Oleh : Sari Kurnia P.
Ini tentang kita yang ditakdirkan hidup di negara api, negara para bedebah. Apa sih negara bedebah itu? Kok kayaknya pernah dengar, tapi dimana ya? Kalau pernah baca bukunya Tere Liye, mungkin bisa mendapat sedikit gambarannya disana.
Singkatnya begini, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bedebah berarti celaka. Sedangkan buku negeri para bedebah ditulis secara realistis dengan majas sarkas yakni majas sindiran terhadap isu sosial, dimana saat ini banyak sekali manusia yang rakus akan sesuatu terkhusus di negeri ini. Jadi negeri para bedebah adalah negerinya para orang-orang rakus. Rakus atas pengakuan, kepemilikan, bahkan kekuasaan.
Gak percaya kalau negeri kita ini negerinya para bedebah? Coba kita flashback.
Apa yang kita ketahui tentang isu-isu hari ini di negara kita? Selain angka covid yang kian tinggi, masyarakat yang dibohongi dengan bantuan sosial yang dikorupsi, Ummat Islam yang dilegitimasi, dan masih banyak persoalan gak masuk akal lainnya. Tahu gak, carut marutnya negeri kita bukanlah tanpa sebab. Negeri kita carut marut karena campur tangan negara api (negara adidaya adikuasa "Amerika") yang ingin menguasai potensi negeri kita mulai dari alam hingga potensi pemudanya.
Kenapa pemuda juga termasuk? Karena mereka menganggap bahwa jiwa revolusioner pemuda hijrah itu sebagai bagian dari paham radikal yang dapat mengacaukan misi mereka. Oleh sebab itu, perlu untuk dibasmi sampai keakar-akarnya.
Negara api yang merupakan induk dari negari para bedebah, memberi jaminan hidup enak bagi siapa saja pengikutnya yang nurut dengan protokol perdamaian dunia. Oleh sebab itu, di negeri ini juga berlaku hukum siapa yang manut penguasa (buzzer) akan mudah dapat jatah. Mangkanya gak heran ada yang tiba-tiba jadi Komisaris Utama, Direktur Utama, sampai posisi pimpinan tertinggi lainnya. Padahal bisa jadi orang-orang tersebut belum kompeten di bidangnya.
Protokol perdamaian dunia yang katanya paling toleran, ternyata mengandung standart ganda terhadap mereka yang muslim. Mereka yang teguh terhadap nilai ke-Islamannya dianggap virus intoleran. Semua yang berbau Islam, berbau ke arab-araban seperti cadar begitu keras di protes sedangkan hot pants digaungkan sebagai bentuk kebebasan. Belajar bahasa arab dibilang kadrun (kadal gurun), sedang yang fasih berbahasa inggris dibilang keren.
Banyak hal yang sifatnya substansi jadi bahan masalah. Tapi yang bersifat esensi tidak pernah ditindaklanjuti. Kisah kotak amal yang dicurigai milik kelompok radikal misalnya. Berhari-hari pemberitaan kita berisi tentang kecurigaan terhadap kotak amal, padahal ada yang lebih esensial yakni isu korupsi 17 Miliyar. Isunya seperti angin lewat, berhembus tanpa ada kejelasan lebih lanjut.
Lalu, apalagi yang bersifat esensi? Ya permasalahan kerusakan ideologi negeri ini! Ideologi yang sebenarnya Kapitalis hanya saja berselimut kata Demokrasi. Apa sih Kapitalis itu? Perumpamaannya begini "Yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin". Jadi gak heran banyak orang kaya karena latarbelakang orangtuanya pun sudah kaya, meskipun tidak menutup kemungkinan yang dari kalangan biasa-biasa saja pun juga bisa kaya. Tapi tetap butuh usaha yang lebih keras lagi. Ideologi ini azasnya sekuler dan liberal. Sedang pancasila hanyalah sebuah tameng. Kalau kata Mbah Sujiwo Tedjo, "Pancasila itu gak pernah ada. Karena kalau ada, air kita gak beli, dan tikus gak akan mati di lumbung padi".
