Benarkah Dinar Dirham Mengancam Negeri?




Oleh : Nikmatus Sa'adah


Kondisi pasar Muamalah saat ini masih sepi semenjak Bareskrim Polri menangkap pendiri pasar Muamalah di Depok, Zaim Saidi.

Pasar Muamalah terletak di Jl Tanah Baru, Beji, Kota Depok. Pasar ini dikenal sebagai lokasi yang melayani jual-beli menggunakan koin dinar dan dirham, rupiah dan sistem barter.

Pasar ini diprakarsai seorang pria bernama Zaim Saidi. Alumnus S2 Public Affairs University of Sydney itu ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Saidi dijerat Pasal 9 Undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan atau Pasal 33 Undang-undang nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang.

Sejumlah kalangan, termasuk NU dan Muhammadiyah, menilai penahanan Zaim berlebihan. Apalagi, koin emas yang digunakan lewat hasil membeli dari PT Antam Tbk, BUMN di sektor pertambangan emas.
Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah juga menilai penangkapan pendiri Pasar Muamalah Zaim Saidi terlampau berlebihan. Pasalnya hal ini justru menjadi sumber permasalahan baru.
“Kalau mau melarang tidak harus ditangkap, karena muncul sentimen, sentimen agama,” katanya kepada Bisnis, Kamis (4/2/2021).

Sesungguhnya, aktivitas transaksi menggunakan selain rupiah sudah berlangsung lama di negeri ini. Seperti halnya transaksi dengan mata uang dollar di Bali. Mereka menerima mata uang dollar dengan alasan memudahkan para turis untuk bertransaksi. Dari hasil survei Bank Indonesia (BI), diketahui sekitar 90% transaksi pada sektor perhotelan, art shop, dan toko handycraft di Bali menggunakan mata uang asing yakni dollar Amerika Serikat (AS).

Maka, sesungguhnya yang jelas mengancam ekonomi di negeri ini adalah transaksi menggunakan mata uang asing resmi seperti dollar. Berbeda dengan dinar dirham, dia bukanlah mata uang sah negara manapun dan notabene dinar dirham tersebut diproduksi oleh PT Antam.

Keunggulan Dinar dan Dirham

Sesungguhnya, penggunaan mata uang Dinar dan Dirham sudah terbukti menjadikan ekonomi stabil, seperti halnya yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah dan kehilafahan setelahnya hingga 13 abad lamanya.

Pertama: Dinar dan Dirham memenuhi unsur keadilan dibandingkan uang kertas. Pasalnya, Dinar dan Dirham memiliki basis yang riil berupa emas dan perak. Sebaliknya, uangertas sama sekali tidak dijamin dengan emas dan perak. Nilai yang tercetak pada uang kertas tidak akan sama dengan nilai intrinsiknya. Hal ini memunculkan ketidakadilan. Pasalnya, otoritas moneter yang menerbitkan mata uang sudah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari selisih nilai nominal yang tertera dengan nilai intrinsiknya. Sebaliknya, Dinar dan Dirham jelas adil karena antara angka yang tertera dan nilai intrinsiknya sama.

Kedua: Dinar dan Dirham lebih stabil dan tahan terhadap Inflasi. Berdasarkan fakta sejarah, emas dan perak merupakan jenis mata uang yang relatif stabil dibandingkan dengan sistem uang kertas fiat money. Bagaimanapun kuatnya perekonomian suatu negara, jika sistem penopangnya menggunakan uang kertas, negara tersebut rentan terhadap krisis dan cenderung tidak stabil. Bahkan beberapa kejadian yang berkaitan dengan krisis, salah satunya dipicu karena penggunaan sistem uang kertas fiat money.Penggunaan uang kertas bisa dipastikan akan membawa rentetan inflasi. Hal ini berbanding terbalik dengan Dinar dan Dirham yang berbasiskan riil emas dan perak. Penggunaan Dinar dan Dirham akan lebih stabil karena nilai nominal yang tertera setara dengan nilai intrisiknya.

Ketiga: Dinar dan Dirham memiliki aspek penerimaan yang tinggi. Termasuk dalam pertukaran antar mata uang atau dalam perdagangan internasional. Pasalnya, Dinar dan Dirham tidak memerlukan perlindungan nilai karena nilai nominalnya benar-benar dijamin penuh oleh emas dan perak.

Maka, sesungguhnya penerapan transaksi menggunakan mata uang dinar dan dirham hanya bisa terwujud pada sistem khilafah. Karena khilafah akan menerapkan aturan diseluruh aspek kehidupan, bukan penerapan syari'ah setengah-setengah namun secara kaffah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak