Oleh : Nikmatus Sa'adah, SP.
Jumlah tenaga kesehatan yang meninggal karena pandemi Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan, kematian tenaga medis dan kesehatan di Indonesia tercatat paling tinggi di Asia (kompas.com, 09/01/2021).
Menurut catatan LaporCOVID-19 hingga 28 Desember 2020, total ada 507 nakes dari 29 provinsi di Indonesia yang telah gugur karena Covid-19. Sebanyak 96 di antaranya meninggal dunia pada Desember 2020, dan merupakan angka kematian nakes tertinggi dalam sebulan selama pandemi berlangsung di Tanah Air.
Seperti diberitakan Kompas.com, 31 Agustus 2020, epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan terus bertambahnya dokter yang meninggal dunia akibat Covid-19 adalah kerugian besar bagi Indonesia. Dicky mengungkapkan, berdasarkan data Bank Dunia, jumlah dokter di Indonesia terendah kedua di Asia Tenggara, yaitu sebesar 0,4 dokter per 1.000 penduduk.
Sungguh miris nasib para tenaga kesehatan (nakes) di negeri ini. Pasalnya merekalah yang berjuang terdepan dalam melawan wabah ini, namun nyatanya nyawa merekalah sebagai taruhannya. Jumlah merekapun juga tidak sebanding dengan beban yang harus mereka pikul.
Keadaan ini, sesungguhnya sudah terprediksi dari awal kebijakan pemerintah dari yang tidak memberlakukan lockdown. Pemerintah malah menerapkan PSBB lalu memberlakukan new normal. Maka akibatnya adalah penyebaran wabah tidak terkendali dan mengakibatkan angka kematian terus bertambah.
Para nakes pun juga tidak mendapatkan fasilitas yang memadai, seperti halnya para nakes berteriak kekurangan APD. Padahal ini adalah hal yang urgent harus dimiliki oleh para nakes.
Kebijakan yang terkesan tidak serius ini sesungguhnya berawal dari paradigma sekuler yang diambil oleh negara hari ini. Sistem demokrasi sekulerlah yang melahirkan penguasa yang zalim. Kebijakannya selalu saja kontraproduktif dengan keselamatan nyawa umat. Suara pakar tidak didengarkan dan nyawa nakes yang seolah tidak berharga.
Sistem sekuler demokrasi juga melahirkan penguasa yang berorientasi pada materi. Seperti halnya pemberlakuan new normal yang sarat akan kepentingan ekonomi. Bahkan rencana vaksinasi pun tak lepas dari hitung-hitungan ekonomi. Inilah yang terus memunculkan klaster baru dan akhirnya wabah semakin tak terkendali.
Penanganan wabah ini sangat berbeda dengan cara Islam dalam menangani wabah. Di dalam Islam, penguasa bertanggungjawab penuh atas keselamatan warga negaranya. Sistem kesehatan pun juga berada dibawah pemerintah secara penuh. Maka segal pelayanan yang ada adalah untuk kesehatan rakyat, bukan untuk mencari materi.
Selain itu, penguasa juga akan melindungi nyawa setiap warga negaranya. Karena keselamatan jiwa adalah prioritas utama yang harus dilindungi pemerintah. Penguasa senantiasa berupaya mewujudkan penjagaan nyawa manusia katena itilah yang diperintahkan oleh syari'ah.
Negara Islam juga memuliakan para nakes dengan melengkapi kebutuhannya, seperti APD, obat-obatan, dll. sistem keuangan yang kuat, akan mampu memenuhi itu semua. Selain itu, jam kerjanya pun akan manusiawi, nakes tak akan dibebankan dengan jam kerja yang berat walaupun saat pandemi. Karena jumlah nakes akan banyak dan berkualitas.
Maka sesungguhnya hanya dengan sistem islamlah keselamatan nyawa terjaga dan penanganan wabah benar-benar terselesaikan dengan tuntas.