KOREKSI ANGKA PERTUMBUHAN BUKAN SOLUSI


Oleh : Sa’dah Rahma (Pemerhati Pendidikan dan Kebijakan Publik)


Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020. Country Economist ADB untuk Indonesia Emma Allen mengatakan, pada tahun 2020 ini pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 2,2 persen. Kontraksi tersebut lebih dalam bila dibandingkan proyeksi yang dilakukan September lalu, yakni sebesar minus 1 persen. (https://money.kompas.com/read/2020/12/10). Setelah sebelumnya di tengah merebaknya Covid-19, Bank Indonesia (BI) telah  merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi 4,2%-4,6%. Padahal sebelumnya, bank sentral meramal pertumbuhan ekonomi domestik bisa berada di kisaran 5,0% - 5,4%. Hal ini didasarkan oleh wabah Covid-19 yang telah menjadi pandemik dan meluas ke berbagai negara.


Kontraksi ekonomi merupakan kondisi penurunan siklus ekonomi yang dalam sehingga angka PDB berada di kisaran minus. Untuk mengatasi resesi ekonomi yang sudah terjadi secara global, sistem kapitalisme hari ini ternyata tidak bisa memainkan instrumen fiskal dan moneter sebagaimana selama ini dilakukan saat menghadapi krisis ekonomi secara siklik. Menurunkan berbagai tarif pajak dan menurunkan tingkat suku bunga ternyata tidak berhasil menggerakkan roda ekonomi. Kebijakan new normal tidak terlihat pengaruhnya dalam menggerakkan roda ekonomi. Daya beli tak kunjung meningkat, produksi juga tidak bisa digenjot karena ancaman wabah justru tidak bisa diprediksi.


Pertumbuhan ekonomi  telah dijadikan negara sekuler kapitalis sebagai parameter ukuran kesejahteraan komunal. Tentunya koreksi angka pertumbuhan sangat bermakna bagi sistem ini. Padahal hal tersebut tidak bermakna apa-apa karena parameter tersebut tidak benar dalam mengukur kesejahteraan, karena yang didapatkan  hanyalah angka kesejahteraan semu, hanya angka kesejahteraan rata-rata, kesejahteraan yang diwakilkan,  tidak mencerminkan sesejahteraan individu. Pertanyaannya mana mungkin seseorang sudah dikatakan kaya ketika tetangganya kaya.   


Jika angka pertumbuhan sudah tidak tercapai, dipastikan  pertumbuhan di sektor riil produksi barang dan penawaran jasa sangat rendah. Artinya income masyarakat sangat rendah. Kondisi  ini adalah suatu hal yang wajar karena berbulan-bulan masyarakat terhambat beraktivitas di luar rumah, menyebabkan menurunnya pendapatan dan meningkatnya jumlah pengangguran. Sangat menurunkan daya beli masyarakat.


Diperlukan suatu sistem yang pertama mampu mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat  dengan benar  dan kedua mampu mensejahterakan. Untuk hal  tersebut hanya sistem Islam yang mampu memberikan indikator tersebut  karena menggunakan indikator capaian per individu, dan mampu memberikan kesejahteraan walaupun dalam kondisi pandemi


 Jika satu orang saja laki-laki balig kesulitan mendapatkan lapangan pekerjaan, alarm deteksi masalah dalam sistem negara Khilafah sudah berbunyi. Jika satu orang saja mengalami kelaparan tidak mendapatkan makanan sebelum berlalunya hari, maka ada masalah fatal dalam distribusi.

Sistem makro dan mikro ekonomi Islam terbukti berbuah produktivitas, stabilitas, serta distribusi yang adil dalam rentang waktu 13 abad lebih. Tanpa pernah mengalami defisit APBN akut, tidak pernah mengalami turunnya daya beli simultan, tidak pernah mengalami krisis ekonomi siklik, apalagi resesi dan depresi walaupun kondisi ada wabah. 


