Oleh: Nurlinda
( Pemerhati Sosial )
Wabah Covid-19 telah memberi dampak
termasuk terjadinya resesi ekonomi yang seluruh negara merasakan dampak
tersebut. Sehingga untuk mengembalika ekonomi kembali normal atau menjadi
peningkatan maka pemerintah akan melibatka kaum perempuan agar perekonomian
bisa meningkat.
Apa lagi ada sebuah penelitian yang
menunjukkan bahwa memajukan kesetaran perempuan di Asia-Pasifik dapat menambah US$4,5
triliun ke PDB kawasan tersebut pada 2025, atau meningkat 12 persen dari
pertumbuhan rata-ratanya.
Dari ini lah maka para investasi
tidak segang-segang untuk menggelontorkan dana yang besar. Seperti
International Developmen Finance (DFC) menggelontorkan jaminan kredit sebesar
US$35 juta untuk memobilisasi investasi US$100 juta.
Chief Executive Officer DFC Adam
Boehler mengatakan hal tersebut telah dimulai melalui pemberian jaminan kredit
sebesar US$35 juta melalui Ocean Fund, di mana Tridi Oasis adalah perusahaan
asal Jakarta yang bergerak dalam bidang daur ulang botol plastik. Dimana Tridi
Oasis adalah perusahan yang didirikan dan dimiliki serta dikelola oleh dua
penguasa perempuan.
Menurut Adama dengan melalui prakarsa
DFC bertujuan untuk memobilisasi modal dan memberi insentif kepada sektor
swasta untuk mencapai dampak terukur dan berkelanjutan bagi pemberdayaan
perempuan secara ekonomi. Namun sayangnya kata Adama sampai saat ini
kesenjangan gender yang meluas menghalangi perempuan untuk mencapai potensi
penuh mereka.
Program PEP dengan gelontoran dana
asing diasumsikan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun iming-iming
yang indah dari kapitalisme hanyalah ungkapan dan janji indah untuk menjebak
kaum perempuan. Yang ada mereka hanya
semakin terperosok menjadi bumper dan mesin ekonomi para kapitalis.
Bahkan konsep dan program-program PEP
masih sukses sehingga para kaum perempuan yang berpenghasilan mandiri akan
semakin meningkat untuk tawar dirinys ditengah-tengah keluarga. Masalahnya
bagaimana pun PEP adalah program internasional milik PBB. Yang artinya ada
proyek kerja sama antara pemerintah
dengan PBB.
Namun program ini berbahaya bagi kaum
perempuan karena akan semakin menjauhkan para perempuan dari fungsi fitrahnya
sebagai ibu generasi (ummu al-ajyal). Posisi perempuan sebagai tulang rusuk
yang wajib dinafkahi justru digeser menjadi tulang punggung nafkah keluarga.
Sehingga perlu disadari bahwa program
pemberdayaan ekonomi perempuan yang merupakan perpanjangan tangan dari sistem
kapitalis. Untuk menjadikan produktifitas kaum perempuan diukur dengan cara
materi. Dimana perumpuan yang produktif akan dihormati dengan sejumlah nominal.
Makin produktif maka akan semakin tinggi insentifnya. Semakin tinggi
penghasilan seorang perempuan dianggap lebih mulia dan lebih tinggi derajatnya.
Sedangkan ibu rumah tangga biasa akan
dipandang tidak produktif bahkan dianggap sebagai parasit. Padahal jika
orientasi kaum perempuan yang merupakan kaum ibu terpalingkan dari ibu dan pengatur rumah suami dan ibu generasi.
Maka tidak heran apabila marak
terjadi kekerasan dalam rumah tangga, perceraian terutama kasus cerai gugat
terus meningkat, dan kerusakan generasi semakin meningkat. Tawuran, narkoba,
kejahatan anak, kecanduan games onlain, seks bebas dan lain sebagainya. Telah
sangat nyata bahwa sistem kapitalis sekuler tidak mampu menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Inilah yang harus disadari oleh umat,
bahwa program pemberdayaan ekonomi perempuan justru akan menggiring perempuan
menjadi pemutar roda industri kapitalis. Namun program tersebut tidak lain
hanya lah alat untuk mensukseskan kapitalisme sekaligus menjaukan umat islam
dari pemahaman islam dan aturan-aturan islam.
Untuk membendung terjadinya kerusakan
yang lebih besar, sudah waktunya kita meninggalkan konsep pemberdayaan
perempuan ala kapitalis dan kembali pada Islam. Pemberdayaan perempuan
perspektif Islam adalah upaya pencerdasan muslimah hingga mampu berperan
menyempurnakan seluruh kewajiban dari Allah subhanahu wa ta'ala, baik di ranah
domestik maupun publik. Kesanalah aktivitas perempuan diarahkan.
Menjadi perempuan tangguh sebagai
Ummun wa robbatul bait dan mu al-ajyal dalam ke sakinahan, sebagai mitra
laki-laki (suami) dan pendidik serta pencetak generasi pemimpin bagi peradaban
bangsa, demi melahirkan generasi saleh, cerdas, takwa, dan berkualitas.
Sekaligus sebagai mutiara umat, yang siap berjuang untuk tegaknya peradaban
mulia, berperan menjadi bagian dari masyarakat yang berkontribusi besar bagi
kemajuan masyarakat. Bekerjasama dengan laki -laki untuk mewujudkan masyarakat
yang sejahtera berdasarkan tatanan Islam.
Arah pemberdayaan perempuan seperti
ini, tidak mungkin dilangsungkan dalam sistem kapitalis yang mengukur segalanya
dari materi. Arah pemberdayaan ini hanya bisa direalisasikan ketika sistem
Islam yang diterapkan, satu-satunya sistem yang berasal dari Sang Pencipta,
Yang Mahatahu akan hamba-hambaNya dan apa yang terbaik bagi mereka. Inilah
saatnya kita berjuang untuk tegaknya sistem Islam di muka bumi ini, dalam
naungan khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam bissawab.