RAN PE, Berpotensi Saling Mencurigai



Oleh: Siti Aisyah, S. Pd

(Pegiat Literasi Muslimah papua) 


Di tengah bencana yang bertubi-tubi melanda negeri ini. Ditambah pandemi yang entah kapan berakhir. Presiden menerbitkan peraturannya dalam menanggani ekstrimisme. Sebegitu gentingkah keadaannya sehingga harus di terbitkan Perpres? Seolah-olah sangat darurat, dan tidak bisa di tanggani lagi.


Seharusnya pemerintah lebih mengedepankan penanggulanggan bencana, agar segera diatasi. Bukan menerbitkan Perpres yang justru membuat resah di masyarakat. Ada apa sebenarnya? 


Dilansir dari CNN Indonesia (15/01/2021 ), presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Estrimisme Berbasis Kekerasan yang mengarah kepada Terorisme.  


Pembentukan RAN PE disebut untuk merespon tumbuh kembang ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah Terorisme. Untuk menindaklanjuti Perpres RAN PE ini. Dalam lampiran juga tertuang program-program yang bertujuan meningkatkan efektifitas pemolisian masyarakat dalam upaya pencegahan kekerasan yang mengarah pada terorisme (Detiknews, 17/01/2021).


Sasaran umum RAN PE adalah untuk meningkatkan Perlindungan hak atas rasa aman warga negara dari ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban negara terhadap Hak Asasi Manusia dalam rangka memilihara stabilitas keamanan nasional berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Begitulah bunyi Penpres tersebut. 


Program ini menyasar masyarakat sipil dan polisi Polri, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi penanggung jawab. Program ini dibuat karena perlunya optimalisasi peran pemolisian masyarakat dalam pencegahan ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. 


Munculnya Perpres RAN PE ini ditengah musibah yang terjadi di negeri ini. Menimbulkan pertanyaan besar. Ada apa di balik itu semua?. Bukankah masih banyak persoalan lain yang lebih urgen.


Bagaimana dengan masalah korupsi yang masih menggurita di negeri ini. Bahkan sudah menjadi penyakit di sektor pemerintahan, atau masalah ekonomi kita yang sedang resesi dengan hutang yang menggunung. Masih banyak lagi persoalan bangsa ini yang lebih penting yang harus segera diselesaikan. 


Selain itu, makna ekstrimisme juga masih belum jelas. Selama ini tuduhan tersebut selalu menyasar ummat Islam. Islam dipandang seolah agama yang keras dan tidak intoleran. 


Narasi-narasi negatif lainnya pun diarahkan kepada Islam. Seperti radikalisme dan terorisme. Selalu digaugkan kepada kelompok Islam yang teguh dalam kebenaran Islam. Bahkan sebutan baru disematkan kepada mereka  yang taat dan menjalankan islam secara totalitas ,sebagai kelompok "Islam garis keras".


Akibatnya ummat islam menjadi asing dengan agamanya sendiri. Asing melihat wanita yang menutup aurat secara sempurna, asing melihat ikhwan yang berjenggot, celana cingkrang, dan muslimah yang bercadar. 


Umat Islam juga merasa asing dengan panji Rasullah saw. (Roya dan liwa) bahkan pemiliknya dicurigai. Serta asing dengan kata Khilafah, seolah olah yang mendakwahkan dan memperjuangkannya ingin memecah belah negara. Apalagi dengan kata jihad, atau qishas, padahal semuanya itu adalah ajaran Islam .


Justru mereka bangga menyebut mereka Islam yang biasa- biasa saja.yaitu Islam yang hanya menjalankan ajaran Islam sebagian saja, yang rasa dia mampu dan meninggalkan sebagian lainya yang dirasa memberatkan. 


Diibaratkan meja prasmanan yang banyak pilihan menu diatasnya, dan bisa dipilih sesuai dengan selera. Jika suka di ambil dan jika tidak suka tidak diambil. Begitu juga mereka menjalankan ajaran Islam. Mereka shalat tapi tidak menutup aurat, mereka mengaji bahkan ada yang hafidz tapi pelaku Riba. Naudzubillah.. 


Padahal Allah Swt memerintahkan kita untuk masuk Islam secara kaffah atau keseluruhan tanpa memandang suka atau tidak suka. 

Allah berfirman dalam Al-qur'.an surat  al-Baqarah ayat 108 yang artinya:

"Hai orang-orang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan (Kaffah)".(TQS al-Baqarah [2]:108).

