Sumber Daya Alam : Surga Bagi Investor, Neraka Bagi Rakyat

Oleh : Rahmawati 
(Muslimah Kendari)

Pada dasarnya negeri ini memiliki sumber daya alam yang melimpah-ruah, mulai dari darat hingga laut yang semua itu telah diberkahi oleh Allah swt untuk memberikan kesejahteraan bagi umat manusia yang hidup di dalamnya. Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggihnya membuat para investor baik luar maupun dalam negeri berlomba-lomba untuk mengelola sumber daya yang ada.

Seperti dikutip dari Telisik.id (24/12/2020), potensi sumber daya alam yang dimiliki kabupaten Buton khususnya pertambangan mangan dan pangan menarik perhatian investor asal China untuk mengembangkan pabrik baterai litium. Bupati Buton Drs. La Bakri, M.Si sangat antusias menyambut rencana investasi tersebut dan bersedia untuk menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan termasuk melakukan komunikasi dengan pihak perusahaan nikel untuk kesiapan bahan baku pabrik baterai maupun smelter nikel. 

Buton sendiri terdapat dua IUP biji nikel yang beroperasi dengan deposit diperkirakan lebih dari 100 juta ton dan dengan adanya pabrik baterai nantinya akan menyerap tenaga kerja yang banyak sehingga mengurangi pengangguran. Adapun konsep pengembangan kawasan industri Buton yang digagas ini bernama BIP (Buton Industrial Park) sebagai pusat pertambangan kota daur ulang beterai. Lokasi yang disiapkan pemerintah kabupaten Buton untuk BIP terletak di kecamatan Kapontori.

Begitulah realitas hari ini. Yakni membebaskan para investor untuk mengelola sendiri sumber daya alam tanpa campur tangan pemerintah asal memberikan pemasukan anggaran negara. Kepemilikan umum dikuasai oleh orang-orang tertentu. Siapa saja yang memiliki modal itulah yang berkuasa. 

Watak Kapitalisme, pemerintahannya hanya menginginkan pemenuhan materi semata tanpa memikirkan kondisi rakyat yang dipimpin. Apalagi setelah menggarap semua sumber daya alam, hak-hak masyarakat tidak diberikan. Lebih parahnya negara berperan sebagai regulator yang mengikuti kemauan para investor untuk memudahkan jalan mereka. Indonesia sebagai negara pembebek hanya bisa mengikuti intruksi, maka dari sinilah para investor diberikan peluang untuk mengeksploitasi habis-habisan sumber daya alam yang ada.  

Tidak heran, untuk memuluskan pembangunannya mereka selalu menghalalkan segala cara seperti menggusur pemukiman warga yang tinggal di dalam wilayah yang akan dibangun perusahaan bahkan sampai perusahaan itu telah beroperasi, limbah yang dihasilkan mencemari lingkungan sekitar akibatnya mata pencaharian bahkan kehidupan rakyat sekitar terganggu. Pemecahan masalah yang demikian tidak menuntaskan seluruh permasalahan yang ada. 

Hidup dalam sistem Demokrasi memang tidak ada harapan untuk sejahtera karena orang yang kaya akan semakin kaya sedangkan orang miskin semakin miskin. Jiwa Kapitalis telah merasuki sebagian besar orang yang hidup di dalam negara yang menganut paham ideologi ini. pengambilan keputusan dan penerapan aturan diterapkan tanpa basa-basi. Nasib rakyat menjadi taruhannya, jeritan rakyat hanya dianggap angin lalu saja.  

Begitulah Kapitalisme yang diagung-agungkan mulai menampakkan kerusakannya. Kehidupan tidak sejahtera jika aturan yang diemban suatu negara berasal dari aturan buatan manusia dan yang diatur dengan aturan tersebut juga manusia, jelas tidak akan memberikan kemaslahatan sampai kapanpun karena pengambilan hukum hanya atas dasar hawa nafsu semata.

Berbeda dengan sistem Islam, pengelolaan sumber daya alam diambil alih oleh negara dan negara menjadi fasilitator dari harta milik umum, yang hasil pengelolanya akan dikembalikan kepada masing-masing rakyat karena memang sumber daya alam bukanlah milik negara apalagi milik orang-orang tertentu tetapi milik umat. Dari fakta ini kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa, untuk apa mempertahankan sistem Kapitalisme yang hanya memberikan kerusakan semata? Bukankah sudah waktunya kita beralih pada penerapan sistem Islam yang menjanjikan kesejahteraan?  Wallahu A'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak