Vaksin Kapitalis, Siap Menguji Nyali




Oleh : Yan Setiawati, S.Pd.I., M.Pd.
(Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)

Hampir setahun wabah Covid-19 melanda umat manusia di bumi. Bukannya mereda namun malah semakin meningkat. Setiap hari kasus Covid-19 terus bertambah,  baik yang positif maupun pasien yang  meninggal. Tidak sedikit tim medis dan para dokter ahli pun gugur di tengah pandemi.

Sementara itu, pemerintah telah mendatangkan vaksin dari China yaitu vaksin Sinovac. Padahal vaksin ini tidak digunakan di tempat asalnya. China sendiri malah mengimpor Pfizer dari AS. Vaksin Sinovac tersebut belum teruji bisa menyembuhkan pasien Covid-19 atau tidak. Tapi mengapa Indonesia berani menggunakan vaksin itu yang sudah jelas tidak digunakan oleh negara yang membuatnya?

Dikutip dari www.dara.co.id, (23/12/2020) masyarakat Kabupaten Bandung akan menyambut kedatangan vaksin Sinovac seperti yang dikatakan oleh  Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinkes Kabupaten Bandung, Edi Kusno, bahwa fasilitas kesehatan yang akan didata adalah milik pemerintah dulu, seperti Puskesmas dan Rumah Sakit. Kemudian untuk tahap kedua, klinik-klinik yang ada kerjasama dengan BPJS.

Edi menjelaskan, yang akan mendapatkan vaksin di tahap pertama adalah tenaga kesehatan, TNI, dan Polri. Selanjutnya, pada gelombang kedua adalah masyarakat umum. Tapi, sebelum diberikan vaksin harus menjalani screening melalui aplikasi terlebih dahulu, tambah Edi.

Begitulah berita yang beredar,  bahwa masyarakat Kabupaten Bandung akan segara Kedatangan vaksin Sinovac dari China untuk memberantas pandemi Covid-19 ini. Namun dengan begitu, apakah kita harus merasa senang atau sedih dalam menerima vaksin ini. Dimana vaksin ini belum teruji kehebatannya dan ini merupakan  hasil jual beli dengan negara kafir harbi, yaitu China.

Apakah kita rela tubuh ini dimasuki sesuatu yang belum jelas apakah itu bisa menyembuhkan atau mematikan? Apakah bahan dasarnya itu halal atau haram?

Pemerintah seharusnya memperhatikan dampak yang akan terjadi dari pemberian vaksin itu kepada masyarakat Indonesia. Jangan hanya asal beli, tapi segala sesuatunya harus diperhatikan karena ini menyangkut nyawa seorang manusia.  

Namun begitulah sistem demokrasi kapitalis yang hanya memprioritaskan keuntungan dan materi semata. Nyawa manusia tidak dijamin. 

Vaksin ini dibeli pemerintah dari China,  dimana China adalah negara kafir harbi, yang terbukti telah menyiksa dan membunuh banyak umat muslim di Uighur.  Islam telah mengharamkan umatnya bermuamalat dengan negara kafir harbi seperti perdagangan termasuk jual beli vaksin. Karena perdagangan ini akan memperkuat China yang memusuhi saudara kita,  yaitu Umat Islam Uighur.  

Memang pada dasarnya  hukum jual beli dengan non muslim adalah boleh kecuali jual beli sesuatu yang digunakan  membantu orang kafir yang memerangi kaum muslimin, maka jelas hukumnya haram karena muamalat ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan tidak sesuai dengan syari'at Allah. 

Sesuai firman Allah Swt. dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 9: 

اِنَّمَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ قَاتَلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَاَخْرَجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوْا عَلٰٓى اِخْرَاجِكُمْ اَنْ تَوَلَّوْهُمْۚ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ. 

“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” 

Saat ini umat butuh pemimpin yang amanah, berkapabilitas, dan bertanggung jawab.  
Rasulullah Saw. bersabda dalam sebuah hadits :
"Seorang Imam (Pemimpin)  adalah ra'in (penggembala) dan dia bertanggungjawab atas gembalaannya (rakyatnya)". (HR. Bukhari)

Pemimpin yang seperti ini hanya ada dalam negara Islam di bawah naungan Khilafah.  Pemimpin (Khalifah) akan menerapkan aturan Allah dan akan bersikap hati-hati dalam melakukan muamalat dengan negara lain,  terlebih-lebih dengan negara kafir harbi.  

Di samping itu, negara juga akan memprioritaskan kepentingan rakyatnya di atas kepentingan yang lain, termasuk kesehatan yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga negaranya baik itu muslim atau non-muslim, kaya atau miskin. 

Sehingga dalam menanggulangi wabah yang terjadi negara akan mengerahkan potensinya untuk menemukan vaksin (antivirus) yaitu dengan mengerahkan para pakar dan intelektual di bidang kesehatan khususnya virologi-molekuler untuk melakukan riset.  

Khilafah akan memberikan dukungan pendanaan besar dalam menemukan antivirus ini,  yaitu melalui kebijakan ekonomi dan keuangan negara Islam yang memungkinkan bagi negara mendapatkan pendapatan yang melimpah ruah. Seperti pengelolaan SDA yang akan dikelola secara mandiri, ditambah pos Fai' dan Kharaj, juga pos zakat yang pemasukannya tak kalah besar.  

Dana ini akan digunakan untuk membangun laboratorium-laboratorium yang berkualitas dan menyokong peralatan canggih yang memadai serta mempercepat penemuan vaksin, juga termasuk membayar jasa para pakar yang terlibat dalam riset. 

Jika sudah ditemukan vaksin maka Khilafah akan memproduksi vaksin tersebut dalam skala besar secara mandiri dan mendistribusikannya kepada rakyat secara gratis.  

Itulah solusi yang diberikan Islam dalam pembuatan vaksin untuk membasmi wabah yang terjadi. Maka saatnya kita kembali pada syari'at-Nya. 

Wallaahu a’lam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak