatif stabil dibandingkan dengan sistem uang kertas fiat money. Bagaimanapun kuatnya perekonomian suatu negara, jika sistem penopangnya menggunakan uang kertas, negara tersebut rentan terhadap krisis dan cenderung tidak stabil. Bahkan beberapa kejadian yang berkaitan dengan krisis, salah satunya dipicu karena penggunaan sistem uang kertas fiat money. Penggunaan uang kertas bisa dipastikan akan membawa rentetan inflasi. Hal ini berbanding terbalik dengan Dinar dan Dirham yang berbasiskan riil emas dan perak. Penggunaan Dinar dan Dirham akan lebih stabil karena nilai nominal yang tertera setara dengan nilai intrisiknya.
Ketiga: Dinar dan Dirham memiliki aspek penerimaan yang tinggi. Termasuk dalam pertukaran antar mata uang atau dalam perdagangan internasional. Pasalnya, Dinar dan Dirham tidak memerlukan perlindungan nilai karena nilai nominalnya benar-benar dijamin penuh oleh emas dan perak.
Berikut contoh sederhana untuk memahami keunggulan Dinar dan Dirham. Pada tahun 1800 harga emas persatu troy ons setara dengan 19,39 dolar AS. Pada tahun 2004, satu troy ons emas senilai 455,757. Dengan kata lain, selama dua abad berlalu, emas mengalami apresiasi yang luar biasa sebesar 2.250 persen terhadap Dolar.
Berdasarkan uraian di atas, sejatinya sebagai seorang Muslim terikat dengan syariah Islam sebagaimana yang telah Allah SWT perintahkan. Termasuk dalam penggunaan mata uang Dinar dan Dirham sebagai alat transaksi. Penggunaan mata uang Dinar dan Dirham sangat jelas basis dalil syariahnya dan fakta keunggulannya.
Hanya saja, penggunaan Dinar dan Dirham sebagai mata uang tentu memerlukan legalitas negara sebagai institusi yang kuat dan berdaulat. Tidak mungkin semuanya bisa dilaksanakan dengan sempurna kecuali adanya negara yang berani untuk melawan hegemoni Kapitalisme global. Negara ini harus berani berhadapan dengan negara-negara besar yang saat ini mendominasi dunia. Ini semua tentu hanya bisa diwujudkan oleh institusi Daulah Islamiyah yang pernah dicontohkan oleh Rasul saw., yang kemudian dilanjutkan oleh para Sahabat beliau dengan sebutan Khilafah Islamiyah.
Wallahu a'lam bish shawab.