Tawaran ekonomi syariah dengan khilafah  untuk recovery ekonomi dunia.  Diperlukan tata ulang kebijakan makro dan mikro ekonomi sebagai berikut: 1) Menata ulang sistem keuangan negara. Sistem keuangan kapitalis-demokrasi yang bertumpu pada pajak dan utang, terbukti tidak bisa memberikan pemasukan dan justru bergantung kepada negara lain debt trap. sistem keuangan Islam memiliki pemasukan besar sekaligus mandiri tanpa tergantung kepada negara atau organisasi lain. Pemasukan ini diperoleh dari pengelolaan berbagai kepemilikan umum (milkiyah aamah), termasuk di dalamnya pertambangan, laut, hutan, dan aset-aset rakyat lain dengan posisi negara hanya sebagai pengelola. pengelolaan milik negara berupa kharaj yaitu pungutan atas tanah produktif. pemasukan dari zakat dengan kekhususan pembelanjaannya untuk delapan ashnaf mustahik zakat. 2) Menata ulang sistem moneter, Dalam sistem ekonomi Islam, income atau pendapatan masyarakat dipastikan memiliki kecukupan yang tidak membuatnya jatuh pada jurang kemiskinan, yakni dengan menjaga daya beli uang.Daya beli uang ini dipertahankan dengan moneter berbasis zat yang memiliki nilai hakiki yaitu emas dan perak. Mata uang kertas yang menyandarkan pada dolar yang dihegemoni Amerika Serikat akan ditinggalkan. 3) Menata ulang kebijakan fiscal, Dilakukan dengan menghapus semua pungutan pajak. Pajak hanya pada situasi extraordinary dan hanya ditujukan pada kalangan mampu dari orang kaya (aghniya). Ketika kondisi extraordinary selesai, pajak pun dihentikan.4) Menata ulang sistem kepemilikan asset di permukaan bumi, Kepemilikan aset akan direvolusi, tidak diberikan kepada asing dan aseng. Hal yang terjadi hari ini dengan memberikan bagian kepemilikan kepada asing dan aseng adalah bentuk penentangan pada ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya, bahkan memerangi Allah dan Rasul-Nya. 5) Tata Ulang kebijakan mikro ekonomi, Hal ini dilakukan dengan mengatur aktivitas ekonomi antarindividu dan pebisnis. Khilafah akan melarang praktik riba dan transaksi yang melanggar aturan syariat lainnya. Kekurangan modal bisa diselesaikan dengan akad syirkah antarindividu pebisnis. Namun, dalam situasi khusus seperti pandemi, negara hadir dengan memberikan modal dalam bentuk hibah atau pinjaman tanpa beban bunga/riba. Bank sentral tidak diperlukan, yang akan berdiri adalah institusi baitulmal.


Sebagai penutup, bagi masing-masing keluarga hari ini, bisa melakukan beberapa hal berikut yang diajarkan Islam ketika menghadapi situasi ekonomi sulit.


Pertama, dalam mengatur pembelanjaan keuangan keluarga, berdasarkan prinsip gaya hidup mencontoh Rasulullah Saw.:


Bergaya hidup sederhana; Mengedepankan needs (kebutuhan), bukan wants (keinginan); Mengedepankan halal-haram, mengabaikan pandangan manusia adalah kunci keberhasilan untuk meraih itu; Bisa membedakan mana yang betul-betul kebutuhan yang harus dipenuhi dan mana yang sekadar hasrat keinginan; Mengatur belanja makanan berdasarkan kebutuhan tubuh, bukan sekadar keinginan lidah adalah salah satu contoh di antaranya.


Kedua, mengatur pengeluaran berdasarkan pemasukan. Di saat wabah yang berakibat berkurangnya pendapatan suatu keluarga, tentu harus dilakukan pemangkasan beberapa pengeluaran sebelumnya. Yakni menyesuaikan dengan pendapatan yang ada. Dan ketiga, tetap menginfakkan harta, baik saat lapang ataupun sempit.

Wallahu a’lam bisshowab 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak