Kerusuhan Pendukung Trump dan Kegagalan Demokrasi




Oleh Rifdatun Aliyah* 


Seorang pendukung Donald Trump yang ditahan atas keterlibatannya pada insiden kerusuhan di Gedung Capitol ditemukan bunuh diri di ruang bawah tanahnya.
Christopher Stanton Georgia didakwa pekan lalu atas keterlibatannya dalam kerusuhan di Capitol pada hari Rabu, (11/1) menurut laporan Alive (suara.com/14/01/2021)

Sebelumnya, Kongres mengesahkan kemenangan Joe Biden sebagai Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) di gedung Capitol Hill, Washington DC, pada Rabu (6/1/2021). Namun, kabar tersebut mengundang reaksi pendukung Donald Trump melakukan demonstrasi sehingga menimbulkan kerusuhan (kabar24.bisnis.com/07/01/2021).

Mengutip dari Washington Post pada Kamis (7/1/2021), Donald Trump terus membantah hasil pemilu tanpa bukti sehingga mendorong para pendukungnya untuk menghadiri rapat umum kongres secara langsung. Diberitakan bahwa Trump naik ke panggung sekitar tengah hari untuk mengaum dan mengklaim bahwa dia telah memenangkan Pilpres AS.

Ketidakterimaan Trump terhadap pengesahan kemenangan sehingga memicu kerusuhan yang dilakukan pendukungnya menunjukkan sikap hipokrit Trump terhadap sistem demokrasi. Konsep demokrasi yang mengutamakan suara mayoritas nyatanya telah gagal diterapkan di negara pengemban ideologi kapitalisme. 

Kerusuhan yang tidak kunjung usai menunjukkan bahwa Amerika Serikat (AS) sebagai pengemban ideologi kapitalisme tidak mampu menyelesaikan masalahnya sesuai dengan konsep sistem pemerintahan demokrasi. AS telah menjadi "the new sick man" yang semestinya tidak lagi dijadikan sebagai negara super power.

Kegagalan AS sebagai negara pengemban demokrasi sesungguhnya tidak hanya terkait dengan hasil pemilihan presiden. Sistem ekonomi kapitalisme yang diemban AS juga tak mampu menghindarkan AS dari lilitan utang luar negeri yang kian menumpuk. hasil perhitungan akhir anggaran pemerintah AS menyebutkan negara Paman Sam tersebut mengalami defisit anggaran hingga USD 3,13 triliun atau sekitar Rp 46.212 triliun (asumsi kurs Rp 14.764) di tahun fiskal 2020 (liputan6.com/18/10/2020).

AS dengan ideologi kapitalisme sejatinya tak mampu membawa masyarakat dalam penyelesaikan permasalahan hidup. Sebab, ideologi kapitalisme yang merupakan hasil dari pemikiran manusia pada dasarnya bersifat lemah dan terbatas. Terlebih lagi, sistem kapitalisme menjadikan asas materi atau mencari keuntungan dan kesenangan duniawi menjadi prioritas kehidupan. 

Ideologi kapitalisme yang selalu mengutamakan kepentingan para kapitalis tak akan pernah berpihak kepada rakyat. Justru akan semakin menjerumuskan rakyat dan juga manusia yang berada dibawah kepemimpinan ideologinya menjadi manusia yang terpuruk baik dari segi moral, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. Tak akan pernah membawa kepada kesejahteraan dan ketenteraman hidup manusia. Sebab ia merupakan sistem buatan manusia yang sarat akan perbedaan dan pertentangan. 

Oleh karena itu, masihkah kita khususnya kaum muslimin mempertahankan sistem ini? Bukankah Allah SWT telah memperingatkan dalam firmanNya, "apakah hukum jahiliyyah (hukum buatan manusia) yang mereka kehendaki? Dan hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah (hukum Islam) bagi orang-orang yang meyakini?" (TQS. Al Maidah : 50).


*(Aktivis Dakwah Nganjuk) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak