Oleh: Nazwa Hasna Humaira
Pelajar dan Aktivis Dakwah
Baru-baru ini, Indonesia sedang dihebohkan dengan kasus penangkapan salah satu pegiat muamalah syar'i di kawasan Depok. Kabar yang menyebabkan ia ditangkap karena transaksinya yang menggunakan Dinar dan Dirham (yang merupakan mata uang dalam syari'at Islam) bukan rupiah. Sementara, dalam kaca mata pemerintah praktik itu tidak sesuai dengan hukum ekonomi negeri ini dimana mata uang serta alat tukarnya menggunakan rupiah. Padahal, penggunaan mata uang selain rupiah itu pada zaman sekarang sudah terjadi di mana-mana, seperti halnya tempat wisata dan wisatawan asing yang membawa mata uang dari negerinya.
Satu Dinar setara dengan 4,25 gram emas dan satu Dirham setara dengan 2,975 gram perak. Dalam Islam emas dan perak ini digunakan sebagai standar baku dalam bertransaksi. Islam menggunakan mata uang Dinar dan Dirham tersebut karena ada beberapa alasan, diantaranya:
Pertama, ketika Islam melarang penimbunan harta, Islam hanya mengkhususkan larangan penimbunan untuk emas dan perak. Allah Swt. berfirman:
وَا لَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَا لْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَا بٍ اَلِيْمٍ ۙ
"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih," (QS. At-Taubah [9]: 34)
Kedua, Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum yang baku. Ketiga, Rasulullah saw. telah menetapkan Dinar dan Dirham saja sebagai mata uang. Keempat, ketika Allah Swt mewajibkan zakat uang, zakat tersebut atas emas dan perak. Kelima, hukum-hukum tentang transaksi pertukaran mata uang (money changer) hanya dalam bentuk emas dan perak.
Mata uang yang sering kita gunakan ataupun mata uang negara lain hanyalah sebagai uang kertas fiat money yang tidak memiliki nilai intrinsik (hanya uang kertas biasa yang sebanding kertas lainnya). Namun, lain halnya dengan mata uang Dinar dan Dirham yang memiliki keunggulannya tersendiri, diantaranya: Pertama, dinar dan dirham memenuhi unsur keadilan dibanding fiat money. Pasalnya, nilai yang tercetak pada uang kertas ini tidak akan sama dengan nilai intrinsiknya, hal ini menyebabkan terjadinya ketidakadilan. Sebaliknya, Dinar dan Dirham jelas adil, karena angka yang tertera dan nilai intrinsiknya sama.
Kedua, Dinar dan Dirham lebih stabil dan tahan terhadap inflasi. Bagaimanapun kuatnya perekonomian negara jika tetap menggunakan uang kertas, maka akan menimbulkan krisis dan tidak stabil. Sebaliknya, Dinar dan Dirham akan lebih stabil sebab nilai nominal yang tertera sama dengan nilai intrisiknya. Ketiga, Dinar dan Dirham memiliki nilai aspek penerimaan yang tinggi.
Nilai emas dan perak akan berkali-kali lipat ketika kita akan bertransaksi. Sehingga, Dinar dan Dirham ini dapat menjelma menjadi mata uang yang sangat unggul dibandingkan dengan mata uang kertas fiat money.
Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita terikat akan syari'ah Islam ini. Seperti halnya pemakaian Dinar dan Dirham sebagai alat transaksi. Namun, untuk menjalankan pemakaian Dinar dan Dirham dalam kehidupan sehari-hari ini memerlukan legalitas negara sebagai institusi yang kuat dan berdaulat. Dengan begitu bisa melawan sistem hegemoni kapitalisme global. Tentu saja, ini bisa terlaksana dengan adanya institusi Daulah Islamiyah yang pernah diwariskankan oleh Rasulullah saw., yang disebut Khilafah Islamiyah.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab.
Tags
Opini