Oleh. Mauli Azzura
Pasar muamalah di Depok yang akhir-akhir ini jadi sorotan, karena dinilai menggunakan dinar dan dirham yang dianggap sebagai muamalah dengan berideologikan khilafah, hal itu menjadi kontroversi yang semakin ramai dipermasalahkan dengan alasan dinar dan dirham dikenal sebagai mata uang sejumlah negara.
Dimana hal tersebut diatas menjadi perbincangan karena penggunaan alat pembayaran selain rupiah yang bertentangan dengan pasal 23 B UUD 1945,pasal 1 angka 1 dan angka 2, pasal 2 ayat (1) serta pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Selengkapnya baca, https://www.beritasatu.com/amp/nasional/727269/pasar-muamalah-depok-disebut-melanggar-hukum-dan-berideologi-khilafah
Secara tidak langsung, dinar dan dirham dinilai tidak sah karena tidak sesuai dengan hukum yang ada di Indonesia. Namun perlu kita tegaskan bahwa dalam masyarakat, hukum jual beli atau bisa disebut dengan istilah saling menukar uang dengan barang sudah membudaya. Jadi sudah sepantasnya penjual dan pembeli memiliki kesepakatan antar kedua pihak utk melakukan transaksi sesuai kebutuhan masing-masing. Ada pula sesuai dengan istilah "barter" yakni pertukaran barang dengan barang lain, semisal beras dengan jagung atau dengan barang lain yang dibutuhkan, yang sesuai sistem tukar dengan harga yang setara, maka hal yang demikian itu akan dianggap sah dikarenakan kesepakatan penjual dan pembeli dalam bertransaksi.
Lantas mengapa dinar dan dirham yang sesuai dengan syariah dianggap melanggar hukum ? Yang bahkan sudah kita ketahui adanya istilah barter sering dilakukan masyarakat, bukan disaat ini saja, penukaran barang dengan barang dinilai tidak melanggar hukum karena kesepakatan bersama. Patut dipertanyakan, kenapa adanya pasar yang bermuamalah dengan dinar dan dirham tidak diperbolehkan dengan alasan mata uang negara tertentu, sedangkan nilai dollar, ringgit, dan mata uang lain pun terkadang sering kita jumpai dikalangan pebisnis dengan negara asing yang juga termasuk mata uang asing.
Sudah jelas bahwa yang dipermasalahkan, bukan lah mata uang asing, melainkan dinar dan dirham yang dinilai sebagai ideologi ke-islam-an yakni khilafah, yang mana negara pada saat ini begitu gencar memeranginya, termasuk ormas tertentu yang mendakwahkan khilafah. Kata khilafah menjadi sumber sorotan muamalah dipasar tertentu yang memakai dinar dan dirham sebagai alat tukar selain rupiah.
Dalam hal ini hubungan antara muamalah syariah memang sengaja diobok-obok karena dinar dan dirham adalah bentuk perekonomian sistem khilafah, mereka mengintimidasi muamalah dengan alasan dinar dan dirham yang identik dengan istilah islam. Sejatinya hal-hal yang berbau ke-islam-an sering dijadikan sorotan untuk pengalihan dan untuk menutupi kegagalan yang di idap negara, sebab sistem yang membangun struktur pemerintahan negara saat ini sudah salah kaprah. Dan yang lebih menyakitkan, pemerintah secara masif menuduh dan menempatkan rakyat, khususnya kaum muslimin yang mendakwahkan syariah sebagai musuh negara.
Kaum muslimin yang menginginkan perbaikan kehidupan melalui penerapan syariat islam, dengan semena-mena ditempatkan sebagai kelompok radikal. Pemerintah dengan kekuasaan dan aksesnya yang tak terbatas, memposisikan gerakan deradikalisasi untuk membasmi geliat umat yang ingin negaranya tertata sesuai wahyu illahi. Realitasnya, gerakan deradikalisasi telah menjadi kambing hitam atas kegagalan pencapaian pembangunan.
Menutupi kegagalan dengan memakai radikalisme nyatanya bukan hal aneh bagi pemuja syahwat kekuasaan dan harta dunia.
Allah berfirman,
لَقَدِ ابْتَغَوُا الْفِتْنَةَ مِنْ قَبْلُ وَقَلَّبُوْا لَكَ الْاُمُوْرَ حَتّٰى جَاۤءَ الْحَقُّ وَظَهَرَ اَمْرُ اللّٰهِ وَهُمْ كٰرِهُوْنَ .
"Sungguh, sebelum itu mereka memang sudah berusaha membuat kekacauan dan mengatur berbagai macam tipu daya bagimu (memutarbalikkan persoalan), hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah), dan menanglah urusan (agama) Allah, padahal mereka tidak menyukainya."
(QS. At-Taubah ayat 48)
Persekusi mereka terhadap dinar dan dirham sebagai asas ideologi khilafah, hanyalah alasan yang mereka lontarkan untuk menjauhkan islam dari masyarakat, tanpa mereka sadari bahwa sistem khilafah-lah sebenar-benar ajaran islam yang mampu memberikan solusi semua permasalahan,dan yang sudah sangat jelas dinyatakan bahwa tinta emas sejarah peradapan islam membuktikan pada dunia bahwa khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan berkarakter mensejahterakan setiap individu hingga seluruh alam. Dan itu berlangsung selama puluhan abad dengan wilayah kekuasaanya yang membentang hampir dua per tiga dunia.
Wa llahu a'alam Bishowab