Dana Umat Diembat, Syariat Islam Dibabat




Oleh : Ummu Aimar


Pemerintah menilai potensi wakaf di 
Indonesia masih cukup besar. Tercatat potensi wakaf secara nasional senilai Rp 217 triliun atau setara 3,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan potensi tersebut berasal dari 74 juta penduduk kelas menengah saja. “Potensi yang besar ini, saya mengajak seluruh masyarakat untuk memulai melakukan gerakan wakaf, salah satunya melalui instrumen surat berharga negara syariah (SBSN) atau sukuk,” ujarnya saat konferensi pers virtual ‘Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia’ (Sabtu 24 /10 https://republika.co.id/)

Pemerintah Indonesia baru-baru ini meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU). Menurut pemerintah gerakan ini diklaim merupakan salah satu program pengembangan ekonomi syariah untuk mendukung percepatan pembangunan di indonesia saat ini.

Namun demikian, rupanya gerakan wakaf ini menimbulkan pro dan kontra dari banyak kalangan. Sehingga banyak penolakan dari masyarakat. Terutama karena ketidakpercayaan masyarakat pada sikap amanah penguasa saat ini di tengah ramainya korupsi Bansos covid dan korupsi lain nya.

Bisa kita lihat, rekam jejak penguasa selama ini sering memojokkan ajaran Islam. Mereka selalu menentang ajaran islam yang diserukan. Khususnya yang berkaitan dengan syariah yang mengatur wilayah publik dan negara. Dan akhirnya banyak kriminalisasi kepada ulama dan aktivis Islam yang tidak sepaham dengan penguasa. Sudah terbukti banyaknya para aktivis Islam yang dikasuskan bahkan dipenjarakan, adapun salah satu ormas pun dibubarkan oleh pemerintah saat ini.

Namun berbeda dengan dana wakaf ini, jelas ini diberlakukan karna ada proyek menguntungkan negara. Seakan akan kesan bahwa pemerintah ramah terhadap sebagian hukum Islam dan mewaspadai hukum Islam yang lain makin terasa kuat. Ini jelas jika ada kepentingan salah satu bagian bisa digunakan oleh pemerintah. Pemerintah cenderung menerima syariah Islam yang bersifat pribadi dan keluarga, juga yang memiliki nilai finansial tertentu (semisal zakat, haji, dan wakaf). 

Namun sebaliknya, pemerintah tidak mau menerima dan cenderung memusuhi syariah Islam lainnya, seperti penerapan syariah Islam dalam bidang sosial, politik, hukum dan pemerintahan. Bahkan mereka yang berkomitmen dalam dakwah Islam dan menyerukan syariat secara kaffah dianggap intoleran dan radikal. Pun dengan aspirasi umat untuk melaksanakan ajaran Islam secara kaffah justru dicampakkan bahkan dikriminalisasi oleh penguasa. 

Ini terbukti bahwa sistem kapitalisme bersikap zalim terhadap umat Islam. Umat didorong mengeluarkan dananya untuk menutup borok kelemahan sistem kapitalisme saat disaat keuangan negara melemah . Islamofobia pun sangat digencarkan dimana mana, tapi ketika kesulitan keuangan, pemerintah merayu dan memanfaatkan dana ummat, wakaf dan dana haji.

Wajar saja jika banyak respons dari masyarakat yang geram dan mempertanyakan hal ini. Betapa selama ini pemerintah menjegal ajaran Islam, ulamanya banyak yang dipersekusi dan dikriminalisasi. Namun ketika keuangan negara bermasalah, mereka bersegera melirik dana umat. Meraup dana dengan alasan pembangunan ekonomi syariah di indonesia ,tapi kita belum tau kegunaan dana umat sebenernya untuk apa dan siapa.

Maka kita sebagai umat, mengharapkan syariah islam di terapkan seluruhnya . Bahwa sudah jelas syariah Islam adalah solusi bagi kita semua. Pada akhirnya, kita harus meyakini bahwa bukan hanya zakat dan wakaf, syariah Islam seluruhnya akan menjadi solusi. Bukan hanya atas masalah ekonomi, tetapi juga atas seluruh problem kehidupan. Bahwa di negeri demokrasi sekuler menjadikan syariat layaknya hidangan prasmanan. Akhirnya semangat penguasa dalam mengelola dana wakaf disambut negatif oleh umat. Masyarakat telanjur kecewa atas apa yang telah dilakukan para
penguasa .

Inilah salah satu akibat meninggalkan syariah , meski hanya sebagian, tentu akan menimbulkan banyak masalah. Buktinya adalah defisit anggaran negara, utang negara mencapai lebih dari Rp 6000 triliun, kekayaan milik publik dikuasai oleh korporasi, korupsi menjamur di setiap lini, dll. Itu semua bagian kecil dari merebaknya kesempitan dan sirnanya keberkahan hidup akibat negara tidak dikelola berdasarkan syariah Islam.

Di dalam sejarah Islam, ada sejarah mengenai kemunfikan Bani Israil. Mereka biasa memilih-milih mana hukum yang akan diambil sesuai dengan seleranya. Pola “prasmanan” dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah SWT berfirman:

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ
Apakah kalian mengimani sebagian al-Kitab (Taurat) dan mengingkari sebagian yang lain? Tiada balasan bagi orang yang berbuat demikian di antara kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada Hari Kiamat mereka dikembalikan pada siksa yang sangat berat (TQS al-Baqarah [2]: 85).

Tentunya disini kita bergegas untuk segera menerapkan syariah islam dan mengamalkan seluruh syariah islam dalam kehidupan ini. Tentunya negaralah yang menerapkan nya agar negara ini tidak kacau balau dengan banyaknya permasalahan. Agar kita tidak termasuk barisan kaum munafik, mau tidak mau, kita wajib mengamalkaln seluruh syariah Islam (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 208).

Dari kasus wakaf ini kita seharusnya belajar tentang ketaatan total kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dengan mengamalkan semua syariah-Nya. Hal ini juga seharusnya menyadarkan kita akan urgensi adanya sistem islam yang bisa 
menerapkan syariah secara kaffah di negeri ini.

Wallahu A'lam Bi Ash-Shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak