Oleh: Amey Bunda Hafidz
Sebagai salah satu tanda dari bentuk keimanan seseorang adalah adanya rasa bangga terhadap syariat dari agama yang dianut oleh setiap individu. Maka tidak heran jika kemudian banyak orang tua yang merasa bangga tatkala mereka bercerita tentang kisah anaknya yang tengah menempuh Pendidikan di pondok pesantren. Banyak orang tua yang berharap tatkala kelak anak-anak mereka lulus dari Pendidikan di pondok pesantren, anak-anak bisa menjadi jembatan ilmu bagi masyarakat yang lainnya. Atau paling tidak cukup untuk memberikan bekal bagi perjalanan kehidupan si anak itu sendiri.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan akan ilmu agama kini semakin nyata terlihat. Gempuran persoalan yang muncul akibat diterapkannya system sekuler, menjadikan kebutuhan penggalian ilmu agama semakin massif dilakukan. Berbekal tekat yang kuat dari seorang pribadi muslim yang berazzam mengenal agamanya lebih jauh lagi, atau dengan kata lain ingin mengenal Islam secara kaffah. Banyak yang menyadari bahwa system sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) menjadikan realita kehidupan penuh dengan permasalahan yang tak kunjung menemukan solusinya. Bagaimana tidak, hamper setiap hari tayangan berita di semua kanal media menayangkan kabar yang tak hanya satu macam. Ada yang menayangkan tentang pembunuhan, perampokan dan ada yang mengherankan pula rumah seseorang dimasuki maling dan pemilik rumah justru dijadikan tersangka karena telah membunuh si maling. Ada yang menyampaikan tentang praktek aborsi illegal, dilanjutkan dengan penggrebekan kos-kosan yang kedapatan dipakai untuk Tindakan asusila. Dan masih banyak informasi-informasi yang miris jika didengarkan.
Oleh karenanya kini gelombang kajian islam semakin hari bisa jadi semakin banyak. Geliat mengenal islam semakin membara. Namun justru tunas-tunas kebaikan ini dihadang dengan adanya isu radikalisme yang hamper setiap tahun selalu muncul dengan berbagai macam narasi. Radikalisme terus-menerus dibawa kemana-mana, keranah Pendidikan sekolah formal, keranah keluarga, bahkan juga sampai keranah masyarakat bahkan berbangsa dan bernegara. Slogan-slogan anti radikalisme banyak bertebaran dipinggir jalan, selain itu juga mewarnai kanal-kanal media social dengan berbagai macam kontennya.
Dari sini akhirnya upaya keluarga mengenalkan Islam secara kaffah tumbang ditengah jalan. Padahal sejatinya setiap keluarga muslim menginginkan keluarga mereka bisa reunian lagi di surga. Tentu semua ini harus diselaraskan dengan aktifitas yang bisa mengantarkan keluarga mereka untuk masuk surga. Maka sejak dini banyak orang tua yang sudah mengenalkan putra-putrinya dengan Pendidikan berbasis ideologi Islam. Agar anak-anak terbiasa taat syariat sejak dini. karena memang Cinta kepada Allah itu beralamat, dan alamatnya adalah taat. Dan Cinta kepada Allah itu juga bersyarat, dan syaratnya adalah mengikuti jalan mulia Rasulullah SAW. Sebagai bagian dari bukti ketaatan kepada Allah dan Rasulnya. Cinta kepada Allah SWT dibuktikan dengan mencintai keimanan yang terpatri di dalam kalbu. Dan pada saat yang sama, ia juga membenci kekufuran, kefasikan, kemaksiatan dan segala bentuk kemungkaran.
Demikian halnya cinta kepada Allah SWT mengharuskan dirinya untuk menolak segala bentuk keyakinan, pemahaman dan amalan yang bertentangan dengan akidah dan Syariah Islam, semisal kapitalisme, Komunisme, Demokrasi. Karena seluruhnya bertolak dari filsafat kufur. Bukti cinta kepada Allah SWT juga Nampak dalam Tindakan menolak segala bentuk tindak persekusi dakwah, menghalang-halangi manusia menegakkan agama Allah dalam kehidupan.
Maka dengan berbagai macam bentuk halangan dan rintangan yang muncul dalam proses perjalanan mencari kebenaran. Maka seorang muslim harus tetap kokoh menghadapi ujian dan tetap konsisten dalam kebaikan dan kebenaran. Dan yang tidak kalah penting lagi adalah memiliki sikap kokoh dan konsisten dalam menegaskan bahwa sumber solusi atas seluruh problematika saat ini adalah Islam kaffah. Maka sudah seharusnya keluarga muslim itu cinta pada Rasul dan cinta syariatnya.