Oleh : Ummu Hanif, Anggota Lingkar Penulis Ideologis
Tak hanya sebagai negara maritim, Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia memiliki mata pencaharian sebagai petani atau bercocok tanam. Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki banyak sumber daya alam, baik di darat maupun perairan.
Sebagaimana yang dilansir www,kompas .com 12/12/2019, Indonesia merupakan negara agraris tropis terbesar di dunia setelah Brazil. Dari 27 persen zona tropis di dunia, Indonesia memiliki 11 persen wilayah tropis. Hal ini karena letak geografis Indonesia yang berada di lintasan garis katulistiwa.
Namun ironis, negara gemah ripah loh jinawi itu kini mengalami berbagai problem khususnya problem ketahanan pangan. Bagaimana tidak, beberapa hari terakhir ini, makanan yang sangat digemari sebagian besar masyarakat Indonesia, selain harganya yang terjangkau, dan rasanya yang gurih, beberapa hari yang lalau sudah tidak ada dipasaran. Makan asli indonesia ini, yaitu tahu dan tempe saat ini sangat sulit ditemukan di pasar tradisional maupun di penjual keliling.
Dilansir dari republika.co.id, (2/1/2021), naiknya harga bahan baku kedelai impor membuat para perajin tahu di Bogor hingga se-Jabodetabek melakukan libur produksi massal mulai 31 Desember 2020 hingga 2 Januari 2021. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah karena tidak ada perhatian pada perajin tahu dan tempe mengenai kenaikan harga kedelai.
Tidak hanya itu, mahalnya harga kacang kedelai membuat para pengrajin tempe dan tahu di kota Tangerang, Banten harus menaikkan harga jual produksi mereka. Saat ini harga kedelai berkisar Rp 9200 per kilogram dari harga sebelumnya Rp 7200 per kilogram. Satu lonjor tempe yang biasa dijual Rp 15.000, sekarang dijual Rp 20.000. (Kompas.com, 5/1/2021)
Menurut Suryana salah satu produsen tahu mengatakan, biasanya menjual tahu Rp 30.000 sekarang menjadi Rp 33.000. Harga kedelai yang mahal bukan satu-satunya masalah yang harus ia hadapi. Ia mengatakan pandemi covid-19 juga berdampak pada usahanya. Sebelum pandemi tiap hari menghabiskan satu ton, sekarang tinggal 6 sampai 7 kuintal tiap harinya.
Melihat fakta di atas, sungguh memprihatinkan. Indonesia yang terkenal kaya akan pangan, kini tahu dan tempe makanan semua kalangan khusus menengah kebawah akhir-akhir ini langka, hanya karena harga bahan baku kedelai yang tinggi.
Ditambah kelangkaan bahan makanan, ini bukanlah kali pertama. Sebelumya ini juga terjadi pada bahan makanan seperti daging sapi, bawang merah dan bawang putih, cabe, dan lain-lain, sehingga hal ini berakibat kenaikan harga bahan pangan tersebut.
Maka, dengan adanya kenaikan berbagai komoditas pangan, tentu akan sangat berimbas pada keluarga, terutama keluarga menengah kebawah. Mereka yang berpenghasilan rendah, tentu harus memutar otak agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah belum mampu mengamankan ketahanan pangan bagi rakyat. Dan merupakan titik lemah posisi daya tawar Indonesia di mata internasional. Karena dengan embargo pangan yang dilakukan oleh negara-negara produsen pangan pada Indonesia, posisi indonesia mudah sekali diserang oleh lawan-lawannya serta melemahkan ketahanan pangan nasional.
Pada akhirnya, urusan ketahanan pangan nasional tidak hanya urusan perut semata, tetapi juga urusan politik pemerintah. Bagaimana pemerintah mempertahankan kedaulatan negara ini dari intervensi negara-negara asing, jika dalam memenuhi segala kekurangan kebutuhan pokok saja masih tergantung pada impor.
Namun hal yang berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Islam memandang bahwa kebutuhan pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi rakyat. Karenanya negara bertanggung jawab menjamin terpenuhinya segala kebutuhan tersebut.
Islam mempunyai aturan-aturan dalam segala urusan, termasuk urusan untuk menjamin terlaksananya mekanisme pasar dengan baik. Islam mewajibkan negara memberantas berbagai distorsi pasar seperti, penimbunan, riba, monopoli dan penipuan karena bertentangan dengan syariat Islam.
Negara juga mencatat dengan jelas berapa banyak stok hasil produksi yang akan disalurkan ke masyarakat, dan berapa jumlah yang dibutuhkan. Sehingga akan terjadi keseimbangan.
Di sisi lain negara wajib menerapkan kebijakan dalam mengatasi masalah kelangkaan. Yakni dengan memanfaatkan negara yang agraris secara optimal diantaranya, dengan pemberian subsidi untuk keperluan produksi petani.
Para petani diberikan berbagi bantuan, dukungan dan fasilitas dalam berbagai bentuk. Bantuan bisa berupa modal, peralatan, benih, teknologi, teknik, budidaya, obat-obatan, pamasaran, informasi dan sebagainya.
Dengan bantuan secara langsung ataupun subsidi, maka seluruh lahan yang ada akan kembali produktif. Negara akan membangun infrastruktur pertanian seperti, irigasi, jalan, komunikasi dan lainnya sehingga distribusi lancar.
Wallahu a’lam bi ash showab