Oleh: Meisy (aktivis dakwah kampus)
Tim International Monetary Fund
(IMF) yang dipimpin oleh Thomas Helbling melakukan diskusi virtual mengenai
perekonomian Indonesia untuk Konsultasi Article IV 2020 dari tanggal 25
November hingga 11 Desember 2020. Dalam diskusi itu, IMF memberikan beberapa
penilaian positif mengenai perkembangan ekonomi Indonesia, terutama soal
beberapa kebijakan seperti Undang-undang (UU) Cipta Kerja dan bergabungnya
Indonesia dalam pakta perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership
(RCEP). Selain itu, IMF juga memiliki prediksi mengenai laju ekonomi ke depan.
"Indonesia merespons dengan paket kebijakan yang berani, komprehensif, dan
terkoordinasi untuk mengatasi kesulitan sosial ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Intervensi kebijakan yang tepat waktu juga membantu menjaga stabilitas keuangan
makro dan eksternal melalui periode tekanan pasar global. "Sambil
mempertahankan beberapa pengeluaran darurat terkait pandemi mulai tahun 2020,
anggaran 2021 mengalokasikan kembali sumber daya anggaran dan potensi
pelimpahan untuk peningkatan pengeluaran berdampak tinggi, terutama investasi
publik," paparnya.
"Kebijakan proaktif Indonesia dalam menangani masalah perubahan iklim
dapat lebih menekankan pada ekonomi yang lebih hijau.
Apakah benar demikian bahwa prospek
yang dibangun itu bernilai positif dalam membangun pemulihan ekonomi dan
kondisi keuangan Negara?
Pada faktanya Negara mengalami tantangan berat karena pandemi
Covid-19 yang masih terus berlangsung mempengaruhi kegiatan ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani
memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2020 berkisar minus 1,7 persen hingga
minus 2,2 persen. Perkiraan ini jauh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya
sebesar minus 1,7 persen hingga di level positif 0,6 persen. Sedangkan Bank
Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bercokol minus 2,2 persen.
Organisasi dan Pembangunan Ekonomi atau OECD mematok taksiran lebih rendah,
yaitu -2,4 persen. “Tantangan perekonomian dengan adanya ekses dari pandemi menyebabkan
kerangka pemulihan cukup kompleks. Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah yang
pada krisis sebelumnya menjadi tulang punggung ekonomi pun justru mengalami
syok luar biasa. Kondisi ini juga diikuti dengan melorotnya konsumsi serta
produksi. Akibatnya, pandemi Covid-19 secara keseluruhan berpengaruh terhadap
kesejahteraan masyarakat.
Berbagai pihak
(Menkeu, ADB dan IMF) menarasikan optimisme dengan meramal pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Namun dikoreksi karena kebijakan yang berjalan tidak efektif menurunkan
angka penyebaran virus dan penghentian kasus.
Inilah
potret nyata dari sistem demokrasi-sekuler itu sendiri.
Kebijakan selama ini kontraproduktif
terhadap laju penyebaran virus corona sehingga makin berdampak pada ekonomi
Negara dan kesejahteraan warga yang memang pun sebelumnya sudah mengalami
keterpurukan sebelum adanya covid 19 ini .Semua itu tak lepas dari paradigma
sistem pemerintahan kita yang sekuler. Karena pada hakikatnya Negara sekuler
tak menjadikan agama sebagai kiblat pemecah masalah. Maka sistem ini yang hanya
melahirkan penguasa yang berorientasi pada materi. Lihatlah pemberlakuan new
normal yang sarat kepentingan ekonomi. Bahkan rencana vaksinasi pun tak lepas
dari hitung-hitungan ekonomi. Inilah yang terus memunculkan klaster baru dan
akhirnya wabah semakin tak terkendali. Apalagi sekarang pemerintah justru lebih
mementingkan laju pertumbuhan ekonomi daripada mengurusi hak dan keamanan nyawa
umat. Ketika grafik masih terus meninggi, pemerintah justru malah melakukan
kebijakan kontraproduktif lagi seperti membuka transportasi umum, pasar,
pariwisata, dan terparah adalah pilkada. Belum lagi Negara selalu kekukarangan
dana dan cara paling mudah menutupinya adalah menaikkan pajak atau berutang berbasis ribawi dengan rentetan suku
bunganya. Kolaborasi penguasa dan penguasaha yang akan melahirkan regulasi yang
hanya mengakomodir kepentingan pemilik modal. Dan pada akhirnya yang punya
modal akan tambah kaya, sedangkan yang miskin tak mampu berbuat apa-apa.
Sehingga jurang pemisah antara si kaya dan si miskin pun semakin menganga
seperti halnya rakyat yang harus tetap mencari penghidupan sendiri dengan
mengais rezeki demi terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papannya.
Maka pemerintah yang gagal
menanggulangi pandemi ini menjadi pihak paling bertanggung jawab atas
melayangnya ribuan nyawa umat manusia.
Rekam
jejak kebijakan pemerintah dari awal mula pandemic telah membenarkan prediksi
para pakar. Yaitu penyebaran wabah akan tak terkendali , sehingga mengakibatkan
tingginya angka kematian. Lihatlah diawal pandemic, pemerintah malah menerapkan
PSBB lalu memberlakukan new normal. Padahal anjuran para pakar adalah karantina
wilayah/lockdown. Dan vaksin yang digadang-gadang akan menyelesaikan penyebaran
virus covid 19 di Indonesia faktanya bukanlah solusi ajaib sehingga masyarakat
mengira dengan adanya vaksin semua akan selesai. Vaksin ini melainkan hanya
salah satu cara membangun kekebalan individual dan perlindungan masyarakat.
Apalagi berdasarkan data sejarah sejauh ini tidak ada pandemic yang selesai
dengan vaksin. Padahal rakyat
membutuhkan solusi yang bermula dari kebijakan tepat dan benar untuk penanganan
wabah yang selanjutnya dampak sector ekonomi itu bisa dipulihkan.
Lalu penguasa dan sistem atau
kebijakan apa yang saat ini sangat dibutuhkan oleh umat?
Maka yang sangat dibutuhkan saat ini
adalah penguasa yang duduk ditampuk kekuasaan yang mana mereka amanah dan paham agama sebagai problem
solving dalam setiap keputusannya. Penguasa yang mampu bertanggung jawab terhadap
seluruh urusan umat dan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat.
Penguasa pun adalah orang yang melindungi agama, akal, harta, kehormatan dan
jiwa masyarakat. Jadi mereka betul-betul mengedepankan hak rakyat dibanding
pertumbuhan ekonomi yang hanya berorientasi pada materi belaka. Sehingga tak
akan terjadi dalam islam, kepentingan ekonomi lebih diutamakan dari nyawa. Maka
dari itu penguasa yang seperti itu hanya dapat ditemukan di dalam sebuah sistem
yang paripurna. Yaitu sistem islam. Islam mewajibkan Negara melalui aparaturnya
untuk melakukan fungsi ri’ayah (mengurusi) rakyat dengan setiap jenjang
kekuasaanya, mereka akan betul-betul menguasai persoalan masyarakat yang
dipimpinnya, termasuk menguasai data kemiskinan diwilayahnya. Sehingga akan
terpenuhinya hak dan kebutuhan rakyat baik itu sandang, pangan, papan,
kesehatan, keamanan, pendidikan dan sebagainya.