Oleh: Andini Helmalia Putri
Presiden Joko Widodo pada Senin (25/1/2021) meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) di Istana Negara. Dilansir (kompas.com/30/01/2021). Tujuan diluncurkan gerakan wakaf uang ini adalah agar dapat memberikan dampak pada pengurangan angka kemiskinan dan ketimpangan sosial di masyarakat. Jokowi pun mengungkapkan pemanfaatan wakaf uang tidak terbatas pada tujuan ibadah saja, tapi untuk sosial dan ekonomi.
Pasalnya, Pemerintah menilai potensi wakaf di Indonesia masih cukup besar. Tercatat potensi wakaf secara nasional senilai Rp 217 triliun atau setara 3,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. (Republika.co.id/24/10/2020).
Peluang wakaf uang ini begitu besar untuk dijadikan sarana pengumpulan dana untuk mengatasi kesulitan ekonomi negara. Maka dari itu, pemerintah terus menggencarkan gerakan wakaf uang kepada rakyatnya. Alih-alih dengan menggembor-gemborkan istilah negara yang paling dermawan di dunia, agar masyarakat berlomba-lomba untuk berwakaf.
Pakar Ekonomi Syariah Syakir Sula mengatakan dana wakaf punya potensi cukup besar untuk menopang ekonomi Indonesia. Khususnya membantu negara dalam menghadapi tekanan ekonomi di tengah pandemi. Hal itu terlihat dari instrumen sukuk wakaf ritel yang baru diterbitkan pemerintah. (cnnindonesia.com, 31/1/2020).
Faktanya yang diketahui masyarakat pada umumnya tentang wakaf yang dikeluarkan itu berupa wakaf tanah, wakaf untuk pembangunan masjid, madrasah dan untuk hal-hal yang berkaitan dengan ibadah saja. Dalam hal ini negera mengambil alih urusan wakaf uang yang berujung pada investasi, agar dana yang dikumpulkan jumlah nya semakin besar. Dilansir dari (Republika.co.id/24/10/2020). "Kita luncurkan cash wakaf link sukuk untuk memberikan fleksibilitas. Jadi bisa saja uang, lalu diwakafkan dua tahun nanti cair balik lagi hasil dari investasi itu yang diwakafkan".
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun memaparkan, potensi wakaf uang berasal dari 74 juta penduduk kelas menengah saja. “Potensi yang besar ini, saya mengajak seluruh masyarakat untuk memulai melakukan gerakan wakaf, salah satunya melalui instrumen surat berharga negara syariah (SBSN) atau sukuk,” ujarnya saat konferensi pers virtual ‘Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia’ Sabtu (24/10).
Wajar saja, dana wakaf menjadi salah satu peluang negara untuk memanfaatkan dana umat meraup keuntungan negara. Disini terlihat jelas bahwa negara gagal mensejahterakan rakyatnya, negara yang seharusnya bertanggungjawab mensejahterakan rakyatnya kini sebaliknya rakyatlah yang harus menopang perekonomian negara. Jelas ini bukti kegagalan suatu negara yang menganut sistem kapitalisme.
Sungguh lucu negara ini. Ketika rakyatnya menyuarakan kebenaran dan menjunjung tinggi dan ingin menerapkan syariat Islam dalam kehidupannya, dituduh radikalisme. Rakyat yang berpegang teguh pada ajaran agama Islam dibilang intoleran, disisi lain pemerintah ingin memanfaatkan dana umat Islam melalui wakaf. Hanya mengambil dan menerapkan syariat Islam cuma setengah-setengah, diambil yang menguntungkan saja bagi negara.
Sungguh ironi, disaat Indonesia sedang mengalami pelambatan ekonomi bahkan anjlok akibat pandemi covid-19 yang belum usai, dampak pandemi ini dialami oleh semua kalangan baik pengusaha, pedagang kecil dan rakyat biasa. Disatu sisi, pemerintah mengeluarkan aturan untuk wakaf uang pada rakyat. Bukankah dalam hal ini negara abai mengurusi rakyatnya?
Karut marutnya kondisi negara saat ini, penanganan pandemi yang belum belum optimal, hutang luar negeri yang terus bertambah sepanjang akhir tahun ini, kasus kelaparan dan banyaknya penggangguran. Ditambah dengan anjuran wakaf uang ini justru membuat negara bergantung pada rakyat. Seharusnya negara bisa memanfaatkan secara optimal sumber daya alam yang dimiliki, bukan mengobral SDA pada asing.
Sudah tak heran negara dalam sistem kapitalisme hanya bisa mengandalkan utang untuk menopang perekonomiannya bahkan dengan menjual aset-aset negara. Kini negara ini tak bisa mandiri dalam mengambil langkah pasti untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dan satu-satunya jalan yang dilakukan oleh negara adalah dengan mendorong rakyatnya untuk berwakaf uang, yang hasilnya nanti bisa dimanfaatkan untuk kepentingan negara. Dalam ranah ini penguasa telah berlaku zalim terhadap rakyatnya, karena abainya para pemimpin negara. Membiarkan korupsi dimana-mana, dan tentu saja mereka yang korupsi itu merampas hak-hak rakyat, yang seharusnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Berbeda dengan sistem Islam, negara (negara Islam) memberdayakan potensi yang ada dalam negeri, seperti memanfaatkan sumber daya alam dengan sebaiknya. Yang hasilnya kelak diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat. Negara Islam mampu menciptakan kemandirian negaranya, tanpa harus melakukan utang luar negeri. Selain itu pemimpin yang amanah dan takwa kepada Allah Swt. mampu meriayah rakyatnya, karena seorang pempimpin yang takut kepada Rabb nya pasti akan melakukan tugasnya dengan baik, karena semuanya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Berdasarkan hadist Rasulullah SAW. Dari Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah SAW berkata, "Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka..." (HR. Abu Dawud).
Oleh sebab itu, kesejahteraan rakyat secara hakiki hanya bisa terwujud oleh sistem Islam. Sistem yang mampu menyelesaikan problematika kehidupan rakyat, karena hukum-hukum yang dipakai adalah yang bersumber pada hukum-hukum Allah Swt. Yakni Alquran dan As-sunah. Bukan berdasar pada hukum yang dibuat oleh hawa nafsu manusia.
Wallahu a'lam bishawab
Tags
Opini