Anak Penjarakan Ibu, Model Keluarga Kekinian?




Oleh : Dewi Fitriana* 



Berawal dari cekcok perkara baju, seorang anak sulung 19 tahun tega melaporkan ibu kandungnya ke polisi pada 22/10/2020. Kini sang ibu mendekam dalam sel tahanan Polsek Demak Kota pada Sabtu (9/1/2021)

Ibu 36 tahun dengan tiga anak ini telah bercerai dengan suaminya, pasca perceraian anak pertamanya ikut tinggal bersama ayahnya di Jakarta, sedangkan kedua anak yang lain ikut bersamanya di Demak

Pertengkaran antar keduanya dimulai ketika sang anak pertama datang kerumah sang ibu dengan tujuan mencari baju, ibunya berkata bahwa baju-baju sang anak telah dibuangnya, pertengkaran antar keduanya kian memuncak kemudian dengan wajah merah padam sang anak mendorong ibunya hingga terjatuh, saat sang ibu akan kembali berdiri reflek menyentuh anaknya, tanpa disadari ternyata kuku sang ibu mengenai pelipis anak dan saat divisum menyatakan hasil ada luka di pelipis anak sebesar dua cm

Kemudian berbekal hasil visum tersebut sang anak melaporkan ibunya dengan dugaan penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga. Sementara itu 2 hari setelahnya ayah sang anak atau mantan suami ibu 36 tahun itu menjelaskan bahwa sang anak melaporkan mantan istrinya bukan karena keributan soal pakaian namun karena perselingkuhan yang dilakukan mantan istrinya

Astagfirullah, nilai liberal yang rusak saat ini terbukti gagal menghadirkan penghormatan terhadap seorang ibu, menghasilkan generasi durhaka, bahkan gagal menghasilkan ketenangan hingga perselingkuhan membumbui bahtera dalam rumah tangga

Bukan hanya kasus di atas, kasus serupa pun terjadi di NTB seorang anak hendak penjarakan ibu kandungnya gara-gara soal sepeda motor. Beruntung laporan anak ditolak oleh Kasat Reskim Polres Lombok Tengah AKP Priyo Suhartono

Penolakan laporan itupun viral di media social Facebook juga Youtube, Priyo meminta permasalahan ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan saja. Di ketahui perseteruan anak dan ibu itu berawal dari harta warisan peninggalan sang ayah yang terjual seharga Rp200 juta, kemudian sang ibu mendapat bagian sebesar Rp15 juta, uang tersebut oleh sang ibu dipakai untuk membeli motor. Motor tersebut ditaruh di rumah keluarga, ketika sang anak  tahu hal tersebut ia merasa tidak terima dan dianggap menggelapkan

Begitulah dalam sistem sekulerisme yang melahirkan nilai-nilai liberal, interaksi dalam keluarga sekedar bernilai materi yang diukur dengan untung rugi, padahal terwujudnya keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang juga ketentraman adalah impian setiap orang bukan?

Sekularisme yakni pemisahan antara agama dan kehidupan membuat minimnya pemahaman masyarakat tentang ajaran Islam secara kaffah, masyarakat terlanjur memahami bahwa agama hanya sekedar ibadah ritual saja, sehingga wajar persoalan demi persoalan tanpa solusi silih berganti terus menghantam individu, relasi keluarga maupun masyarakat hingga menyebabkan perpecahan juga konflik berkelanjutan

Berbeda dengan Islam, keluarga dalam sistem Islam terbentuk bukan karena materi atau sekedar untung rugi, Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan memberikan solusi tuntas seluruh permasalahan yang menimpa umat manusia 

Termasuk dalam permasalahan yang menerpa keluarga, aturan dari Sang Pencipta dan Rasul-Nya mampu mengentas masalah yang ada karena sesuai dengan fitroh juga akal manusia, tentu aturan atau hukum Islam ini dapat tegak jika negara menerapkan aturan dari  Sang Pencipta secara kaffah

 “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam kaffah, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)

Pemahaman akan Islam secara kaffah yang diterapkan oleh negara Islam mampu mewujudkan ketahanan keluarga hingga kesadaran bagi seorang suami akan kewajiban dalam mencari nafkah juga bersikap secara makruf, begitu juga istri yang memahami kewajibannya untuk taat pada  suami dan sebagai ummun wa rabbatul bait, adapun anak akan faham bagaimana bersikap hormat dan patuh kepada orang tua, begitupun masyarakatnya saling beramar ma’ruf nahi mungkar dengan begitu kehidupan sejahtera bukan sekedar omong kosong belaka.


* (Aktivis Dakwah Remaja Pantura)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak