Oleh: Neng Ipeh *
Sehubungan belum terkendalinya covid-19, Pemerintah Kota Cirebon berencana tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sayangnya pada pembelajaran dengan sistem daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini, terdapat beberapa masalah yang muncul. Mulai dari kuota internet yang memberatkan orang tua murid, hingga rentan terganggunya psikologis orang tua maupun siswa.
Apalagi anak-anak yang terisolasi dan harus mengikuti PJJ belajar dari rumah selama berbulan-bulan karena pandemi Covid-19 juga menghadapi risiko kejenuhan, penurunan minat belajar, terpapar konten negatif akibat aktivitas penggunaan internet yang sangat tinggi, serta naiknya risiko kesehatan anak akibat kegiatan yang minim.
“Kami (Komnas PA) telah mencatat dampak dari penerapan PJJ terhadap anak. 50 persen kekerasan seksual dan 20 persen kekerasan fisik serta 20 persen lagi kekerasan psikis. Kondisi psikologis orang tua di rumah sangat memengaruhi diri anak yang sedang melakukan adaptasi di masa pandemi ini. Jika orang tua tidak mampu berdamai dengan situasi sulit ini dan selalu menunjukkan tindakan serta emosi yang tidak stabil di depan anak, maka anak-anak pun akan mengalami hal serupa,” ungkap Ketua Komnas Perlindungan Anak Cirebon Raya, Siti Nuryani. (radarcirebon.com/13/01/2021)
Sebenarnya masalah kebijakan PJJ yang prematur dan tidak terukur bersumber dari penerapan sistem pendidikan sekuler yang tidak sungguh-sungguh berorientasi memberikan hak pendidikan pada generasi. Apalagi kebijakan yang diterapkan hanya berkutat pada konsep yang begitu-begitu saja setiap periode. Tentu hal ini menyebabkan tidak adanya perubahan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia yang didapatkan. Maka dibutuhkan perombakan mendasar pada substansi pendidikan.
PJJ yang diterapkan di masa pandemi seperti ini tentu membutuhkan pada kesiapan sistem, mulai dari infrastruktur (seperti jaringan internet), fasilitas gawai, kuota internet, seperangkat program pengajaran yang tepat di masa pandemi, hingga kesiapan SDM guru yang mengawal proses PJJ. Sayangnya, semua itu membutuhkan biaya yang cukup besar.
Hal ini sangat berbeda dalam sistem Islam. Khilafah, yang menerapkan sistem Islam dalam pemerintahannya akan bertanggung jawab memberikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan rakyatnya. Karena seorang Khalifah sebagai pemimpin negara akan sangat paham perannya dalam menyejahterakan rakyatnya. Ia paham bahwa kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban atas amanahnya sebagai pemimpin di hadapan Rab-nya.
Maka, mengganti sistem pendidikan sekuler dengan sistem pendidikan Islam merupakan suatu keharusan. Terbukti selama sistem pendidikan sekuler diterapkan, pendidikan hanya ditujukan untuk mendapat keuntungan materi. Proses mendidik generasi bukan untuk menjadikan mereka ilmuwan ataupun pakar dalam bidang pendidikan yang ditekuni, melainkan menjadi pekerja yang siap memenuhi tuntutan dunia industri.
*(aktivis BMI Community Cirebon)
Tags
Opini