Oleh:
Izzatil Khasanah(Pemerhati Keluarga dan Generasi)
Seperti
disampaikan beberapa waktu lalu,Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Airlangga Hartarto terkait pengadaan vaksin sudah ada rancangan Peraturan
Presiden tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi yang akan mengatur
secara lengkap proses pengadaan, pembelian dan distribusi vaksin. Selain itu
juga dengan pelaksanaan vaksinasi/ pemberian imunisasi.
Hal yang senada selanjutnya
yang sangat penting dan perlu segera diselesaikan adalah perlunya pengaturan
protokol pelaksanaan vaksinasi. Pemerintah yang dikoordinasikan Kementerian
Kesehatan telah menyiapkan Roadmap Rencana Nasional Pelaksanaan
Pemberian Imunisasi Covid-19(Bisnis.com/18/8/20). Menko Luhut melaporkan
perkembangan vaksin Covid-19 yang akan didatangkan dari Cina ke Indonesia pada
November. Vaksin tahap pertama ini akan diprioritaskan untuk garda depan
penanganan Covid-19 seperti nakes (tenaga kesehatan), TNI, Polri, Satpol PP. (Republika,
2/10/2020)
Tim dari
pemerintah bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dijadwalkan bertolak ke Cina
pada pertengahan Oktober 2020 untuk meninjau vaksin Covid-19. Adapun tim dari
pemerintah terdiri dari Menko Luhut, Menkes Terawan, dan Dirut PT Bio Farma
Honesti Basyir. Sedangkan dari MUI terdiri dari Lembaga Pengkajian Pangan
Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) dan Komisi Fatwa. Mereka akan mengecek
keamanan dari segi kesehatan dan kehalalan vaksin Covid-19. (nasional.okezone,
3/10/2020)
Hal tersebut
bersinergis dengan Kementerian Kesehatan yang mulai mendistribusikan vaksin Covid-19
buatan perusahaan farmasi asal Cina, Sinovac, per hari Ahad, 3 Januari 2021.
Vaksin langsung didistribusi ke 34 Provinsi. Dua gelombang vaksin Sinovac tersebut tiba di Indonesia pada 6
Desember dan 30 Desember 2020 lalu dengan jumlah total 3 juta dosis. Dikawal
dengan pengamanan ekstra ketat, vaksin dibawa ke gudang penyimpanan milik Bio
Farma di Bandung, Jawa Barat (TEMPO.CO/3/1/21).
Hanya 93 juta warga Indonesia yang akan mendapatkan vaksin
gratis yang dipilih mengacu pada data BPJS Kesehatan bagi yang paling
membutuhkan. Sisanya diharapkan bisa ikut vaksin mandiri.
Untuk vaksinasi 160 hingga 190 juta penduduk Indonesia,
diperkirakan pemerintah butuh dana setidaknya US$4,5 miliar atau Rp66 triliun.
Perlu dilakukan dua kali pemberian vaksin dengan kisaran harga US$ 15 per
vaksin.
Erick berharap distribusi tahap pertama vaksin dapat
dilakukan pada Januari hingga Februari 2021. Pos anggaran Kementerian Kesehatan
saat ini masih tersedia sekitar Rp24,8 triliun yang sebagian akan digunakan
untuk membayarkan uang muka vaksin. (katadata, 2/9/2020)
Saat ini ada tujuh vaksin yang sudah masuk uji coba klinis
tahap III. Ketujuh vaksin itu berasal dari perusahaan farmasi Sinovac; Wuhan
Institute of Biological Product bekerja sama dengan Sinopharm; Beijing
Institute of Biological Products yang juga bekerja sama dengan Sinopharm;
Pfizer dan BioNTech; University of Oxford bekerja sama dengan Astrazeneca;
Moderna; dan University of Melbourne dan Murdoch Children Research Institute.
Upaya Pemerintah Indonesia mengatasi penyebaran Covid-19
belum bisa dikatakan maksimal. Upaya karantina/lockdown, Test-Trace-Treatment
(3T), sampai instruksi Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak (3M) belum
dilaksanakan secara maksimal dan cenderung melompat ke solusi vaksin
(mengandalkan keberadaan vaksin).
Padahal, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Doni
Monardo menyatakan, ditemukannya vaksin belum tentu jadi solusi utama
menyelesaikan pandemi Covid-19. Doni mengatakan vaksin yang tengah diteliti
beberapa negara termasuk Indonesia masih berproses dan belum ada yang terbukti
bisa menghentikan pandemi secara total untuk kembali ke kehidupan normal (Ayojakarta,
11/08/2020).
Masa pandemi yang belum juga reda serta berbagai
problematik yang muncul karenanya, adalah bukti kegagalan sistem kapitalisme
dalam menanggulangi pandemi. Sistem batil yang menjadikan akal manusia sebagai
pemutus perkara, telah menghantarkan pada kebijakan yang hanya mengakomodasi
kepentingan penguasa.
Berbeda dengan Islam, sistem buatan Allah SWT yang
menjadikan syariat yang dibawa Nabi menjadi pemutus seluruh perkara. Sehingga
para penguasa dalam Islam hanya membungkuk dan bersujud pada Allah SWT. Seluruh
kebijakannya independen, terbebas dari setiran pihak mana pun. Dan menjadikan
kemaslahatan rakyat sebagai fokus utamanya.
Adapun cara Islam dalam menyelesaikan
masalah wabah yaitu dengan mengunci wilayah yang terkena wabah. Tidak
meninggalkan wabah dan tidak memasuki wilayah wabah. Dikisahkan pada masa
kepemimpinan khalifah Umar bin Khaththab, telah terjadi wabah di Syam (639 M).
Maka penguncian area wabah harus dilaksanakan sesegera mungkin. Agar wabah tak
menyebar lebih luas.
“Apabila kalian mendengarkan wabah di
suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah
sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar rumah.” (HR
Muslim)
Hal ini
tentu berbeda dengan vaksinasi ala
kapitalis yang lebih beraroma kepentingan korporasi daripada keselamatan
rakyat. Vaksinasi dalam Islam murni untuk keselamatan umat. Seharusnya penguasa
lebih dulu menghentikan penularan dengan lockdown dan menjamin kehidupan
masyarakat yang terdampak dan mengobatinya bukan dengan vaksin.
Wallahu’alam
bissahawab.