Oleh: Krisdianti Nurayu Wulandari
Bareskrim Mabes Polri resmi menahan Zaim Saidi, pendiri Pasar Muamalah di Depok, Jawa Barat. Zaim menjadi tersangka setelah pemberitaan terkait koin dinar dan dirham menjadi alat transaksi pembayaran di pasar tersebut viral. (cnnindonesia.com)
Berdasarkan informasi dari Mabes Polri, pendiri Pasar Muamalah Depok yaitu Zaim Saidi, disangkakan dua pasal sekaligus. Kedua pasal tersebut adalah Pasal 9 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Pasal 33 UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. (nasional.okezone.com)
Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa Zaim Saidi menjalankan pasar muamalah untuk mengikuti tradisi jual beli pada masa Nabi Muhammad SAW.
Sementara, beberapa hari sebelum ditangkap, Zaim memberi penjelasan tentang pasar yang digagasnya itu. Di pasar yang beroperasi di waktu tertentu itu, siapapun dipersilakan untuk berdagang tanpa dipungut biaya sewa.
Jual beli di pasar juga dilakukan dengan alat tukar seperti uang rupiah, koin emas, koin perak, koin tembaga atau komoditas lainnya seperti jagung, beras, dll. Mata uang asing tidak diperkenankan.
PP Muhammadiyah mempertanyakan proses hukum terhadap aktivitas Pasar Muamalah yang menggunakan dinar dan dirham dalam bertransaksi. Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi, KH Anwar Abbas, membandingkanya dengan banyaknya penggunaan uang asing termasuk dolar, dalam transaksi wisatawan asing di Bali. (Kumparan.com)
Menurutnya, jika transaksi menggunakan uang asing berlangsung masif di Indonesia, maka kebutuhan rupiah rupiah tentu akan menurun. Sehingga bisa-bisa nilai tukar rupiah akan menurun dan tidak baik bagi perekonomian nasional.
Tapi KH Anwar Abbas menilai, transaksi di Pasar Muamalah Depok, tidak menggunakan mata uang asing. Dinar dan dirham yang digunakan, menurutnya bukan mata uang resmi negara asing, melainkan koin dari emas dan perak yang dibeli dari PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (Antam) atau dari pihak lainnya.
Oleh karena itu, tindakan pemerintah yang mempidanakan Zaim Saidi atas kasus transaksi yang menggunakan dinar dirham di pasar muamalah ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap transaksi dinar dirham. Sebab, pemerintah sebenarnya tidak dirugikan dan tidak terancam oleh aktivitas tersebut.
Dari kasus di atas, hal itu justru menunjukkan bahwasannya adanya fobia terhadap Islam yang merasuk ke dalam tubuh pemerintah. Dinar dan dirham di dalam sistem ekonomi Islam dikenal sebagai mata uang bagi negara Islam, sebagaimana tercantum dalam dalil-dalil syariat. Dan yang hanya bisa memberlakukan dinar dirham sebagai mata uang secara keseluruhan tidak lain dan tidak bukan adalah sistem pemerintahan Islam, yaitu Khilafah Islamiyah.
Berkembangnya virus islamophobia sejatinya merupakan produk dari sistem kapitalisme –sekulerisme. Sistem kapitalisme selamanya akan menjadikan Islam berikut sistemnya sebagai musuh terbesar bagi pengemban mabda’ ini. Mereka akan menghalalkan segala cara untuk menghalangi kebangkitan Islam serta diterapkannya hukum Islam di dunia ini, temasuk dalam sektor perekonomian. Sebagaimana yang terjadi pada kasus diatas.
Menurut Syekh Zallum, setidaknya ada enam keunggulan dari mata uang dinar dan dirham. Pertama, emas dan perak adalah komoditas, sebagaimana komoditas lainnya, semisal unta, kambing, besi, atau tembaga. Kedua, sistem emas dan perak akan menjamin kestabilan moneter. Ketiga, sistem emas dan perak akan menciptakan keseimbangan neraca pembayaran antarnegara secara otomatis untuk mengoreksi ketekoran dalam pembayaran tanpa intervensi bank sentral.
Keempat, sistem emas dan perak mempunyai keunggulan yang sangat prima, yaitu berapa pun kuantitasnya dalam satu negara, entah banyak atau sedikit, akan dapat mencukupi kebutuhan pasar dalam pertukaran mata uang. Kelima, Sistem emas dan perak akan mempunyai kurs yang stabil antarnegara. Keenam, Sistem emas dan perak akan memelihara kekayaan emas dan perak yang dimiliki setiap negara. Jadi, emas dan perak tidak akan lari dari satu negeri ke negeri lain.
Itulah enam keunggulan yang dimiliki mata uang dinar dan dirham. Dari hal itu pulalah kita mengetahui bahwa sistem perekonomian dalam Islam dapat membawa kestabilan ekonomi dunia dan tentunya mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh individu individu baik muslim ataupun non muslim. Dan hal itu hanya bisa dilakukan melalui naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Wallaahu A’lam bi al-Shawaab
Tags
Opini