Penulis: Siti Fatimah (Pemerhati Sosial dan Generasi)
Baru-baru ini terbetik sebuah kabar bahwa Indonesia mendapat pujian yaitu gelar negara paling dermawan di dunia. Tidak mengherankan karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar dan Islam memang mengajarkan umatnya untuk banyak-banyak bersedekah. Apalagi untuk mengeluarkan harta di jalan Allah SWT, tentu seorang muslim akan secara totalitas menyisihkan hartanya demi mendapatkan rahmat Allah azza Wajalla.
Sebuah badan amal Inggris yaitu Charities Aid Foundation (CAF), melaporkan CAF World Giving Index per Oktober 2018, Indonesia menempati posisi teratas sebagai negara paling dermawan di dunia dari 144 negara. (ekonomi.kompas.com, 21/11/2018)
Dilansir dari liputan6.com hal yang sama pun juga diwartakan bahwa berdasarkan buku laporan CAF World Giving Index 2018, peringkat Indonesia dalam hal membantu orang lain sebesar 46%, berdonasi berupa materi sebesar 78%, juga dalam hal melakukan kegiatan volunteers sebesar 53%.
Sedekah yang dilakukan oleh umat Islam tidak hanya donasi berupa materi kepada saudara yang membutuhkan saja, namun juga memberikan harta secara sula rela kepada individu ataupun organisasi yang bergerak dalam bidang keagamaan dengan tujuan ibadah yakni mendapatkan ridlo Allah SWT. Harta yang diberikan secara sukarela ini disebut wakaf. Wakaf tersebut berupa non tunai, bisa tanah ataupun bangunan/gedung. Pengelolaan harta wakaf ini bila dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan aturan Islam, seperti halnya pengelolaan harta wakaf pada masa kekhalifahan, tentu akan memberikan sumbangsih yang besar terhadap pembangunan peradaban bagi umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya.
Dana wakaf inilah tampaknya yang mampu menarik perhatian pemerintah saat ini. Terlihat begitu menggiurkan mengingat besarnya potensi dana wakaf yang ditaksir bisa mencapai Rp188 Triliun. Menurut pemerintah dana wakaf tidak boleh hanya bertujuan untuk ibadah saja melainkan juga harus bisa dikembangkan lagi untuk mengentaskan kemiskinan.
Tak hanya sekali ini saja pemerintah melirik dana umat Islam, sebelumnya pemerintah juga meminati dana haji yang digunakan untuk pembangunan insfrastruktur. Mengapa pemerintah begitu ambisi menguasai sumber-sumber dana umat Islam untuk pembangunan dan mengatasi masalah kemiskinan? Kemanakah uang hasil dari pajak yang selama ini ditarik dari rakyat dan kemana pula hasil dari pengelolaan SDA yang dimiliki negara dengan begitu melimpah ruahnya?
Berbanding terbalik dengan sikap getol mencari duit dari rakyat terutama kaum muslimin, penguasa justru bersikap represif terhadap aturan-aturan yang lahir dari ajaran Islam. Kasus pengaduan yang dilakukan oleh siswi non Islam yang mempermasalahkan seragam kerudung di sekolah misalnya, atau kasus uang dinar dan dirham, lalu kasus guru non muslim yang mengajar di sekolah berbasis agama islam, kemudian pembubaran dua ormas fenomenal dengan alasan radikalisme dan berujung pada kasus km 50. Belum lagi dijebloskannya para ulama dengan tuduhan-tuduhan yang tidak masuk akal. Semua itu sungguh sangat menyakitkan hati umat Islam. Di saat ajaran-ajarannya dan para ulamanya dizalimi, namun uangnya diminati. sementara kasus-kasus korupsi terus saja muncul dengan jumlah nominal yang membuat rakyat menjadi geram dan semakin tidak simpati sehingga muncul tidak adanya trust atau rasa percaya terhadap rezim.
Inilah buah dari sistem demokrasi kapitalisme sekulerisme. Mengagungkan kebebasan, membuat aturan berdasarkan kepentingan dan keuntungan, serta memisahkan agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Mereka tidak sadar bahwa agamalah yang justru merupakan sumber dari kebaikan. Agamalah yang menjadikan individu dan masyarakat berakhlak baik dan taat pada Allah SWT. Dengan akidahnya yang lurus melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah yang takut bermaksiat kepada Allah ta'ala. Seharusnya negara menjadikan syariat Islam sebagai landasan untuk mengatur negara karena syariat Islam memiliki instrumen lengkap dalam mengatur setiap urusan manusia tak terkecuali urusan kenegaraan demi kemaslahatan umat, bukan malah menempatkan aturan-aturan Islam seperti musuh dalam selimut. Dengan penerapan syariat Islam dalam sistem Khilafah, insyaallah keberkahan untuk Indonesia dan rakyatnya akan tercurah karena Allah pasti akan memuliakan umatnya yang menerapkan hukum-hukumNya dan mengagungkan nama dan kebesaranNya.
Dengan kesadaran yang tinggi dalam ketaatan menjalankan hukum-hukum Allah SWT. Jangankan sedekah dan wakaf yang hanya berupa harta, jiwa dan ragapun akan dikorbankan di jalan Allah bagi orang-orang beriman yang memiliki ketakwaan kepada Allah dan rasul-rasulnya dengan penuh suka rela dan keikhlasan. Tidak perlu membuat Undang-undang untuk memaksa umat Islam dalam bermuamalah di jalan Allah.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَ مْوَا لَهُمْ بِاَ نَّ لَهُمُ الْجَــنَّةَ ۗ يُقَا تِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيَقْتُلُوْنَ وَ يُقْتَلُوْنَ ۗ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرٰٮةِ وَا لْاِ نْجِيْلِ وَا لْقُرْاٰ نِ ۗ وَمَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَا سْتَـبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ بِهٖ ۗ وَذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
"Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung."
(QS. At-Taubah 9: Ayat 111)
Wallahu a'lamu bish shawab.