Sebagai orang yang beriman jika Allah memerintahkan sesuatu maka jawabannya adalah "Sam'na wa ato'na" kami dengar dan kami taat. 

Keasingan ini bertambah, ketika pemerintah membedakan Islam dengan membangun sekat dengan menyebut kelompok "Islam Radikal"dan "Islam moderat".Sehingga umat Islam terpecah. 


Apalagi ada pendapat di masyarakat, ummat Islam yang Pro terhadap kebijakan pemerintah disebut islam moderat, sedangkan ummat Islam yang sering mengkritik kebijakan pemerintah dianggap melawan dan dimusuhi pemerintah. Gerak geriknya pun selalu diawasi.  Jika menyinggung pemerintah sedikit  saja maka penjara menanti. 


Selain itu, kata "Terorisme" yang selalu di tujukan kepada ummat Islam bahkan selalu di buru, seolah olah ummat Islam adalah biang kerok dari semua masalah. Ini pun tidak adil karena tidak ada bukti yang menjawab ini semua. Karena semua tersangka teroris ini semua tewas sebelum mereka diminta penjelasan.


 Bahkan ada yang meninggal di tempat. Sehingga masyarakat hanya mendapat informasi dari satu pihak, yaitu pihak berwajib tanpa mengetahui yang sebenarnya terjadi. 


Sebaliknya, teroris yang sebenarnya yang meresahkan dan membuat ketakutan di masyarakat di biarkan tanpa ada tindakan. Di papua misalnya, sampai sekarang OPM (Organisasi Papua Merdeka) masih tetap beroperasi. Padahal keadaan mereka sangat meresahkan masyarakat karena selalu membuat teror. 


Bahkan mereka mempunyai senjata dan mengancam kedaulatan negara. Sudah banyak korban yang berjatuhan akibat ulah mereka. Namun pemerintah masih membiarkan organisasi ini berdiri. Padahal organisasi ini teroris yang sebenarnya. 


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBl), terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan. Sedangkan menurut Wikipedia, terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasan teror terhadap sekelompok masyarakat. 


Perpres RAN PE ini juga berpotensi saling mencurigai satu sama lain di tengah masyarakat. Sehingga timbul perasaan was was, tidak saling percaya dan saling tuduh menuduh. Karena salah satu tujuan Perpres ini adalah melatih masyarakat untuk mempolisikan orang. 


Ini sangat berbahaya, akibatnya banyak orang yang dilaporkan hanya karena aktivitasnya membuat resah masyarakat, main hakim sendiri, dan yang lebih parah lagi masyarakat akan saling tuduh menuduh tanpa bukti. Hanya karena orang tersebut terindikasi melakukan tindakan yang mengarah kedalam terorisme. 


Padahal Islam sangat melarang keras aktivitas ini. Dalam Islam Aktifitas ini disebut dengan tajassus atau memata matai dengan mencari kesalahan orang dengan menyelidikinya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-qur'an surat Al-hujarat ayat 12 yang artinya:

"Hai orang -orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain".(TQS Al-hujarat :12)


Islam sangat melarang keras aktivitas mencurigai orang lain terutama saudara seakidah. Karena dampak dari ini adalah adanya prasangka buruk yang ditimbulkan. Sesuai dengan hadist Rasulallah Saw yang artinya:

"Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara".


Demikianlah Islam menjelaskan tentang tajassus atau memata-matai. Setiap permasalahan yang terjadi, tentunya ada solusi yang dimiliki oleh Islam. Jika terdapat perbuatan atau indikasi yang melanggar hukum syara. Maka yang harus kita lakukan adalah" tabayyun" ,yaitu meminta penjelasan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan. 


Oleh sebab itu, pemerintah harusnya bijak dalam hal ini. Jangan sampai kebijakan ini justru menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat. 


Negara harusnya menjadi penganyom, jika tetdapat pengaduan dari masyarakat, harus mendudukkannha secara adil dan bijaksana. Sehingga masyarakat merasa aman dan tentram. 


Sebaliknya, pemerintah harus bertindak tegas, jika terdapat orang atau kelompok tertentu yang dengan sengaja atau terang-terangan membuat teror di masyarakat apalagi sampai mengancam kedaulatan negara.Serta hukum yang diberikan harus berlaku buat siapa saja, agar stabilitas negara selalu terjaga dan masyarakat merasa aman dari gangguan terorisme. 

Wallahu a'lam bish shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak