Oleh : Ummu Hanif, Anggota Lingkar Penulis Ideologis
Berita duka terus terpampang di berbagai lini media. Hingga saat ini kematian tenaga kesehatan (NAKES) Indonesia tercatat paling tinggi di Asia bahkan 5 besar di dunia. Di sepanjang Desember 2020 tercatat 52 tenaga medis dokter meninggal dunia akibat terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Menurut Dr Adib Khumaidi SpOT dari Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) penyebabnya adalah akumulasi peningkatan aktivitas dan mobilitas yang terjadi belakangan ini. Di antaranya, pemilihan kepala daerah (pilkada), aktivitas berkumpul dan berlibur (www. Kompas.com, 4/1/21).
Nakes adalah pahlawan di garda terdepan dalam perjuangan dan pengorbanan memerangi Covid-19. Selain itu, nakes juga benteng terakhir pertahanan dalam melawan virus Covid-19. Jika semakin hari banyak yang berguguran, bagaimana nasib negeri ini dalam menghadapi Covid-19? Semetara mereka lah orang yang ahli di bidangnya, yang bisa diandalkan menolong bangsa ini dari wabah yang sedang melanda.
Di sini menjadi penting tanggung jawab sebuah negara dalam melindungi nakes. Nakes sudah rela berkorban, maka negara harus menjaganya dengan baik, memenuhi semua kebutuhan nakes dan fasilitas kesehatan. Penanganan virus ini bukan hanya tugas nakes, tugas bersama lebih utama negara karena negara yang memiliki tugas mengurus rakyatnya. Untuk itulah sebenarnya mereka dipilih saat pemilu, jika mereka tidak lupa.
Tentu kondisi ini jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam islam, nyawa manusia sangat berharga, dan ini menjadi tanggung jawab seorang Khalifah atau pemimpin negara. Untuk itu dia dibaiat atau dipilih menjadi pemimpin, dan akan dimintai pertanggung jawban di sisi Allah. Hadis Rasul tegas mengatakan, bahwa hilangnya dunia lebih ringan dibanding terbunuhnya manusia tanpa hak.
Dalam Islam, pendidikan, kesehatan dan keamanan adalah kebutuhan kolektif yang menjadi hak warga negara. Artinya, kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Islam memiliki pola tersendiri dalam pelayanan kesehatan yang terangkum dalam tiga aspek, pertama, pembudayaan hidup sehat. Kedua, pemajuan ilmu dan teknologi kesehatan. Ketiga, penyediaan infrastruktur dan fasilitas kesehatan.
Dalam pembudayaan hidup sehat, salah satu yang dilakukan adalah membuat lahan sampah perkotaan. Ini bagian hulu yang harus dilakukan sebagai upaya preventif, agar bagian hilir yaitu kuratif tidak terlalu berat. Rasul sebagai inspirator dalam dunia kesehatan, sabdanya: "Tidak ada penyakit yang Allah ciptakan, kecuali Dia juga menciptakan cara penyembuhannya.” (HR al-Bukhari). Dari keyakinan ini, memotivasi umat Islam untuk bisa menemukan obat jika terdapat suatu penyakit. Bahkan penemuan-penemuan dalam dunia kesehatan, dimulai dari umat Islam lalu Barat mengikutinya.
Khilafah sebagai sebuah negara yang menerapkan aturan Islam, menyediakan infrastruktur dan fasilitas kesehatan. Sebagai contoh, pada zaman pertengahan hampir semua kota besar khilafah memiliki rumah sakit. Di Cairo misalnya, rumah sakit Qolaqun dapat menampung hingga 8000 pasien. Rumah sakit ini juga digunakan untuk riset pendidikan di universitas. Rumah sakit tersebut bukan hanya untuk penyakit fisik tapi juga penyakit jiwa.
Rumah-rumah sakit ini menjadi favorit para pelancong asing yang ingin mencicipi sedikit kemewahan tanpa biaya, karena seluruh rumah sakit di Daulah Khilafah bebas biaya. Namun, pada hari keempat, bila terbukti mereka tidak sakit, mereka akan disuruh pergi, karena kewajiban menjamu musafir hanya tiga hari. Betapa Islam sangat menjamin kesehatan warganya, mulai dari preventif hingga kuratif.
Maka, fenomena banyaknya nakes yang berguguran, tentunya harus disikapi dengan lebih seksama. Ini bukan perkara takdir semata. Namun ada hal yang perlu diperbaiki dari akarnya. Dan islam telah menawarkan solusi tuntas hadapi wabah, tinggal kita mau bertahan pada sistem ini atau kembali merujuk sistem ilahiyah.
Wallahu a;lam bi ash showab.