BANJIR BUKAN SEKEDAR PERKARA ADMINISTRASI



Oleh : Eka Sefti

 

 

Sejumlah pompa penyedot banjir di Semarang ditemukan tak berfungsi optimal lantaran permasalahan administratif. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengingatkan problem semacam ini mestinya harus segera diselesaikan mengingat kondisi darurat penanganan banjir. Problem itu terungkap ditengah inspeksi mendadak Gubernur Ganjar ke Rumah Pompa Mberok di Kota Semarang. Ganjar mendapati penyedotan air banjir tidak optimal lantaran petugas hanya mengoperasikan satu dari tiga pompa yang terpasang di rumah pompa kawasan Kota Lama tersebut.

 

Ganjar pun langsung menanyakan ke petugas alasan dua pompa lainnya tidak difungsikan.

"Itu belum dinyalakan karena masalah administratif Pak. Pekerjaannya belum diserahkan," jawab petugas di Rumah Pompa Mberok, seperti dikutip Antara, Minggu (7/2). Ganjar menegaskan mestinya tidak boleh ada masalah administratif yang menghambat penanganan banjir, apalagi dalam kondisi darurat seperti saat ini.(cnnindonesia.com, 7/2/2021)

 

Penyebab banjir sebenarnya bukan sekadar problem administrasi melainkan orientasi pembangunan yang tidak memprioritaskan keselamatan rakyat tapi berhitung untung rugi. Ahli hidrologi Universitas Diponegoro ( Undip) Suripin mengatakan, kurang tepat menyalahkan alam, dalam hal ini hujan, atas banjir di Semarang. Menurutnya, faktor utama penyebab banjir kali ini adalah air hujan yang hampir seluruhnya menjadi limpasan permukaan. Hanya sebagian kecil air yang meresap ke dalam tanah. Karenanya, meski sistem yang ada selalu diperbaiki, tetapi beban debit air juga ikut bertambah karena pengembangan kota.

 

"Jadi kalau menggunakan konsep yang sekarang itu bukan bagaimana kita selalu meningkatkan kapasitas sistem, tapi bagaiamana kita mengendalikan bebannya," jelas dia.

"Karena pengembangan kota, semakin banyak lahan yang tidak tembus air, seperti jalan dan tutupan rumah. Air hujannya kan lari semua, tidak ada yang masuk dalam tanah," lanjutnya. Ia menuturkan, tak ada larangan untuk menutup lahan dan membangunnya, tapi fungsi tanah tak boleh dihilangkan. ( kompas.com (7/2/2021)

 

Ancaman Pembangunan Infrastruktur

Banjir yang merupakan musibah dan bencana alam di awal tahun 2020 digoreng sedemikian rupa di banyak media sosial maupun media massa, seolah banjir merupakan kesalahan dari curah hujan yang tinggi. Padahal sejak dulu curah hujan tinggi itu sudah pasti terjadi disetiap tahunnya. Masalah ini tidak bisa dibidik hanya dari curah hujan yang merupakan aktifitas alam yang biasa terjadi tetapi juga perlu mengkaji dari aktifitas manusianya.

 

Banyaknya kebijakan infrastruktur tanpa memprioritaskan keselamatan rakyat di masa ini hingga masa mendatang, ini berdampak pada rusaknya lingkungan yang seharusnya wajib menjadi fokus masalah yang harus segera dituntaskan.

 

Seperti pembangunan infrastruktur yang sedang gencarnya dilakukan dengan dalih menunjang perekonomian. Ini berdampak langsung (direct effect) seperti hilangnya tanah produktif dan hutan yang merupakan jantung bumi.

 

Proyek infrastruktur  yang membabi buta berbahaya secara fisik, serapan air oleh pepohonan menjadi hilang. Jika curah hujan tinggi akan menimbulkan longsor dan banjir besar. Keuntungan secara materi menjadi prioritas utama dalam pengambilan kebijakan. Inilah kebijakan yang bercorak kapitalisme, menstandarkan perbuatan pada asas manfaat bukan keselamatan rakyat.

 

Kebijakan Pembangunan dan Pembiayaannya Dalam Islam

Kebijakan mendasar dalam Islam terkait dengan pembangunan tidak dilepaskan dari sistem ekonomi yang diterapkan. Dalam Khilafah tentu menerapkan sistem ekonomi Islam secara utuh dan murni. Tidak hanya itu, Khilafah juga memastikan berjalannya politik ekonomi dengan benar.

 

Khilafah mempunyai sumber kekayaan yang cukup untuk membiayai penyelenggaraan negara. Bukan seperti halnya dalam sistem kapitalisme yang membiayai penyelenggaran negara dengan utang danw pajak. Ketika Khilafah harus membangun infrastruktur maka akan menggunakan dana Baitul Mal, tanpa memungut sepeser pun dana masyarakat.

 

Jika Baitul Mal tidak memiliki dana, dalam kondisi seperti ini, negara bisa mendorong partisipasi publik untuk berinfak. Tetapi dengan catatan bahwa proyek infrastruktur tersebut memang vital, merupakan satu-satunya fasilitas umum yang dibutuhkan rakyat. Atau dengan kata lain, negara bisa mengenakan pajak bagi kaum Muslim, laki-laki dan mampu guna membiayai proyek ini.

 

Adapun jika proyek infrastruktur tidak vital, maka negara tidak perlu menarik pajak dari masyaraka. Negara juga tidak boleh mengambil fasilitas kredit, termasuk berutang kepada negara atau perusahaan asing untuk membiayai proyek ini. Sebab utang luar negeri dapat dijadikan alat untuk menguasai dan menjajah suatu negara. Selain menggunakan riba, di dalamnya juga ditetapkan berbagai syarat yang mengikat negara penerima utang.MuslimahNews.com (12/02/21).

 

Wallahu a’lamu bish-showab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak