“Tak putus dirundung malang.” pribahasa ini seolah menggambarkan kondisi Indonesia yang tidak henti dirundung duka. Bagaimana tidak, awal tahun 2021 saja, sudah terjadi deretan musibah dan bencana alam melanda negeri ini. Mulai dari longsor di Sumedang yang menelan 32 korban jiwa, jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang membawa 62 orang di Kepulauan Seribu, disusul banjir bandang di Kalimantan Selatan dengan 112.709 warga mengungsi dan 5 korban meninggal dunia.
Tidak berhenti sampai disitu daerah Mamuju Sulawesi Barat di guncang gempa yang berkekuatan 6,2 SR, tercatat 73 korban jiwa, dan sebanyak 743 orang luka-luka, hingga meletusnya gunung semeru di Jawa Timur yang mengakibatkan 9 kecamamatan di Purbalinggo diguyur hujan abu vulkanik.
Bencana alam yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia pada awal tahun 2021. Menurut data Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 1-16 Januari 2021, tercatat 136 bencana alam yang mengakibatkan 80 korban jiwa, 858 luka-luka, dan 405.584 yang mengungsi (tirto.id 18/1/2021). Malang bukan!
Bala yang beruntun menyisakan duka yang mendalam bagi para korban serta rakyat Indonesia. Terlebih lagi bencana ini terjadi di saat pandemi yang makin mengganas. Hal ini menyisakan tanda tanya, ada apa gerangan?.
Jika kita analisa terkait musibah yang terjadi, ada dua hal yang menjadi penyebab bencana alam. _Pertama_ bencana adalah qodho dari Allah SWT. Tentu sikap sebagai seorang muslim, tatkala menerima qodho adalah bersabar dan ridho, karena tidak ada yang bisa menolaknya ataupun menghentikannya. Adakalanya musibah datang sebagai pengingat diri, agar kembali ke jalan lurus, kembali bersyukur, dan merenungi betapa lemahnya manusia dihadapan Allah SWT.
_Kedua_, bencana terjadi karena ulah tangan manusia, hal ini didasari karena dosa dan kemaksiatan yang dilakukan. Sebagaimana firman Allah SWT.
_“ Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (TQR. Asy syura: 30)_
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, (agar mereka kembali ke jalan yang benar),’’ (TQS. Ar-Rum: 41)
Pun dengan gempa yang seharusnya bisa diantisipasi dengan konstruksi bangunan tahan gempa dan berbagai riset geologi. Karena menurut beberapa pakar konstruksi gempa 7 SR sekalipun seharusnya tidak mencelakakan, ketika bangunan dikontruksi dengan ketahanan terhadap gempa. Namun hal ini diabaikan oleh penguasa.
Inilah deretan kemaksiatan penguasa, yang abai terhadap urusan rakyatnya, yang seharusnya mereka bertanggung jawab dalam pencegahan dan penanggulangan segala sesuatu yang mengancam nyawa masyarakat. Maka tak heran jika bencana seakan tak terhentikan melanda negeri ini.
Jika kita belajar dari sejarah islam, bagaimana Rosulullah SAW menahan gempa yang terjadi di Madinah, seraya berkata dan meletakan tanganya di atas tanah “ Tenanglah, belum datang saatnya bagimu” dan Rosulullah berkata kepada sahabatnya bahwa gempa merupakan teguran dari Allah, maka buatlah Allah ridho terhadapa kalian.
Begitu pula pada saat kepemimpinan Umar bin Khottab ra, ketika tejadi gempa bumi yang dahsyat, maka dengan segera Kholifah Umar ra. mengucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah Azza wa Jalla. Lalu memukul bumi sambil berkata “tenanglah engkau, bumi. Bukankah aku telah berlaku adil kepadamu, seketika bumipun berhenti berguncang.
Dalam penjelsan Imam al-Haramain mengapa hal ini bisa terjadi, disebabkan sosok Kholifah Umar ra. Telah menjadi Amirul Mukminin secara lahir dan batin. Yang keadilan Kholifah Umar ra. Juga dapat dirasakan oleh bumi. Beliau adalah kholifah Allah bagi bumi dan negerinya. dan keadilan Kholifah Umar ra. Juga dapat dirasakan oleh alam semesta.
Begitu juga sebaliknya, alampun enggan bersahabat karena tingkah pongah, dan angkuh penguasa, yang terus melakukan kemaksiatan dan kezholiman. Akibatnya bencana dan musibah bertubi-tubi mengepung pertiwi ini.
Hal hasil, cara tunggal untuk mengakhiri corak duka ini, yaitu bersegera bertaubat kepada Allah SWT. Tobat berjamaah, yang harus dilakukan setiap komponen bangsa, khususnya penguasa negeri ini. Mereka harus segera bertaubat dari ragam kezoliman yang telah mereka lakukan terhadap rakyatnya. Kezholiman terbesar adalah saat manusia, terutama penguasa mengabaikan hukum Allah dan memakai hukum jahiliyah. Sebagaimana firman Allah:
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bai orang-orang yang yakin?” (TQS. Al-maidah : 50)
Yakinlah! Ketika penduduk neger ini beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT insya Allah keberkahan dari langit dan bumi silih berganti menghampiri negeri ini. Wallahu a’lam bi-showab