Tahun 2021 Diawali dengan Kenaikan Harga Bahan Pokok




Oleh Ratna Sari Dewi

Tak terasa kita sampai di awal tahun 2021. Pamdemi covid-19 belum usai kini kita di suguhkan dengan kenaikan harga bahan pokok, menjelang dan usainya perayaan natal dan tahun baru.
Meski harga bahan pangan di petani cendrung turun ini akan mempengaruhi pasokan pangan dan memicu kenaikan harga. 

Seperti diberitakan oleh REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan, harga komoditas pangan berpotensi mengalami kenaikan pada 2021. Selain dikarenakan oleh pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan akan berakhir, pemerintah mencatat bahwa di akhir April tahun ini, beberapa provinsi mengalami defisit beberapa komoditas pangan, seperti beras, jagung, gula, cabai, bawang putih, bawah merah, dan telur.

Komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga adalah cabai merah, cabai rawit merah, telur ayam, dan daging ayam. Kenaikan harga berkisar 30 hingga 50 persen dari harga awal.

Cabai mereh sebelumnya hanya Rp24.000, tetapi saat ini harganya mencapai Rp56.000 per kilogram. Demikian pula harga cabe rawit merah naik dari Rp25.000 menjadi Rp45.000. Sementara daging ayam broiler naik dari Rp35.000 naik menjadi Rp45.000. 

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia FAO mengatakan, harga bahan pangan yang paling banyak diperdagangkan secara global naik secara keseluruhan, memberikan tekanan ekstra khususnya pada 45 negara yang membutuhkan bantuan pangan dari luar untuk memberi makan populasi mereka.
Indeks Harga Pangan FAO rata-rata berada di 105 poin selama satu bulan, naik 3,9 persen dari Oktober dan 6,5 persen dari tahun sebelumnya.

Kenaikan bulanan ini adalah yang paling tajam sejak Juli 2012, menempatkan indeksnya pada level tertinggi sejak Desember 2014.

Penyebab kenaikan harga pangan yaitu tingginya permintaan barang menjelang perayaan natal dan akhir tahun, keterbatasan stok ditengah pandemi, di pengaruhi juga dengan konflik pertanian seperti serangan hama, gangguan cuaca dan lainnya. 

Faktor klasik juga mempengaruhi seperti sudah terbiasa harga barang itu naik memuncak pada perayaan hari-hari besar seperti terjadi saat ini.

Pihak yang paling terkena imbasnya yaitu masyarakat bawah yang ekonominya rendah. Kemiskinan pasti makin di perparah oleh kenaikan harga ini.

Pemerintah seakan berlepas tangan atas masalah yang terjadi. Sistem kapitalis yang di terapkan berakibat fatal dari segala aspek kehidupan. Ekonomi yang berdasarkan ribawi membuat Indonesia dijajah secara ekonominya. Pasar yang dikuasai oleh para cukong kapitalis membuat kita sulit menstabilkan harga. 

Sistem kapitalis yang sumber dana mengharapkan hutang luar negeri. Membuat Indonesia yang kaya dengan mudah tergadaikan. Diketahui di awal ditahun 2021 mentri ekonomi akan berhutang lagi dikuartal satu. Tercatat hutang luar negeri Indonesia mencapai Rp 6000 trilliun.

Per Oktober 2020, jumlah utang Indonesia mencapai Rp5.877,71 triliun atau meningkat Rp1.121,58 triliun jika dibandingkan tahun 2019. Mirisnya, negeri ini berada pada kondisi gali lubang tutup lubang, meminjam uang untuk menutupi cicilan bunga dan pokok utang. Bahkan di 2021, Yusuf Kalla memprediksi ada kemungkinan sekitar 40% APBN hanya untuk membayar bunga dan cicilan utang.

Defalasi di khwatirkan akan terjadi, yaitu banyaknya uang beredar dipasar tetapi harga barang yang terlampau tinggi membuat uang yang beredar tidak laku. Indonesia akan mengalami kebangkrutan.

Segudang masalah akibat kapitalis diterapkan, sudah saatnya kembali kepada sistem Islam yang aturannya datang dari sang Khaliq.

Kekuasaannya sentralistis dan powerful, tidak terkooptasi kepentingan siapa pun, sebab Khalifah menjalankan syariat Islam yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT pembuat syariat.

Khilafah memastikan dan menjamin setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhannya. Mekanisme pemenuhan ekonomi rakyat ditetapkan dengan kewajiban bekerja pada pria dewasa yang mampu. Mereka diwajibkan menafkahi istri, anak, dan keluarganya.

Negara akan menjamin penyediaan lapangan kerja. Bagi rakyat yang tidak mampu, diperintahkan pada kerabat atau tetangganya untuk membantu. Jika tidak ada kerabat dan tetangga yang mampu, negara akan memenuhi kebutuhannya. Bagi rakyat yang tidak mempunyai modal untuk usaha, negara akan memberikannya. Sehingga, dalam sistem Khilafah tidak dijumpai kemiskinan ekstrem dan permanen.

Khilafah tidak menjadikan utang luar negeri sebagai pemasukan negara karena akan menjadi alat penjajahan. Sumber pendapatan berasal dari pengelolaan kekayaan alam yang dilakukan secara mandiri dan sumber lain yang ditentukan syariat seperti ghanimah, kharaj, zakat.

Harta tersebut digunakan untuk operasional pemerintahan, penyediaan kebutuhan urgen masyarakat, jaminan pengadaan kebutuhan pokok rakyat, untuk pengembangan dakwah, dan sebagainya

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak