Potensi Unggul Generasi Dididik Demi Korporasi



Oleh Ummu Salman 
(Relawan Media)

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) bersama Google, Gojek, Tokopedia, dan Traveloka menyelenggarakan program Bangun Kualitas Manusia Indonesia (Bangkit) 2021. Melansir laman resmi Bangkit 2021, pada akhir program, mahasiswa akan dibekali dengan keahlian teknologi dan soft skill yang dibutuhkan untuk sukses berpindah dari dunia akademis ke tempat kerja di perusahaan terkemuka.(kompas.com, 8/1/2021) 

Hal yang sama juga sedang dilakukan pada para siswa-siswi SMK. Melalui perombakan kurikulum SMK, diharapkan lulusan SMK dapat  langsung memenuhi kebutuhan tenaga kerja bagi perusahaan. Dilansir dari news.detik.com(9/1/2021), 

Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Vokasi) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah melakukan penyesuaian kurikulum SMK dalam rangka mendukung program link and match. 

Ada lima aspek perubahan yang dibuat untuk memajukan pendidikan vokasi tersebut. Pertama, mata pelajaran yang bersifat akademik dan teori akan dikontekstualisasikan menjadi vokasional, misalnya matematika dan Bahasa Indonesia akan menjadi matematika terapan dan Bahasa Indonesia terapan.

"Kedua, magang atau praktik kerja industri (prakerin) minimal satu semester atau lebih. 

Ketiga, terdapat mata pelajaran project base learning dan ide kreatif kewirausahaan selama 3 semester," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/1/2020).

Keempat, SMK akan menyediakan mata pelajaran pilihan selama 3 semester, misalnya siswa jurusan teknik mesin dapat mengambil mata pelajaran pilihan marketing. Terakhir, terdapat co-curricular wajib di tiap semester, misalnya membangun desa dan pengabdian masyarakat.

Melihat arah kebijakan pemberdayaan potensi generasi yang berbasis pelibatan korporasi, maka sesungguhnya sama artinya dengan menyerahkan potensi unggul generasi pada korporasi (asing). Ini menunjukkan bahwa generasi bangsa saat ini sedang dididik untuk sekedar memenuhi kebutuhan korporasi akan tenaga kerja. Mental yang dibentuk pada generasi adalah mental buruh alias kuli bagi korporasi. Hal Ini jelas terbaca dari kurikulum Pendidikan menengah dan dan pendidikan tinggi yang sedang diterapkan bangsa ini. Ini juga bermakna negara ‘rela’  kehilangan SDM untuk keunggulan bangsa. 
Sungguh strategi pendidikan semacam ini justru semakin jauh dari tujuan pendidikan bangsa Indonesia. 

Tujuan pendidikan nasional diatur dalam pasal 31 ayat 3 dan pasal 31 ayat 5. UUD 1945 Pasal 31 ayat 3 menyebutkan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”.

Sementara UUD 1945 Pasal 31 ayat 5 menyebutkan “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. 

Paradigma Pendidikan Islam

Pendidikan Islam terlahir dari sebuah paradigma Islam. Hakikat hidup manusia sangat berkorelasi dengan arah pendidikan. Hakikat hidup manusia sebagai hamba Allah membawa konsekuensi untuk senantiasa taat kepada syariat Allah SWT. Maka, pendidikan harus diarahkan untuk membentuk kepribadian Islam yang tangguh, yaitu manusia yang memahami hakikat hidupnya dan mampu mewujudkannya dalam kehidupannya. 

Dalam misinya sebagai Khalifatullah., manusia berperan memakmurkan bumi. Dengan berbekal syariat Allah, manusia diharapkan dapat menata kehidupan manusia dengan benar sesuai kehendak Allah, serta dengan penguasaan sains dan teknologi, manusia diharapkan dapat mengambil manfaat sebaik-baiknya dari sumber daya alam yang ada. Karenanya, pendidikan Islam disamping untuk membentuk kepribadian Islam, juga harus diarahkan untuk membekali pemahaman terhadap tsaqofah Islam dan penguasaan sains dan teknologi yang mumpuni. 

Asas pendidikan Islam adalah aqidah Islam. 
Asas ini berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan dan interaksi di antara semua komponen penyelenggara pendidikan. Namun begitu, penetapan aqidah Islam sebagai asas pendidikan tidaklah berarti bahwa setiap ilmu pengetahuan harus bersumber dari aqidah Islam. 

Islam tidak memerintahkan demikian. Lagi pula hal itu tidak sesuai dengan kenyataan, karena memang tidak semua ilmu pengetahuan terlahir dari aqidah Islam. Yang dimaksud dengan menjadikan aqidah Islam sebagai asas atau dasar dari ilmu pengetahuan adalah dengan menjadikan aqidah Islam sebagai standar penilaian. Dengan kata lain, aqidah Islam difungsikan sebagai kaidah atau tolak ukur pemikiran dan perbuatan. 

Maka tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia yang berkarakter, yakni berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, dan menguasai ilmu kehidupan (sains teknologi dan keahlian) yang memadai.

Oleh karena itu jelas terlihat bahwa pendidikan dalam pandangan Islam harus merupakan upaya sadar dan terstruktur serta sistematis untuk mensukseskan misi penciptaan manusia yaitu sebagai abdullah dan khalifah Allah di muka bumi. 
Wallahu 'alam bishowwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak