Oleh : Ayu Kusumayanthi,ST,
Aktivis Dakwah
Indonesia Menangis, bencana dan musibah di
awal tahun 2021 datang bertubi-tubi, diawali dengan berita kecelakan pesawat
SJ-182 pada Hari minggu, tanggal 10 Januari, kemudian Jumat 15 Januari Sulawesi
barat diguncang gempa sebesar 6,2SR, Sabtu, 16 Januarinya Terjadi longsor di
Sumedang, Banjir di beberapa daerah seperti Jimbaran Bali,Kalimantan Selatan
dan Jember, Jawa timur. Belum lagi Kasus Corona yang tak kunjung mereda dan
wafatnya para Ulama dan Tokoh.
"Saya mengucapkan turut berduka atas
bencana banjir dan gempa ini. Semoga korban yang meninggal diterima di sisi
Tuhan dan korban yang selamat bisa diberikan kesabaran dan ketabahan,"
ucap Irwan di Jakarta, Jumat (15/1). (JPNN.com)
Legislator asal Kalimantan Timur ini juga
meminta pemerintah pusat lebih responsif dalam merespons kedua jenis bencana
alam tersebut. Dikarenakan, banjir yang terjadi di Kalsel sudah berlangsung
hampir satu pekan yang merendam ribuan rumah warga dengan ketinggian air antara
2-3 meter.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo
Dwi Cahyono, mengatakan bahwa banjir tahun 2021 merupakan yang terparah dalam
sejarah. Selain curah hujan yang tinggi selama beberapa hari terakhir dan
Masifnya pembukaan lahan yang terjadi secara terus menerus untuk lahan sawit,
pertambangan, pembakaran maupun kebakaran, jelas turut andil dalam bencana di
Kalimantan.
Berdasarkan
laporan pada tahun 2020 terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu
bara yang masih aktif bahkan ditinggal tanpa reklamasi, ditambah 50% lahan
bukaan perkebunan kelapa sawit yang mengurangi daya serap tanah.
Sehingga
dapat dikatakan, bahwa daya tampung dukung lingkungan di Kalsel dalam keadaan
darurat ruang dan darurat bencana ekologis. Dari Total luas wilayah 3,7 juta
hektar, hampir 50% sudah dibebani izin pertambangan dan perkebunan kelapa
sawit.
Eksploitatif
Berbau Sekuler Kapitalistik
Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor
juga sudah mengumumkan wilayahnya kini berstatus tanggap darurat bencana banjir
melalui Surat Pernyataan Nomor: 360/038/Bpbd/2021 tertanggal 14 Januari 2021.
Banjir
bukanlah hal yang baru di negeri kita ketika musim hujan tiba. Sepertinya belum
ada solusi yang tepat dalam menanggulangi banjir. Bencana banjir ini
sesungguhnya membutuhkan perhatian khusus, apalagi ketika bencana banjir yang
melanda disebabkan oleh kerusakan ekologis. Kerusakan ekologi tanah yang
ditandai dengan maraknya pertambangan dan meluasnya lahan perkebunan sawit tadi
sehingga berkurangnya resapan air.
Demi
kepentingan segelintir pemodal, sehingga menjadikan mereka bebas
mengeksploitasi sumber daya alam hanya demi sebuah keuntungan materi semata,
tanpa memperdulikan keseimbangan alam dan lingkungan,karena yang terpenting
bagi mereka adalah meraih sebanyak-banyaknya produksi tanpa memperdulikan
dampak negatif terhadap masa depan lingkungan alam. Inilah bukti nyata dari
sebuah sistem Kapitalisme dengan liberisasinya.
Solusi
yang ditawarkan dari sistem Kapitalisme pun belum dapat menyentuh akar
permasalahan yang sebenarnya. Sehingga banjir selalu hanya menjadi momok di
negeri ini setiap musim penghujan tiba, tanpa adanya penyikapan yang berdampak
signifikan.
Banjir
memang merupakan bencana alam kehendak dari Allah SWT, namun, jika kita telaah
lebih lanjut, berbagai bencana tersebut disebabkan karena adanya campur tangan
manusia dan akibat penerapan sistem kapitalis yang kufur dan tidak mau diatur
dengan aturan-Nya.
Bencana
alam akibat kerusakan ekologis adalah buah busuk yang mengiringi pembangunan
eksploitatif akibat sistem sekuler kapitalistik yang diterapkan saat ini.
Islam
dalam Mengelola Lingkungan
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar)”. QS. Ar-rum ayat 41.
Ada sekitar 800 ayat yang berbicara tentang
alam semesta dan lingkungan, dan manusia diberi amanah sebagai khalifah dengan
tugas untuk memelihara dan menjaga kelestarian alam lingkungan, sehingga ada
keseimbangan antara alam dan manusia. Sumber Daya Alam yang melimpah di perut
bumi diperuntukkan kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga
manusia dilarang untuk membuat kerusakan.
Secara umum manusia mengemban tiga amanat
dari Allah SWT dalam berinteraksi dan mengelola SDA, yakni
Pertama
al-Intifa’,
yaitu mengambil manfaat dan dan mendayagunakan hasil bumi sebaik-baiknya demi
kemakmuran dan kemaslahatan.
Kedua
al-I’tibar,
yaitu manusia dituntut untuk senantiasa memikirkan dan menggali rahasia dibalik
ciptaanNya, agar dapat mengambil pelajaran dari berbagai kejadian dan peristiwa
alam.
Ketiga
al-Ishlah,
yaitu manusia diwajibkan untuk terus menjaga dan memelihara kelesatarian
lingkungan.
Dalam aturan Islam, Hutan termasuk dalam
kepemilikan umum bukan kepemilikan individu atau negara. Dalam pengelolaannya
hanya boleh dilakukan negara tidak boleh ada pihak lain baik swasta maupun
korporasi asing yang berkecimpung. Dan hasilnya akan didistribusikan untuk
kemaslahatan umat sesuai ketentuan syara’.
Sudah saatnya kita beralih kepada sistem
Islam. Yaitu sistem yang aturannya berasal dari sang Pencipta, yang mampu
menyelesaikan setiap permasalahan, secara lengkap dan rinci mengatur seluruh
aspek kehidupan.
Islam dengan syariatnya memiliki aturan
yang rinci dalam pengelolaan hutan.Secara sempurna memberikan kebijakan yang
efisien meliputi sebelum, ketika, dan pasca banjir.
Adalah dengan membangun bendungan yang
difungsikan untuk mencegah banjir sekaligus sarana irigasi. Sementara untuk
pemukiman atau kawasan baru, wajib menyertakan variabel, drainase, dan
tersedianya resapan air serta penggunaan tanah berdasarkan karakteristik maupun
topografinya. Bagi yang melanggar maka akan dikenai sanksi.
Sebagai agama Rahmatan li al-‘alamin, Islam
meletakan pemeliharan lingkungan sebagai basis terhadap pemeliharaan tujuan
pokok agama. Dengan mekanisme yang sempurna sehingga mampu menjaga keseimbangan
alam. Dan juga menyelaraskan pembangunan yang sesuai dengan karakter alam,
sehingga dapat melindungi umat dari
bencana yang mengancam.
WAllahu a’lam bishawab.