Oleh: Ummu Athifa
(Ibu Rumah Tangga dan Penulis)
Ujian demi ujian terus menghampiri negeri ini. Sebutlah wabah Covid-19 yang masih menjangkit di seluruh pelosok wilayah Indonesia. Kini, kesedihan semakin bertambah ketika dilanda banjir dan longsor dikarenakan hujan yang deras.
Banjir yang menggenang beberapa pelosok negeri mengharuskan pemerintah bergegas membuat keputusan. Seperti yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Kuningan, Bupati Acep Purnama akan menenggelamkan enam desa. Yaitu Desa Kawungsari, Desa Randusari, Desa Sukarapih yang masuk wilayah Kecamatan Cibeureum. Kemudian Desa Simpayjaya, Desa Tanjungkerta, dan Desa Cihanjaro di wilayah Kecamatan Karangkancana.
Hal ini dilakukan sebagai salah satu bentuk upaya membantu warga sekitar dalam mengatasi banjir yang setiap tahun melanda. Akhirnya sekitar bulan Juli nanti Desa Kawungsari seluas 10,6 hektar akan tergenang. Warga sekitar akan dipindahkan ke Desa Sukarapih dengan fasilitas yang memadai (radarcirebon, 06/02/21).
Biaya yang dikeluarkan tentu besar. Namun, relokasi ini akan didanai dari APBD setempat. Memang benar, daerah Kuningan termasuk salah satu yang rawan banjir. Sehingga BPBD Jabar pun bergerak untuk membuat desa tangguh bencana. Terbukti, hingga akhir Januari, sedikitnya 250 desa telah dibekali konsep dan peralatan untuk menghadapi bencana (jabar.tribunnews, 04/02/21).
Perencanaan telah disusun, kini warga tinggal menunggu pelaksanaannya. Banyak harapan yang digantungkan warga kepada pemerintah dalam mengatasi banjir ini. Karena, hakikatnya bencana banjir bukan hanya sekadar masalah bencana alam, tetapi sudah termasuk bencana sistemik.
Mengapa sistemik? Dikarenakan permasalahan bencana banjir rutin setiap tahunnya ketika musim penghujan tiba. Artinya, pemerintah daerah dan pusat harus bekerja sama dalam mencegah, menanggulangi, dan merelokasi wilayah-wilayah yang rawan bencana. Sehingga, kejadian tidak terulang kembali.
Namun, nyatanya tidak semudah itu. Jika ditelurusi, faktanya negeri ini masih menganut sistem demokrasi sekulerisme. Dimana sistem ini memberikan peluang kepada para penguasa untuk menyelesaikan masalah tidak sampai tuntas. Tentu alasannya yang banyak, seperti biaya yang kurang, sehingga perlu dana pinjaman, kemudian berakibat bantuan yang mogok di tengah jalan. Ataupun pembangunan relokasi tempat, namun tak tuntas, karena menunggu dana dari pusat, dan sebagainya.
Negeri ini masih tak mampu berdiri kokoh dengan segala kekayaan alam ataupun sumber daya manusianya. Semua kebutuhannya sangat bergantung dari dana pinjaman. Kalaupun bukan dari sana, pasti mengandalkan pajak. Pada akhirnya rakyat sendirilah yang membiayai kebutuhannya.
Inilah kondisinya, cuaca ekstrim memang tak dapat diprediksi, namun pencegahan dapat dilakukan dengan maksimal. Sehingga, tak perlu melakukan penenggelaman beberapa desa. Karena, fungsi pemerintah adalah memenuhi seluruh kebutuhan warganya baik yang primer maupun sekunder.
Ini yang dicontohkan dalam sistem Islam, negara betul-betul memastikan keselamatan warganya dengan cara:
Pertama, penanganan pra bencana. Negara akan melakukan pembangunan sarana-sarana fisik untuk mencegah bencana, seperti pembangunan kanal, bendungan, pemecah ombak, dan tanggul. Selain itu, melakukan reboisasi (penanaman kembali), pemeliharaan daerah aliran sungai dari pendangkalan, relokasi, tata kota yang berbasis pada amdal, dan memelihara kebersihan lingkungan.
Kedua, terjadinya bencana. Negara akan sigap mengevakuasi korban, membuka akses jalan dan komunikasi dengan para korban, serta memblokade atau mengalihkan material bencana (seperti banjir, lahar, dan lain-lain) ke tempat-tempat yang tidak dihuni oleh manusia, atau menyalurkannya kepada saluran-saluran yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Selain itu, menyediakan lokasi pengungsian, pembentukan dapur umum dan posko kesehatan.
Ketiga, pasca bencana. Negara akan melakukan beberapa hal, (1) me-recovery korban bencana agar mendapatkan pelayanan yang baik selama berada dalam pengungsian dan memulihkan kondisi psikis dengan cara memberikan ceramah berkaitan pengokohan akidah. (2) me-recovery lingkungan tempat tinggal mereka pasca bencana, kantor-kantor pemerintahan maupun tempat-tempat vital lainnya (tempat peribadahan, rumah sakit, pasar) dilakukan perbaikan secepatnya. Bahkan jika perlu, negara akan merelokasi warga ke tempat yang lebih aman.
Inilah langkah-langkah yang akan ditempuh negara dalam Islam untuk menangani bencana. Cara ini disusun dengan berpegang teguh pada prinsip “wajibnya seorang Khalifah melakukan ri’ayah (pelayanan) terhadap urusan-urusan rakyatnya”.
Wallahu'alam bishawab.