Oleh: Rina Yulistina
Traffic tol dipekirakan akan melonjak saat liburan Natal dan Tahun Baru (NATARU) seperti yang diprediksi oleh Manager Pengendalian Operasi PT Jasamarga Solo Ngawi (JSN) Imam Zarkasi "Momentum puncak pada 24 - 27 Desember dan 31 Desember - 1 Januari. Pada tahun ini prediksinya naik 47% dari traffic lalu lintas normal." katanya kepada wartawan di exit tol Kebakkrat, Karanganyar, Jateng, Selasa (15/12) yang dimuat di laman gatra.com
Bisa dipastikan kenaikan traffic tol bukan hanya di tol Solo - Ngawi saja, Tol Cipali pun mengalami hal serupa, Departemen Head Tol Transaction Astra Tol Cipali Dedy Purnaedy mempreduksi kenaikan kendaraan sebesar 12,6%, jumlah kendaraan yang akan melintas diprediksi tertinggi 95,7 ribu kendaraan. (liputan6.com). Kenaikan traffic tol bisa dipastikan akan terjadi diseluruh Indonesia baik di Pulau Jawa maupun luar Jawa.
Momen libur Nataru tentunya memberikan dampak yang signifikan terhadap ekonomi bagi negara. Bagaimana tidak peningkatan e-tol akan tinggi itu artinya negara akan mendapatkan pajak, selain itu peningkatan permintaan BBM akan naik tajam, belum lagi para pedagang di rest area akan diuntungkan pula. Pendek kata liburan Nataru bisa menjadi salah satu penyelamat pemasukan negara dan diharapkan mampu menambal resesi ekonomi diakibatkan pandemi.
Saat ini negara sangat butuh pemasukan dan pemerintah melihat peluang besar ada di liburan Nataru. Namun, keuntingan ini sebenarnya hanya sekilas malah kerugian yang didapat lebih besar. Sangat beresiko.
Ketika kasus Covid di setiap daerah bukannya melandai malah semakin tinggi. Banyak sekali daerah-daerah di Indonesia masuk kembali ke zona merah, itu artinya jika masyarakat melakukan perjalanan ke satu daerah ke daerah yang lain bukankah ini merupakan kesengajaan penyebaran Covid19? Bisa diprediksi lonjakan penderita Covid akan jauh lebih tinggi, lantas siapa yang akan rugi?
Ketika masyarakat melakukan tindakan atau perbuatan yang melanggar protokol kesehatan atau berkerumun disaat liburan Nataru pada dasarnya tidak 100% masyarakat salah karena pemerintah pun tidak punya aturan yang jelas dalam mengatasi liburan Nataru ini, semua armada transportasi diperbolehkan beroperasi, mulai dari pelabuhan, bandara, stasiun, terminal, tol semua diperkirakan melonjak. Jika kasus Covid melonjak berpuluh-puluh lipat itu adalah konsekuensi yang harus diterima.
Jika seandainya pemerintah memberikan aturan yang ketat dan jelas pada liburan Nataru ini, namun nyatanya tidak. Dari sini masyarakat awam pun bisa menilai bahwa penguasa lebih mementingkan ekonomi daripada kesehatan masyarakat, watak seperti ini disebabkan oleh sistem kapitalis yang memandang remeh nyawa dan mengutamakan ekonomi. Sangat disayangkan lagi dan lagi para tenaga medis menjadi tumbal dari ketidak jelasan sikap rezim sehingga Nakes harus bekerja keras membereskan Covid.
Hal ini snagat bertolak belakang dengan bagaimana Islam memandang liburan Nataru. Di dalam Islam berlibur hukumnya adalah mubah, berkunjung kesanak family atau kehandai taulan merupakan sunnah. Sehingga pemerintah di dalam Islam ketika menyikapi liburan Nataru dengan sudut pandang hukum syara' bukan dengan sudut pandang kapitalisme yang menilai ini adalah peluang ekonomi. Islam akan memberikan aturan yang sangat tegas, lock down daerah diberlakukan sehingga aktivitas hanya akan berkutat pada daerah itu saja. Jika daerah tersebut zona merah maka pemberlakuan peraturan mengikuti zona. Masyarakat di zona merah dilarang keras untuk masuk di daerah berzona orange maupun kuning dan juga sebaliknya. Masyarakat yang sehat tidak boleh bercampur dengan masyarakat yang sakit. Dengan seperti peraturan yang ketat dalam lockdown maka pencegahan penyebaran virus bisa teratasi. Sedangkan masyarakat yang sehat bisa melakukan aktivitas sediakalanya, sehingga ekonomi tetap bisa berjalan.