Oleh : Durrotul Hikmah
(Aktivis Dakwah Remaja)
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) yang sudah diusulkan sejak 2012, kembali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021. Pengesahannya sudah delapan tahun ditunda.
Komnas Perempuan menyambut baik Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) kembali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2021. Sebab, RUU PKS tersebut sudah diusulkan sejak 2012. "Komnas Perempuan mengapresiasi DPR RI yang telah menetapkan RUU PKS dalam Prolegnas Prioritas 2021. RUU PKS diusulkan sejak 2012, artinya, pengesahannya sudah 8 tahun ditunda," kata Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini saat dihubungi. (Detik.news, 16/1/2021).
Staf Ahli Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan, Ilhamuddin menyebutkan, ada tiga hal yang mendasari terbitnya peraturan rektor ini. Pertama, banyaknya isu atau kasus terjadinya kekerasan seksual dan perundungan yang muncul di media. Kedua, bukan hanya UB saja yang menerbitkan aturan ini. Banyak kampus lain yang menerbitkan aturan serupa, yang merupakan turunan dari aturan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud. Ketiga, sebagai payung hukum baik preventif maupun upaya antisipasi jika nantinya ada kasus di masa depan," ungkap dia, melansir laman Universitas Brawijaya. (Kompas.com, 15/1/2021).
menurut Prof. Euis Sunarti, ruh dari RUU-PKS adalah semangat sekularisme karena di dalam pasal itu tidak mengenali agama, bahkan memisahkan kehidupan beragama dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, RUU-PKS menegasikan falsafah dan nilai agama dalam kehidupan. Karena Semangat Sekulerisme yang menjiwai RUU-PKS ini, mau dibuat UU-nya sekalipun tak akan menyelesaikan masalah dalam bentuk pelecehan seksual. Karena RUU-PKS ini hanya mengatur soal kekerasan seksual, namun mengenai kejahatan-kejahatan seksual tidak diatur, justru yang dipersoalkan dalam RUU-PKS ini adalah tentang kekerasannya. Jadi apapun tindakan penyimpangan seksual lainnya seperti perzinahan, LGBT, dll itu didominasi tanpa kekerasan, hingga lah semuanya dibiarkan begitu saja berkembang.
Tidak akan ada asap jika tak ada api, Sejatinya Sekulerisme lah yang menjadi biang keroknya apalagi penyimpangan seksual dan kekerasan seksual dengan embel-embel "tanpa kekerasan" sudah semakin dianggap sebagai hal yang wajar dan di maklumi. Aturan agama dipisahkan dari kehidupan oleh negara, sehingga kebebasan berperilaku dan berbuat sesuatu sudah menjadi hal yang biasa, walhasil lahirlah masyarakat yang miskin keimanan. Sebab ketika pemahaman agama tidak sesuai dengan standar perilaku, maka hawa nafsu lah yang akan menjadi penentu. Solusi dalam sistem saat ini hanya bersifat parsial, bahkan bisa menimbulkan problem baru lainnya di tengah-tengah masyarakat. Maka dari itu sistem saat ini mesti lah menganti sistem yang baru yaitu sistem kehidupan lain. Semestinya kita beralih pada sistem islam yang memberikan solusi tuntas bagi setiap problematika umat.
Islam selalu memberikan solusi atas permasalahan manusia, termasuk dalam kasus kekerasan seksual dan kejahatan seksual, pastinya melalui cara-cara yang efektif. Islam sebetulnya memiliki sistem pergaulan (nizham ijtima’i) yang sempurna. Termasuk didalamnya untuk meminimalisir pemicu syahwat dan memperkecil peluang tindak kejahatan seksual. Islam mengatur pemenuhan naluri seksual dengan benar. Sedari dini, anak-anak dibiasakan merasa malu kala menampakkan auratnya lebih-lebih organ intimnya di depan siapapun. Orangtua menanamkan maskulinitas dan feminitas anak-anaknya sesuai fitrah agar tidak memicu penyimpangan.
Islam dengan seperangkat aturannya telah mengkondisikan setiap muslim senantiasa peduli terhadap lingkungannya. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim). Selain itu Islam juga mewajibkan kita untuk selalu berpegang teguh pada syariahnya tak terkecuali penguasa. Maksudnya hendaklah setiap persoalan yang muncul seperti kekerasan seksual diatasi dengan tata cara Islam.
Islam memandang negara dalam kapasitasnya sebagai perangkat yang menerapkan aturan akan menetapkan sanksi yang tegas dengan efek jera. Para pelaku seksual baik yang terpaksa dengan kekerasan maupun suka sama suka (zina) akan diberi sanksi berupa hudud atau ta’zir sesuai ketentuan syariah dan ijtihad penguasa. Hukum yang diberikan sesuai dengan ketentuan Allah Yang Maha Adil, sehingga penerapannya akan sesuai dengan fitrah, memuaskan akal dan menentramkan hati. Bahkan dapat menghapuskan dosa si pelaku.
Karenanya, selayaknya kita menelaah kembali bahwa penyebab segala kerusakan di sekitar kita disebabkan oleh tangan-tangan manusia yang telah memisahkan Islam dari kehidupan yakni sekulerisme. Sehingga menyebabkan kita jauh dari perilaku Islam semestinya. Islam tidak hanya dalam konteks Ibadah saja, tetapi juga dalam hal persoalan hidup. Sesungguhnya dengan mengembalikan peran Islam dalam Kehidupan baik itu individu, masyarakat maupun negara, maka disanalah akhir dari dari kerusakan secara total dan kekerasan seksual dapat dicegah serta ditanggulangi dengan tuntas.
Wallahu a'lam bishawwab