Oleh : Muntik A. Hidayah (Aktifis Muslimah dan Pegiat Literasi)
Sungguh malang masyarakat kelurahan antah berantah, nasibnya terlunta-lunta tak berdaya. Mereka tercekik oleh sistem bengis yang tengah bercokol di wilayahnya. Padahal kelurahan antah berantah adalah kelurahan indah yang berada di tengah khatulistiwa. Hijau, kaya raya, dengan sumber daya alam yang seolah tiada habisnya. Masyarakatnya pun terkenal sangat ramah.
Kelurahan ini dipimpin oleh seorang lurah yang begitu merakyat. Dulu sebelum menjabat sebagai lurah, masyarakat sangat bersimpati padanya, dan tentu menaruh harapan besar dengan memilihnya sebagai lurah. Namun, siapa sangka justru kini keluarga Pak Lurah-lah yang membuat masyarakat kiat menderita.
Semuanya berawal dari sebuah keluarga kecil nan harmonis di tengah-tengah masyarakat antah berantah. Lengkap dengan bapak, anak, dan menantu yang saling menyayangi dan mengasihi satu sama lain. Alangkah rukun bapak, anak, dan menantu itu.
Kebetulan, atau mungkin telah diatur sedemikian rupa, sang Bapak terpilih pada saat pemilihan lurah, alhasil duduklah dia sebagai orang nomor satu di kelurahan itu. Tak main-main, ia bahkan sudah bertahan hingga 2 periode lamanya. Entah karena prestasi ataukah hasil dari mengakali.
Oleh sebab jabatannya itu, ia sangat menginspirasi anaknya, yang saat itu tengah sibuk berjualan martabak. Hingga pada suatu sore, terjadilah percakapan singkat antara bapak, anak, dan menantu keluarga itu.
“Pak, aku sudah gedhe Pak. Kebutuhan semakin banyak, hasil jualan martabak juga ndak seberapa. Mbok aku dijadikan ketua RT gitu lho. Besok ini kan ada pemilihan ketua RT RW,” pinta sang anak.
“Yo wis gek ndang daftar le. Kok repot,” jawab si Bapak singkat.
“Tapi memang jadi toh Pak pemilihannya? Banyak yang protes. Wabahnya belum selesai masak sudah bikin kerumunan kaya gini? Lek ndak jadi aku lak batal menjabat sebagai ketua RT Pak.”
“Nggeh Pak, ndak cuma adik saja yang kepingin. Saya ini loh sudah lama ingin jadi ketua RW. Pemilihan besok ini sudah saya nanti-nantikan, lah dalah, ada wabah, terancam gagal ini impian saya Pak.”
“Wis to le, tenang. Kowe loroan iki kenopo to? Pemilihan wis pasti tetep diselenggarakan. Bapak nggak akan biarkan kamu berjualan martabak selamanya. Kamu juga le, kamu lak menantu kesayangan Bapak to. Tenang wae, tak kasih jatah. Pasti iku.” Tukas sang Bapak pasti.
Pada hari yang telah ditentukan, berlangsunglah pemilihan ketua RT dan RW di kelurahan itu. Si anak dan menantu ini sama sekali tak merasa risau, sebab janji sang Bapak telah dikantongi. Benar saja, sang Bapak yang sangat mencintai anak dan menantunya itu, kontan menepati janjinya. Masing-masing terpilih menempati jabatan sesuai dengan keinginannya.
Masyarakat antah berantah sejatinya telah “mengendus” ketidakbenaran ini sedari awal, ketika anak dan menatu Pak Lurah ikut menyalonkan diri. Tapi mereka tak berdaya, sebab itu memanglah tidak dilarang dalam sistem demokrasi yang tengah diterapkan. Mirisnya, demi pemilihan itu, yang sedang sekarat pun seolah dipaksa untuk menunda kematiannya hanya untuk menunaikan hak pilihnya.
Kelurahan antah berantah yang kononnya begitu menjunjung demokrasi, serta memberikan kedaulatan sepenuhnya di tangan rakyat itu, agaknya sudah sedikit bergeser menuju politik dinasti. Tidak heran, sistem ini hanya mendatangkan kesengsaraan dan penderitaan masyarakat antah berantah dan wilayah manapun yang menerapkannya.
Semboyan demokrasi yang senantiasa lantang diserukan, agaknya tidak lagi ampuh untuk merayu seperti dulu. Sedikit demi sedikit makar penguasanya terbongkar. Realita di depan mata menjadi bukti tak terbantahkan, bahwa tujuan kesejahteraan masyarakat hanyalah omong kosong belaka. Yang ada hanya ketamakan penguasa atas jabatan dan harta dunia.Dari peristiwa ini sudah semestinya masyarakat antah berantah mencampakkan sistem demokrasi yang sejak dulu tak pernah membawa kemaslahatan. Inilah waktunya untuk segera beranjak pada sistem yang secara nyata menawarkan solusi terbaik bagi kehidupan, tidak lain ialah Islam. Faktanya, Islam telah menorehkan tinta emas sejarah dengan membangun peradaban gemilang tidak kurang dari 1300 tahun lamanya. Pencapaian yang belum pernah ditemui pada peradaban mana pun di dunia.
Islam telah berhasil membuktikan bahwa ia hadir bukan hanya sebagai agama spiritual belaka. Namun ia membawa kesempurnaan aturan kehidupan, meliputi politik, ekonomi, sosial, militer, pendidikan, kesehatan, serta lini-lini lainnya.
Dengan kesempurnaan sistem kehidupan yang berasaskan aqidah Islam, maka akan lahir pemimpin-pemimpin yang mumpuni. Pemimpin yang sadar akan pertanggungjawabannya di hadapan Sang Khaliq nanti. Jangankan untuk melakukan praktik politik dinasti apalagi korupsi, dunia saja di hadapannya tiada memiliki arti. Sudah semestinya, rakyat antah berantah turut berjuang menerapkan Islam yang merupakan satu-satunya jalan bagi kebangkitan hakiki. Hadanallahu waiyyakum.
Tags
Opini