Oleh Aning
(Pendidik Generasi)
Hampir semua wilayah terkena dampak banjir. Sebelumnya, banjir menimpa daerah Yogyakarta, Sulawesi, Sumatera Barat, dan wilayah lainnya. Penyebab banjir adalah karena ulah tangan manusia itu sendiri. Tindakan menebang hutan sembarangan yang merusak ekosistem makhluk hidup. Aktivitas pekerjaanan galian C menjadikan kawasan penghubung antara untuk lahan pertanian atau pemukiman.
Ketika hujan turun tidak ada yang akan menyerap air lagi. Ditambah lagi pemukiman penduduk tidak rata, Pembangunan infrastruktur yang asal-asalan, ditambah lagi cuaca di daerah tersebut sangat ekstrim. Ketika hujan turun lebat, banjir tidak dapat dielakkan.
Akibatnya banyaknya korban jiwa, kerugian hasil pertanian, rusaknya fasilitas dan infrastruktur dan kerugian harta benda.Banjir tidak bisa dipungkiri lagi di saat musim penghujan tiba.
Di beberapa daerah di Indonesia banjir sering melanda saat musim hujan tiba dan permasalan ini sampai sekarang belum bisa diselesaikan dan tidak bisa diatasi oleh negara khususnya di daerah yang sering terkena banjir.
Mengenai permasalahan banjir yang belum selesai di negeri ini, terlihat pemerintah tidak memperhatikan kepentingan rakyat. Mereka malah sibuk memperkaya diri sendiri dengan menyerahkan pengelolaan SDA kepada asing. Ketika pengelolan diserahkan kepada asing tentu mereka hanya mengambil keuntungannya saja. Tidak peduli lingkungan akan rusak. Sehingga rakyat yang akan merasakan dampaknya.
Saat bencana itu terjadi, bantuan kemanusiaan sangat lambat, masih banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan logistik, pakaian, makanan dan tempat tinggal. Kalau ada pun bantuan, untuk mendapatkannya dipersulit. Ini bentuk abainya pemerintah terhadap rakyatnya.
Dalam Islam terjadinya kerusakan di darat dan di laut ini dijelaskan dalam surat Ar-Rum: 41
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Sudah barang tentu sebagai manusia beragama, akan selalu ada hikmah yang bisa direnungkan di balik peristiwa bencana. Salah satu hikmah itu adalah memberikan kesadaran bahwa kita, sebagai manusia, sudah berbuat banyak hal yang merugikan dan memberikan dampak negatif terhadap pelestarian alam.
Terjadinya banjir itu bukan semata-mata dari Allah SWT, tapi juga merupakan hasil dari perbuatan kita.
Marilah kita membuka mata, hati dan pikiran kita bahwa Islam yang merupakan rahmat untuk seluruh alam mempunyai solusi yang bisa mengatasi banjir dan genangan. Islam dalam naungan negara yaitu Khilafah tentu memiliki kebijakan efektif dan efisien.
Khilafah dalam upaya mengatasi banjir adalah membangun bendungan-bendungan untuk menampung curahan air hujan, curahan air sungai dll.Memetakan daerah rawan banjir dan melarang penduduk membangun pemukiman di dekat daerah tersebut. Pembangunan sungai buatan, kanal, saluran drainase dsb yaitu untuk mengurangi penumpukan volume air dan mengalihkan aliran air, membangun sumur-sumur resapan di daerah tertentu. Selain beberapa solusi di atas khilafah juga menekankan beberapa hal penting lainnya pembentukkan badan khusus untuk penanganan bencana alam, persiapan daerah-daerah tertentu untuk cagar alam. Sosialisasi tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan kewajiban memelihara lingkungan, kebijakan atau persyaratan tentang izin prmbangunan bangunan. Pembangunan yang menyangkut tentang pembukaan pemukiman baru. Penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah dsb. Itulah berbagai solusi dari masalah banjir yang sering dihadapi masyarakat.
Selain beberapa point-point diatas, rupanya khilafah juga menyertakan solusi penanganan korban banjir seperti penyediaan tenda, makanan, pengobatan, dan pakaian serta keterlibatan warga(masyarakat) sekitar yang berada di dekat kawasan yang terkena bencana alam banjir.
Begitulah solusi Islam atasi banjir dan kebijakan khilafah Islamiyah ini tidak hanya didasarkan pada pertimbangan rasional tetapi juga
nash-nash syara. Pada masa kejayaan Islam, Khilafah mampu menghasilkan insinyur yang mampu menangani masalah banjir.
Insinyur Al-Fargani (abad 9 M) telah membangun at yang disebut milimeter untuk mengukur dan mencatat tinggi air sungai Nil di berbagai tempat. Stelah bertahun-tahun mengukur, Al- Fargani berhasil mempresiksi banjir sungai Bil, Al-Fargani berhasil memprediksi banjir sungai Nil baik jangka waktu pendek atau jangka panjang.
Peradaban Islam memiliki jasa yang tidak ternilai dalam mengendalikan debit air. Abu Raihan al-Biruni mengembangkan teknik untuk mengukur beda tinggi antara gunung dan lembah guna merencanakan irigasi. Abu Zaid Abdi Rahman bin Muhammad bin Khaldun Al-Hadrami menuliskan dalam kitab monumental tentang “Muqaddimah” suatu bab khusus tentang berbagai aspek geografi iklim.
Kemampuan peradaban Islam bertahan berabad-abad, bahkan terhadap berbagai bencana alam termasuk kekeringan dan banjir adalah buah sinergi dari keimanan, ketaatan kepada Syaikh, dan ketekunan mereka mempelajari sunnatullah sehingga mampu menggunakan teknologi yang tepat dalam mengelola air dan menghadapi banjir. Wallahua’lam.
Tags
Opini