Oleh: Salwa (aktivis mahasiswi)
Sejatinya
dalam bernegara memiliki tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan,
keadilan, dan kemandirian sebagai sebuah bangsa. Namun faktanya, demokrasi
justru menggagalkan semua tujuan bernegara. Demokrasi ini jelas
merupakan sistem kehidupan buatan manusia. Dimana dalam kacamata muslim, sistem
aturan yang bukan berasal dari wahyu Allah SWT adalah sistem kufur sehingga
haram mengadopsinya. Dalam digital event khusus muslimah, Risalah
Akhir Tahun (RATU) 2020 pada Sabtu (26/12/2020) bertema Berkah dengan Khilafah. Ibu
Pratma Julia Sunjandari, S.P. (pengamat
kebijakan publik) menjelaskan mengapa
demokrasi gagal menyejahterakan semua rakyat. Menurut beliau, dalam setahun,
jumlah rakyat miskin bertambah dua juta orang. Selain itu, terjadi kesenjangan
ekonomi yang luar biasa, kekayaan empat orang terkaya Indonesia setara dengan
pendapatan 100 juta orang miskin Indonesia.
Fakta hingga
hari ini, tidak ada satu pun parpol yang mampu memperjuangkan Islam lewat jalur
demokrasi. Contohnya perjalanan panjang UU Anti-Pornografi. Awalnya DPR mulai
mengajukan rancangan UU Anti-Pornoaksi dan Anti-Pornoaksi. Pada 2005, UU ini masuk
prolegnas prioritas setelah sempat gagal masuk prolegnas. Tahun 2006 dibentuk
Pansus, baru 2008 disahkan. Itu pun dengan mengurangi banyak hal hingga hanya
menjadi RUU Pornografi. Spirit mengeksiskan syariat gagal, karena media
termasuk partai sekuler, sudah mati-matian menolak dari awal, jelasnya miris. Beliau
menambahkan, baru-baru ini RUU Minol, yang juga dibuat sebagai tanggung jawab
anggota DPR atas desakan para pemilihnya, untuk membuat aturan yang melarang
miras. Tetapi, harapan untuk disahkan sangat tipis. Padahal, di pasal 8 sudah
menoleransi boleh menjual miras di tempat wisata, dan sebagainya. Dalam Islam,
Allah tegas mengharamkan khamr, tidak pakai tapi. Namun ketika
pakai sistem demokrasi, sudah pakai “tapi” disesuaikan dengan maunya perusahaan
atau kelompok sekuler, masih saja dijegal.
Hukum dalam sistem demokrasi tajam bila berhadapan dengan
rakyat kecil, yang bukan siapa-siapa. Sementara perusahaan kakap, pejabat
penting, atau elite lainnya, malah bebas. Selain
itu, akibat demokrasi, muncul problem persatuan, yakni ancaman disintegrasi.
Kasus Papua Merdeka mencuat karena mama-mama di sana, pace dan mace Papua,
tidak pernah merasakan pemerataan pembangunan, padahal Papua adalah tanah yang
amat kaya.
Menurut Ibu Hj. Ir.
Dedeh Wahidah Achmad (Konsultan
dan trainer keluarga sakinah), demokrasi tidak
bisa menyelamatkan hak rakyat. Alasan pertama, karena kerusakan demokrasi mulai
dari dasarnya yang tidak bisa lagi diperbaiki, apalagi digunakan sebagai jalan
untuk menjamin pemenuhan hak-hak rakyat. Kedua, fakta persekongkolan antara
demokrasi dengan kapitalisme. Ibu Dedeh menyatakan, kerusakan demokrasi
merupakan perkara yang mendasar. Beliau menegaskan, dalam demokrasi, kebenaran
ditentukan oleh suara terbanyak, yaitu suara rakyat. Padahal, akal manusia itu
bersifat lemah dan terbatas, tidak bisa memahami segala hal. Beliau juga
menekankan, pada akhirnya jargon dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
itu tidak terbukti. Realitasnya, semua dipaksakan kelompok yang berkuasa demi
kepentingan mereka, yaitu persekongkolan penguasa dan pengusaha. “Demokrasi
sukses mengumpulkan kekuasaan pada lingkaran rezim, tetapi gagal
mendistribusikan keadilan dan kesejahteraan ke tengah rakyat, pungkasnya.
Ibu Hj. Ir.
Dedeh Wahidah Achmad, mendalilkan pada firman Allah dalam surah Al-Maidah :
49-50 : Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah
kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa
yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang
telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki
akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka.
Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum
Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada
(hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?
Ibarat tanaman
yang akarnya sudah busuk, tidak bisa lagi diharapkan kehidupannya sekalipun
dipindahkan ke tanah yang subur, terus disirami, dibasmi hama dan penyakitnya.
Dia akan terus layu, menuju kematiannya yang pasti . Solusinya hanya satu,
dicabut dan diganti, tegas Ibu Dedeh.
Tuntutan
perubahan harus diawali dengan kesadaran tentang perkara yang yang meniscayakan
perubahan tersebut. Umat harus memahami bahwa penyebab utama penderitaan,
kezaliman, serta berbagai krisis yang sekarang dirasakan terus mengimpit adalah
karena sistem kehidupan yang salah.Menurut Ibu Dedeh, saat ini sedang terjadi perang
pemikiran yang tidak berimbang, sehingga arah dan tuntutan perubahan memang
sangat penting dipahami. Datangnya perubahan berupa
hancurnya demokrasi kapitalis dan tegaknya Khilafah merupakan perkara pasti
karena merupakan janji Allah SWT (Lihat: QS an-Nur: 55), juga dalam hadis
Rasulullah saw., jelasnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. Lalu akan ada
kekuasaan diktator yang menyengsarakan. Ia juga ada dan atas izin Alah akan
tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti minhaj
kenabian. (HR Ahmad, Abu Dawud ath-Thayalisi dan al-Bazzar).
Berikutnya, umat
juga harus memahami sistem apa yang akan menyelamatkan mereka dari penderitaan
di dunia dan akan menghantarkan pada keselamatan di akhirat kelak. Jangan
sampai umat salah dalam menentukan pilihan solusi.Maka beliau menegaskan, tugas
umat adalah meyakini kebenaran janji Allah tersebut, kemudian menyiapkan diri
berperan aktif menyongsong kedatangannya. Hal pertama yang harus disiapkan
adalah memahami metode perjuangan menegakkan Khilafah. Perjuangan tidak boleh
ditempuh dengan metode yang salah, namun harus mencontoh jalan perjuangan yang
sudah dilewati baginda Rasulullah saw., yakni dakwah pemikiran. Selanjutnya, segera
melibatkan diri dalam upaya dakwah untuk mencerdaskan umat. Dalam hal ini
sebagai muslimah memiliki tanggung jawab untuk memahamkan muslimah di
sekeliling kita, mereka harus disadarkan tentang kezaliman yang sedang terjadi
dan diarahkan pada cahaya kebenaran Islam.
Hukum Islam yang
agung ini sanggup memelihara kehidupan umat manusia sehingga kerukunan
tercipta. Syariat Islam juga menata agar setiap warga negara (muslim dan
nonmuslim) mendapat jaminan kebutuhan pokok semisal sandang, pangan, papan,
pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Karena keadilan hukum-hukum Islam inilah
gejolak sosial dan konflik di tengah masyarakat dapat dihilangkan. Allah
berfirman, Dan janganlah kalian campur adukkan kebenaran dengan
kebatilan dan janganlah kalian sembunyikan kebenaran, sedangkan kalian
mengetahuinya.”(QS al- Baqarah: 42).