Kalau boleh dibilang, kurang sabar apalagi kita yang hidup di negeri bedebah ini. Bisa jadi, bukannya kita sabar tapi justru kita gak sadar bahwa kita sedang berada di lingkaran yang kacau. Kita hidup di negari bedebah, hidup dalam cengkraman kapitalisme binaan negara api. Segala emas, minyak, batu bara diambil alih. Sedang kita masih repot mengurusi persoalan diri sendiri.
Pelan-pelan mindset pemuda seperti kita di grogoti. Kemajuan IPTEK adalah sebuah prestasi, namun juga ada sisi lain yang perlu diwaspadai. Saat kita mulai terbuai alunan teknologi melalui sesuatu yang fun, food, fashion, maupun film tanpa sadar otak kita sudah didominasi.
Hidup di negeri ini, perlahan tapi pasti peradabannya menuju kehancuran yang sejati. Hidup bebas tanpa agama yang membatasi. Menjadi candu, belum lagi di-setel secara massal oleh para influencer yang mendominasi. Tentu saja menjadi pemuda di negeri bedebah ini memiliki tantangan tersendiri. Otak kita akan di setting auto "liberal", "sekuler", bahkan parahnya tidak percaya adanya tuhan "atheis".
Perlahan tapi pasti, "Transfer of Knowlegde" berubah menjadi "Transfer of Softpower", mulai dari gaya hidup sampai ideologi kufur yang berjalan mulus. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan, melemahkan akidah ummat. Akidah para pemuda Islam. Mencampurkan akidah Islam dengan paham-paham yang seolah dibenarkan. Padahal kata "benar" menurut standart manusia itu tidak benar-benar ada.
Perlahan tapi pasti, kita digiring untuk masuk pada tataran agenda konspirasi yang mungkin saja benar akan terjadi, yakni agenda "The New World Order". Tatanan dunia baru, dimana manusianya mulai lalai terhadap tuhan dan mementingkan ke-duniawian. Disini pula mulai terlihat jelas, bahwa musuh ummat semakin terbangkitkan dari hari ke hari.
Lantas bagaimana nasib kita yang memang sudah ditakdirkan hidup di negeri bedebah ini? Lahir dan mati adalah sebuah takdir, tapi hidup dengan akidah yang kebenarannya datang dari Allah, itu semua adalah pilihan yang harus dipegang teguh. Bahkan dalam Al-Qur'an Allah SWT. menyebut dua kali kata khalifah yang artinya pengganti atau wakil, wakil Allah di muka bumi. Pertama, terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 30,
وَاِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلٰٓٮِٕكَةِ اِنِّىۡ جَاعِلٌ فِى الۡاَرۡضِ خَلِيۡفَةً ؕ قَالُوۡٓا اَتَجۡعَلُ فِيۡهَا مَنۡ يُّفۡسِدُ فِيۡهَا وَيَسۡفِكُ الدِّمَآءَۚ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَـكَؕ قَالَ اِنِّىۡٓ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Kedua, terdapat dalam Surat Al-Shad ayat 26,
يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلۡنٰكَ خَلِيۡفَةً فِى الۡاَرۡضِ فَاحۡكُمۡ بَيۡنَ النَّاسِ بِالۡحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الۡهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ ؕ اِنَّ الَّذِيۡنَ يَضِلُّوۡنَ عَنۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ لَهُمۡ عَذَابٌ شَدِيۡدٌۢ بِمَا نَسُوۡا يَوۡمَ الۡحِسَابِ
(Allah berfirman), "Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan."
Yang dinamakan wakil pasti mengikuti atasannya bukankah begitu? Ibarat kaki mengikuti kepala, maka sebagai wakil Allah kita mengikuti apa yang Allah perintahkan. Mengemban sebaik-baiknya perintah untuk membumikan Akidah Islam. Semua bukan karena Allah yang butuh kita, tapi karena kita yang butuh Allah, butuh keridhoanNya.
Jadi, tak masalah dimana kita hidup, menjadi masalah ketika kita hidup tidak tahu dimana, dan tidak tahu harus berbuat apa.
Tags
Opini